Jiwa yang Oleng dan Perasaan yang Tidak Masuk Akal itu Tidak Apa–apa
Pada submisi open column kali ini, Bivan Andresha menuliskan pengalaman saat berjuang memahami perasaan dan mengendalikan jiwa sendiri.
Words by Whiteboard Journal
Untuk orang sepertiku yang tidak memiliki jiwa yang stabil dan perasaan yang jarang masuk diakal sungguh sulit untuk menjelaskan apa yang aku rasakan ketika aku sedih maupun senang. Aku sangat membenci orang yang menanyakan arti dari lukisan – lukisan yang aku lahirkan karena seperti layaknya bercinta, aku hanya melepaskan semua perasaanku ke dalamnya dan yang aku rasakan sulit masuk di akalku sendiri. Semua hal – hal dan perasaan – perasaan yang ada di dalam diriku sangat memohon kepadaku untuk dihempaskan ke udara dan mewarnai langit – langit kamarku. Aku memiliki perasaan yang sering kali berubah dengan cepat layaknya Shinkansen. Aku bisa murka tidak karuan ketika aku mengingat jaket Mickey Mouseku yang hilang 3 tahun lalu, aku bisa bersedih berlebihan ketika pensil warna biruku hilang satu (padahal aku punya delapan), dan aku bisa sangat bahagia jika ada dua ekor kepik yang hinggap di jendela kamarku. Terkadang jiwa dan perasaan ini seperti mesin pemotong rumput yang kehilangan baut – bautnya dan tetap bisa memotong rumput – rumput liar di bulan, oleng dan tidak masuk akal.
Di umur 21 ini aku benar – benar kehilangan arah. Aku telah melakukan banyak hal tapi untuk apa? Bagaimana jika semuanya tidak berarti apa – apa? Aku merasa sebagai pecundang sejati, jiwaku sakit dan aku tidak bisa apa – apa. Hari – hari terasa seperti dicambuk oleh pikiranku sendiri. Diriku memiliki masalah untuk memilah – milih perasaannya sendiri, aku tidak pernah tahu apa yang aku inginkan atau aku rasakan. Terkadang rasanya hanya ingin menari, menangis, dan tertawa tanpa alasan yang jelas. Aku bisa izin ke kamar mandi di tengah kelas hanya untuk membenturkan kepala. Aku bisa menghabiskan waktu berjam – jam setelah bangun hanya untuk melihat ke langit – langit kamarku. Aku bisa berangkat dari Cibubur ke Blok M tanpa tujuan yang jelas. Semuanya terasa sangat aneh karena aku benar – benar tidak pernah tahu apa yang aku mau dan apa yang aku butuh. Jiwa dan perasaan kompak menyakiti diriku hampir setiap saat
Kepalaku sering memintaku untuk mati, namun disaat yang bersamaan hatiku memintaku untuk terus berjalan. Aku tidak mengerti apa yang ada di dalam perasaanku ini, rasanya seperti menyimpan banyak memori buruk yang dapat datang tiba – tiba tanpa permisi. Terkadang aku hanya ingin melupakan sesuatu namun terkadang aku bersyukur akan itu. Terkadang aku ingin mati namun terkadang aku hanya ingin merasakannya sesaat. Layaknya Joey yang ingin melupakan Clementine (pada film “Eternal Sunshine of the Spotless Mind”), itu bukan yang benar – benar ia inginkan, ia hanya ingin menghilangkan rasa kecewanya, bukan memorinya; dan mati juga bukan apa yang benar – benar aku inginkan, hatiku hanya ingin merasakan sebuah rasa dengan jelas, bukan mati. Bagiku untuk menjadi stabil saat yang kepala ini inginkan hanyalah kematian itu adalah hal yang sangat sulit. Saat – saat seperti itu banyak menghadirkan pertanyaan – pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab oleh diriku sendiri, bagaikan diminta untuk memilih The Bends atau OK Computer untuk menjadi album Radiohead favorit, sangat sulit.
Rasa baik – baik saja hanya terjadi sementara dan berubah dengan cepat, seperti Ativan dan kecemasan, mereka bersama dan menciptakan rasa baik – baik saja dengan waktu yang sangat singkat. Aku hanya ingin baik – baik saja dengan waktu yang lebih lama karena aku tidak pernah tahu apa yang aku inginkan dan aku bisa hilang kendali. Aku hanya punya memori untuk terus berjalan tapi terkadang memori itu merubah cara hidupku. Aku tidak bisa menonton serial jika tidak lebih bagus dari serial yang aku tonton sebelumnya, aku tidak bisa datang ke restoran yang aku datangi bersama cinta pertama dengan mantan kekasihku yang lain. Aku tidak bisa mendengarkan lagi lagu yang aku putar ketika sedang berat – beratnya. Aku takut dengan pisang karena memiliki memori yang menyakitkan tentang itu. Sungguh semuanya memicu dan menyiksaku bertubi – tubi, tetapi di luar dari itu semua apa yang pernah aku lalui adalah bagaimana cara aku bertahan sekarang. Aku sangat bersyukur semuanya pernah terjadi walaupun terkadang menyedihkan.
Terkadang aku bertanya – tanya, “Kapan semuanya akan masuk akal kembali?” Tetapi terkadang aku juga bertanya pada diriku, “Apakah semuanya harus masuk akal untuk tetap hidup?” Bukankah Kurt Cobain tidak menaruh kunci G sehabis D7 pada lagu Heart-Shaped Box? Bukankah pada film “Silver Linings Playbook” Pat dan Tiffany berdansa dengan lagu The White Stripes? Bukankah Toni Kroos tidak pernah mengganti sepatu bolanya? Bukankah pada film “It’s Kinda of Funny Story”, Muqtada hanya ingin datang ke pesta pizza ketika yang lain memutar lagu Mesir? Itu semua aneh dan tidak masuk akal bagiku tapi bukankah tidak perlu menjadi masuk akal untuk merasakan perasaan selama kita dapat merasakan apa yang benar – benar kita butuhkan dan melakukannya untuk diri sendiri?
Rangkaian dari kejadian – kejadian yang tidak masuk akal bagiku tersebut adalah sebagian dari pertanyaanku, itu semua sedikit menjawab dan membantuku untuk menerima apa yang ada di diriku pada saat ini, memang tidak masuk akal tapi aku akan terus berjalan, memperbaiki apa yang harus diperbaiki, menghadapi semua langsung dimuka dan bersyukur dengan apa yang sudah terjadi. Selagi aku punya cermin untuk berbicara, kucing untuk diberi makan, lagu favorit untuk menari, kanvas untuk dilukis, aplikasi pembuat musik, selimut yang wangi, susu coklat hangat untuk di minum pada tengah malam aku akan terus berjalan walaupun tak tahu kemana dan untuk apa. Tidak hanya perasaan, hidup juga tidak harus masuk akal kan?
Aku rasa sulit untuk sebagian orang untuk memahami situasiku ini, tetapi sungguh itu sebabnya aku menulis. Aku juga benar – benar tidak paham dengan situasiku ini, aku hanya ingin meluapkannya di sini dan membiarkannya berterbangan ke udara atau hinggap di layar ponsel beberapa orang yang membacanya. Aku hanya bingung dan merasa harus melepaskannya. Aku akan terus berusaha untuk mengendalikan jiwaku yang oleng dan memaklumi perasaanku yang tidak masuk akal, karena terkadang itu tidak apa – apa.