Hidup Lingkap Disandera Tenggat: Keputusasaan dalam Belenggu Kapitalisme
Dalam submisi open column ini, Relo Pambudi mendedah makna lagu “Kereta Terakhir dari Palmerah” milik Rekah yang menggambarkan hidup dalam jerat kapitalisme kiwari dan bagaimana caranya untuk perlahan melepaskan diri darinya.
Words by Whiteboard Journal
“Telpon teman, dia bilang: sudah dijalani saja. Masih untung bisa kerja, karena mimpi butuh uang.”
—Rekah, Kereta Terakhir Dari Palmerah
Rekah berhasil melantangkan lirik melalui perasaan tiap-tiap invididu yang terjebak dalam gaya hidup urban yang cepat dan materialistik. Hiruk-pikuk kota digambarkan meleleh menjadi iklan, sementara tekanan dari pekerjaan dan tanggung jawab finansial membuatnya merasa tercekik. Ia sangat ingin pulang namun merasa tidak bisa melakukannya karena tak ada jalan pulang. Menjalani kehidupan sehari-hari yang terus berulang dengan rutinitas kerja yang padat membuat tiap individu pastinya merasa jenuh. Ia merasa tak punya waktu untuk nekat mencari cara keluar dari situasi tersebut, dan hidupnya terasa disandera oleh tenggat waktu dan kewajiban.
Rekah seakan-akan memberikan gambaran atas keinginan akan sebuah pelarian dan meminta agar ada yang membawanya pergi jauh, bahkan jika itu hanya sekadar kereta terakhir dari palmerah. Ia menggambarkan bagaimana minum kopi dan beristirahat sejenak tidak lagi membantu, bahkan pikirannya tak lagi peduli dengan jari-jarinya yang letih karena bekerja.
Mengawali lirik dalam lagu tersebut, Rekah menyatakan bahwa kota yang dahulu ramai dan riuh kini meleleh menjadi iklan. Hal ini mencerminkan bagaimana nilai-nilai komersialisme dan konsumerisme yang dominan dalam masyarakat saat ini. Kita sering terjebak dalam keinginan untuk memenuhi tuntutan sosial, seperti tampilan dan status, yang mendorong kita untuk terus menghasilkan uang dan meminjam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, seseorang sering kali terjebak dalam lingkaran utang dan tidak mampu untuk mengatasi tekanan hidup.
Rekah juga mengkritik tuntutan kerja yang terus meningkat dan tidak adanya keseimbangan antara hidup dan pekerjaan. Ia menggambarkan bagaimana kehidupan sehari-hari sering kali terisi dengan pekerjaan, bahkan hingga larut malam dan tanpa waktu istirahat yang cukup. Lingkungan kerja juga sangat kompetitif dan berat, sehingga orang merasa terjebak dalam tenggat waktu dan tidak memiliki waktu untuk melakukan hal-hal yang mereka nikmati.
Selain itu, Rekah menggambarkan bagaimana orang terjebak dalam kecemasan dan ketidakpastian, seperti tidak tahu kapan akan bisa pulang atau tekanan hidup akan berakhir. Hal ini terutama berlaku untuk mereka yang hidup dengan gaji bulanan dan utang yang menumpuk, atau yang berada di bawah tekanan untuk mempertahankan pekerjaan mereka. Dalam kondisi seperti ini, orang dapat merasa terjebak dan tidak memiliki kendali atas hidup mereka.
Tidak lupa juga kritik terhadap konsumerisme yang mendominasi kehidupan modern. Ia menggambarkan bagaimana logo merek seperti McDonald’s mengisi meja kerja dan bagaimana orang terus-menerus bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kita kehilangan kontak dengan nilai-nilai yang sebenarnya penting dalam hidup, seperti keluarga, persahabatan, dan kebahagiaan.
Dalam lirik terakhir, Rekah mengatakan bahwa tidak ada surga di puncak menara dan meminta untuk dibawa pergi jauh. Hal ini menunjukkan bagaimana kita sering kali terjebak dalam tuntutan hidup yang tidak sehat dan menginginkan kebebasan dari semua itu. Namun, Rekah juga secara ironis menunjukkan adanya sistem serta struktur sosial yang melihat bahwa bukan hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang melakukan eksploitasi, melainkan kita sendiri bisa menjadi pelaku atau korban dari tindakan eksploitasi. Ada orang-orang yang memperalat manusia dengan menghilangkan kendali dan akalnya, terutama banyak dari perempuan dan anak-anak. Kita harus menyadari bahwa tindakan eksploitasi semacam ini merusak kehidupan orang lain dan juga membahayakan masa depan masyarakat kita.
Namun, dalam situasi sulit seperti ini, kita tidak boleh menyerah. Sebagai masyarakat, kita perlu memikirkan cara untuk menangani masalah sosial seperti ini. Kita bisa memulai dengan menjadi lebih sadar tentang hak-hak orang lain dan menghargai kehidupan mereka. Kita juga bisa membantu mereka yang membutuhkan, seperti memberikan bantuan keuangan atau bergabung dengan kelompok sukarelawan. Dengan melakukan hal-hal ini, kita bisa membantu mengurangi tingkat eksploitasi dan kesulitan hidup yang dialami oleh orang lain.
Selain itu, sebagai individu, kita juga harus memperhatikan kebutuhan diri kita sendiri dan mencari keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Kita harus memastikan bahwa kita tidak hanya hidup untuk bekerja, tetapi juga memberi waktu untuk mengejar hobi dan kegiatan lain yang kita sukai. Dengan cara ini, kita bisa menciptakan kebahagiaan dalam hidup kita dan juga menghindari perasaan seperti tersandera oleh tuntutan pekerjaan.
Akhirnya, lagu tersebut juga menunjukkan pentingnya memiliki harapan dan impian dalam hidup. Kita harus mempertahankan impian kita dan terus berjuang untuk mencapainya, meskipun dihadapkan dengan kesulitan hidup. Kita harus memiliki keyakinan bahwa masa depan yang lebih baik selalu ada, dan bahwa kita bisa menciptakannya sendiri. Dengan cara ini, kita bisa memotivasi diri sendiri dan juga membawa inspirasi bagi orang lain.