Art Jakarta Merayakan Umurnya yang ke-10
Art fair, Art Jakarta kembali hadir dengan deretan karya lokal dan internasional.
Foto: Febrina Anindita
Bicara art fair di Indonesia, Art Jakarta menjadi yang pertama menawarkan akses karya seni lokal dan internasional kepada publik di tengah kota – di dalam sebuah mall. Setelah mengganti namanya dari Bazaar Art Jakarta menjadi Art Jakarta, ditambah dengan perayaannya yang ke-10 pada tahun ini serta adanya biaya tiket masuk sebesar IDR 50,000, tentu terdapat ekspektasi lebih dari publik yang mengikuti sepak terjang gelaran ini tiap tahunnya. Tapi ternyata ada beberapa hal yang membuat gelarannya kali ini terasa kurang menjawab ekspektasi. Adapun cara mereka untuk membayar itu semua adalah dengan memberi ruang bagi generasi baru dunia seni lokal. Berikut adalah beberapa poin yang membuat art fair ini patut dikunjungi pada akhir pekan.
Menunjukkan konsistensi Art Jakarta lewat instalasi “10 for 10”
Ketika memasuki Ballroom The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place, pengunjung dihimbau berbelok ke kanan untuk menikmati sajian “10 for 10”, sebuah instalasi terdiri dari 10 karya dari 10 seniman lokal dengan gaya beragam. Tujuan di balik inisiatif ini adalah untuk menunjukkan konsistensi Art Jakarta dalam memperkenalkan seni internasional ke publik sejak episode pertamanya. Seniman yang merepresentasikan pun beragam dan dikenal senang mengangkat isu sensitif, antara lain Heri Dono, Uji Hahan dan Agus Suwage.
Kurangnya varian exhibitor
Dibuka pada tanggal 2 hingga 5 Agustus, Art Jakarta menghadirkan sederet galeri dari Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Jepang, Hong Kong hingga Perancis. Walau karya yang dibawa cukup beragam, namun kurangnya exhibitor seperti ARNDT, The Drawing Room atau Ota Fine Arts yang dikenal membawa karya seminal dari Yayoi Kusama, Mark Justiniani dan Rodel Tapaya membuat Art Jakarta kali ini terasa sedikit kurang meriah.
Denah ruang pameran kurang maksimal
Pengunjung dibuat kesulitan dengan denah booth dan flow traffic yang membuat pengalaman menikmati art fair ini jadi kurang maksimal. Bukan hal aneh jika terdapat pengunjung bertanya di mana letak pintu masuk maupun keluar area pameran kepada siapapun yang mereka temui.
Kesempatan menikmati karya old master
Art Jakarta selalu serius dalam memberikan akses terhadap seni ke publik, salah satunya adalah memamerkan karya old master. Tahun inipun pengunjung bisa melihat lebih dekat lukisan dari Popo Iskandar hingga Mochtar Apin dengan mudah – sebuah ‘privilege’ yang jarang bisa didapat semua orang.
Tempat mengenal emerging artist
Selalu ada yang baru jika membahas emerging artist, tak terkecuali dalam seni rupa. Pada art fair ini, beberapa emerging artist sukses tampil memikat, sebut saja Ruth Marbun, Natisa Jones, Iabadiou Piko dengan karya figurative/free associations, lukisan surealis Roby Dwi Antono, hingga Radhinal Indra yang kerap menampilkan karya berbasis sains dengan sentuhan Islam yang subliminal. Jika ingin tahu siapa saja seniman lokal yang menarik di mata publik hari ini, Art Jakarta bisa jadi tempat melting pot terbaik.
Menawarkan perspektif luas tentang seni rupa
Melihat karya seniman kawakan Heri Dono yang disandingkan dengan lukisan mendetail dari emerging artist Atreyu Moniaga adalah contoh perspektif luas yang bisa didapat dari Art Jakarta. Publik tak hanya disuguhkan karya estetis tapi juga bisa tahu alasan di balik pilihan seniman yang dibawa dari tiap exhibitor, sehingga disarankan pengunjung berinisiatif untuk bertanya kepada exhibitor untuk tahu lebih tentang karya yang menarik bagi mereka. Tapi apakah perspektifnya cukup mendalam? Rasanya masih ada ruang untuk ditingkatkan.
–
Art Jakarta
3-5 Agustus 2018
Ballroom The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place
Tiket: IDR 50,000
https://www.artjakarta.com/