Physical Distancing, Pencari Kerja Bisa Apa?
Submisi open column dari Nazula Zulkifli yang mempertanyakan nasib para pencari kerja di masa karatina.
Words by Whiteboard Journal
Sejak virus corona ditetapkan sebagai pandemi global oleh WHO ketakutan menghampiri seluruh dunia, termasuk masyarakat Indonesia. Untuk menanggapi hal itu pemerintah Indonesia memberikan himbauan untuk masyarakat melakukan physical distancing selama 14 hari. Hingga tulisan ini dibuat sudah ada sekitar 1000-an kasus orang yang positif virus ini.
Bukan hanya bertambahnya kasus yang membuat saya cemas, namun juga dampak langsung yang akan saya rasakan akibat pandemi ini. Berbagai lapisan masyarakat mulai resah akan dampak pandemi ini khususnya pada perekonomian, mulai dari pekerja informal yang nasibnya semakin rentan karena omset menurun, pekerja freelance yang harus kehilangan beberapa pekerjaan karena dibatalkan oleh klien dan pekerja formal yang harus bekerja dari rumah hingga pekerja industri seni yang harus menunda pertunjukannya.
Cerita yang saya dapatkan dari teman-teman pekerja adalah tidak semua perusahaan menerapkan work from home (wfh) walaupun sudah ada himbauannya, ada yang menerapkan wfh hanya beberapa hari, mendekorasi ulang kantor agar lebih berjarak dan ada pula yang menerapkan wfh dengan sistem shifting.
Namun, dari semua masalah yang mereka hadapi ada satu kesamaan: punya pekerjaan dan penghasilan. Lalu bagaimana nasib pencari kerja seperti saya di masa karantina seperti ini? Jujur saya sangat takut dan cemas sekali. Bukan hanya takut akan terjangkit virus corona, tetapi juga takut akan semakin sulit mendapatkan pekerjaan di tengah situasi yang mengancam kestabilan negara.
Saya mendapat cerita dari beberapa teman sesama pencari kerja jika selama 2 minggu ini belum ada lagi panggilan wawancara kerja secara langsung, online maupun melalui telepon dan ada juga yang sudah diterima kerja tetapi belum bisa mulai bekerja karena adanya himbauan physical distancing. Saya mendapat kabar dari teman lain yang sudah bekerja jika ada kebijakan baru mengenai proses penerimaan pekerja baru di kantor mereka, ada perusahaan yang menunda membuka lowongan kerja, ada juga yang merubah metode wawancara secara online dan ada yang hanya seleksi CV dan portofolio
Kita sudah berada di minggu ke-2 himbauan physical distancing, saya pribadi tidak merasakan perbedaan yang signifikan karena memang saya belum mempunyai rutinitas harian yang mengharuskan keluar rumah. Namun yang menjadi kecemasan saya pribadi adalah bagaimana saya bertahan di tengah pandemi ini di saat belum mendapatkan penghasilan tetap? Rupiah melemah, harga beberapa bahan pokok naik, kebutuhan pribadi yang harus tetap dipenuhi dan aktivitas yang terbatas di rumah.
Ini bukan sekadar keluhan biasa dari seseorang yang habis wisuda 6 bulan lalu, selama itu saya tetap mencari pekerjaan walaupun tidak terlalu aktif karena ada permasalahan yang harus saya prioritaskan. Namun, di situasi penuh ketidakstabilan ini membuat saya merasa semakin rentan. Bagaimana tidak, yang sudah punya pekerjaan saja masih rentan apalagi saya yang masih mencari kerja.
Ditambah lagi dengan pemberitaan tentang virus ini yang tidak ada hentinya sedetikpun, seperti sedang dihantui cicilan. Maka akhir-akhir ini saya mengurangi membuka media sosial terutama Twitter, karena semakin sering saya membaca apapun yang berkaitan dengan virus corona membuat saya semakin cemas dan takut.
Selagi saya mencemaskan bagaimana saya akan bertahan hidup setelah pandemi ini hilang dari Indonesia, saya ingin berbagi beberapa kegiatan yang bisa dilakukan selama di rumah saja.
Pertama, setiap hari saya tetap melamar pekerjaan melalui berbagai platform lowongan pekerjaan. Hal itu tetap saya lakukan untuk mengoptimalkan kesempatan yang ada dan tentu saya melamar pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan saya. Kedua, meningkatkan soft skills dengan memanfaatkan platform online yang gratis. Hal ini sangat berguna untuk mempersiapkan diri di dunia kerja nanti. Selain itu dengan terus belajar dan menemukan hal-hal baru saya merasa lebih mudah untuk menentukan apa yang sebenarnya saya butuhkan dan inginkan.
Ketiga, membaca buku dan menulis. Dengan melakukan dua kegiatan tersebut dengan rutin saya bisa lebih menjaga kestabilan emosi, menerima situasi yang sedang terjadi, menghasilkan karya dan berpikir lebih jernih.
Keempat, nongkrong online dengan teman. Mengobrol, berbagi cerita, main game sambil video call ataupun sekadar menanyakan kabar bisa mengurangi rasa bosan. Di tengah situasi seperti ini sangat penting untuk tetap terhubung dengan orang terdekat agar bisa saling menjaga dan mengingatkan untuk menjaga kebersihan diri dan tidak bepergian keluar rumah.
Kelima, waktu luang yang banyak bisa dimanfaatkan untuk membereskan ataupun mendekorasi ulang kamar. Diawali dengan merapikan kamar yang kemudian menemukan barang-barang yang sudah lama tersimpan, mengingat kembali bagaimana cara mendapatkan barang itu lalu pertimbangkan apakah barang itu masih layak disimpan atau tidak. Mendekorasi kamar juga salah satu dari latihan persiapan untuk dekorasi rumah jika nanti sudah ada dan itu salah satu wujud refleksi jati diri.
Keenam, menjadi relawan dalam kegiatan online. Hal ini sangat menarik untuk mengisi waktu para pencari kerja untuk tetap produktif, selain menambah pengalaman baru hal ini juga berguna untuk memperluas zona nyaman dengan komunitas baru yang memiliki ketertarikan di bidang yang sama.
Semoga keluhan saya ini bisa menghasilkan sesuatu, semua kecemasan saya bisa cepat terselesaikan, pemerintah bisa menangani kasus ini secara cepat dan tepat dan wabah ini cepat menghilang dari bumi. Rasanya sudah terlalu rindu dengan bisingnya kemacetan Jakarta dan duduk di bawah pohon besar Plaza Senayan hanya untuk bercerita dengan teman sambil minum es dari pedagang starling.