Dari Toleransi Menuju Persoalan-Persoalan yang Lain
Melihat pentingnya toleransi dalam hidup bermasyarakat.
Words by Whiteboard Journal
Saat saya masih berada di Sekolah Dasar, saya hidup bersama berbagai macam kawan dengan latar belakang yang berbeda-beda, dari mulai agama, suku dan budaya. Salah satu keluarga yang sungguh menarik dulu hidup di sebelah rumah saya, dalam satu atap mereka memiliki agama yang bukan saja dua, tapi tiga. Dalam perbedaan tersebut hal terjadi adalah bahagia itu muncul saat anaknya yang pertama merayakan syukuran dan bersholawat bersama dengan rekan muslimnya, kehangatan tetap terjaga saat anaknya yang perempuan merayakan natal, suka-cita nampak saat kedua orangtuanya akan merayakan waisak. Betul sekali dalam keluarga tersebut terdapat tiga agama, Buddha, Islam dan Kristen.
Tetangganya, termasuk keluarga saya tidak pernah sekalipun mempersoalkan perbedaan di dalam keluarga dengan keberagaman tersebut, justru kami terinspirasi dengan kerukunan yang tercipta dari toleransi beragama tersebut. Bahkan daerah tempat saya menghabiskan masa kecil saya tergolong daerah kampung, walau demikian cara pandangnya justru terbuka. Hidup dengan lingkungan yang bertoleransi dengan kadar baik, membuat saya tumbuh menyadari bahwa perbedaan adalah hal yang tak dapat dielakan oleh masyarakat kita, mayarakat Indonesia. Sejalan dengan Tilaar (1999) menyebutkan yang diperlukan dalam masyarakat bukan sekadar mencari kesamaan dan kesepakatan yang tidak mudah untuk dicapai, justru yang paling penting di dalam masyarakat yang ber-bhineka tunggal ika adalah adanya rasa saling pengertian. Namun, justru makin ke sini saya kadang merasa jengah dengan hal-hal yang terjadi, bangun tidur saya lihat berita di twitter sebuah kuburan dibongkar karena perbedaan dukungan politik. Saya beralih ke instagram muncul peristiwa pemotongan salib di Yogyakarta. Ini kenapa? Iman tergoyahkan oleh suatu simbol?
Salah satu benih dari intoleransi adalah ketakutan, apa yang ditakutkan dari masyarakat yang hidup dengan intoleransi ini? Sebuah iman yang goyah? Bencana alam akan terjadi jika kita memiliki perbedaan keyakinan atau pandangan politik? Aduh dari beratus tahun nama Indonesia belum tersemat, daerah ini sudah memiliki perbedaan keyakinan, dari Hindu, Buddha, Islam, Kristen dan aliran-aliran bercorak budaya yang mungkin kurang saya ketahui. Perbedaan tersebut akan terus bersemayam dalam negara ini justru yang dibutuhkan adalah toleransi yang di dalamnya terdapat rasa saling pengertian, menghargai, dan terbuka akan perbedaan.
Butir refleksi dari adanya toleransi adalah terciptanya kedamaian. Mungkinkah saya masih hidup dalam angan masa kecil saya untuk mendamba toleransi tersebut dapat tercipta secara sederhana, di manapun? Yang saya takutkan justru bukan perbedaan namun sikap-sikap intoleransi yang akan menimbulkan konflik-konflik lainnya, konflik dalam perbedaan agama, konflik dalam perbedaan budaya, konflik dalam perbedaan pandangan politik.
Sikap toleransi dapat ditularkan pada anak-anak, ya jika sulit untuk mengubah yang lebih tua. Semoga keadaan penuh toleransi bukan delusi masa kecil saya, atau anda saja. Banyak persoalan yang lebih layak kita pikirkan, kesetaraan gender, kebebasan berekspresi setiap keyakinan, meretas kemiskinan, pengembangan daerah, meretas kemacetan ibukota. Banyak, dan lebih dari sekadar ketakutan yang berujung intoleransi lantas menimbulkan konflik.
Konflik perbedaan tidak dapat diretas jika kita terus melanggengkan sikap intoleransi, meretas kemiskinan tidak dapat diselesaikan jika masyarakat saling membenci karena suatu perbedaan, bencana alam yang terjadi tak pulih dengan terus mempersoalkan sebabnya terjadi adalah karena suatu perbedaan terjadi di antara kita. Iman kita tetap berdiri tegak jika kita tetap yakin tanpa dapat digoyahkan oleh perbedaan. Pada akhirnya semua dari kita memang butuh dimengerti dan dihargai.
Menciptakan toleransi berarti menghargai diri kita sendiri, menghargai bahwa kita tetap satu dalam berbagai perbedaan. Bukankah jika kita mencintai seseorang kita akan bertoleransi dengan setiap kekurangan dan perbedaan yang ada, mengapa tidak bisa demikian kita terapkan dalam hidup bermasyarakat. Hidup santun, hidup rukun dengan toleransi menuju penyelesaian persoalan lain bersama-sama.