Ladies Parking di Antara Pusaran Perdebatan Seksisme
Vania Almira mempertanyakan hak istimewa wanita dan feminisme lewat ladies parking.
Words by Whiteboard Journal
Teks: Vania Almira
Kehadiran kapitalisme pada era revolusi industri melahirkan sebuah sistem yang dikenal dengan istilah sexual division of labor. Dengan adanya sistem ini, lahir pula kesenjangan antara peran pria dan wanita seiring dengan adanya perbedaan hak dalam berprofesi yang dijadikan alat untuk meminimalkan biaya produksi. Hal ini lantas melahirkan sebuah gerakan oleh para wanita yang merasa bahwa kaumnya dianggap sebagai kelas subordinal dibandingkan dengan pria. Gerakan feminisme ini melahirkan individu-individu yang memperjuangkan hak-hak dasar wanita yang dianggap membutuhkan sebuah kesetaraan secara wajar, terutama hal-hal yang cenderung memancing stereotip terhadap wanita.
Sebagai wanita, kerap kali saya merasakan adanya stereotip-stereotip yang menciptakan jarak antara kaum pria dan wanita. Banyak orang yang belum sadar bahwa kemampuan seseorang tidak dapat diukur dengan perbedaan jenis kelamin. Selain itu saya juga mengakui bahwa hal ini merupakan salah satu topik yang sangat sensitif bagi sekian banyak wanita di dunia. Mungkin dapat dikatakan bahwa saya termasuk wanita yang memiliki pemikiran berbeda karena terlepas dari itu, sebagai wanita saya selalu menanamkan bahwa ‘setara’ bukan berarti ‘sama’ dalam segala hal dan tanpa kita sadari wanita telah diberikan banyak bentuk ‘hak istimewa’ yang sebenarnya pria tidak miliki. Salah satu hak istimewa ini ialah area khusus parkir wanita atau yang biasa disebut dengan ladies parking. Namun, hak istimewa ini juga kerap kali melahirkan sebuah perdebatan.
Perdebatan antara korelasi ladies parking dengan seksisme ini memang bukan hal yang baru. Dari pengalaman pribadi, banyak sekali wanita-wanita yang menganggap hal ini sangat menyinggung derajat wanita ataupun kemampuan wanita dalam mengemudi. Sering kali saya mendengar kata-kata seperti, “Kenapa harus dikhususkan untuk wanita? Memangnya kenapa? Wanita tidak bisa nyetir? Wanita nyetirnya payah makanya sampai dibuatkan parkir khusus?” Pertanyaan seperti itu sangat banyak terlontar dari mulut wanita. Namun di sisi lain, nyatanya banyak juga wanita yang menanggapi hal ini merupakan hal yang wajar dan bahkan sangat membantu, terutama bagi para wanita yang sering mengemudi sendiri.
Bicara jujur, saya termasuk salah satu wanita yang menganggap hal ini wajar. Sejak mendapatkan izin mengemudi, saya jadi lebih terbiasa untuk mengendarai mobil sendiri dibandingkan menggunakan taksi atau jasa kendaraan online. Menurut saya pribadi, sejauh ini kehadiran ladies parking justru sangat membantu, apalagi ketika kita tinggal di kota besar seperti Jakarta. Saya tidak menganggap hal ini offensive karena kebanyakan ladies parking memang diletakkan di area yang sangat strategis. Misalnya, di salah satu mall di area Senayan yang lumayan sering saya kunjungi, ladies parking diletakkan di lokasi dekat pintu masuk dan toilet, ukuran area parkir per mobil juga normal, tidak dilebarkan atau sebagainya. Selain itu, menurut pengamatan saya, di sekitar area ladies parking juga selalu disediakan 1 petugas yang menjaga wilayah ini dan memastikan bahwa memang benar wanita yang mengemudi.
Pada dasarnya memang hampir semua ibukota di dunia memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi. Menurut saya, tersedianya ladies parking pada area yang strategis, merupakan salah satu cara untuk menghindari hal-hal membahayakan ini. Secara sederhana ladies parking dapat dikatakan berguna untuk alasan safety. Di samping itu, kebiasaan orang Jakarta yang rajin untuk pergi ke pusat perbelanjaan seperti mall, membuat ladies parking sangat efisien dan efektif bagi wanita. Tak jarang saya mendapatkan ajakan untuk bertemu kerabat di dalam mall dan tak jarang juga ajakan itu datang di akhir pekan dimana mall sudah pasti ramai, dan area parkir pasti penuh. Karena alasan ini, saya selalu secara otomatis mengarah ke area ladies parking. Bahkan saya sering rela bertukar tempat duduk ke bangku pengemudi jika saya sedang berpergian dengan teman pria agar dapat diberikan tempat pada ladies parking demi menghemat waktu. Ajaibnya, area ladies parking hampir selalu ada yang kosong. Saya sangat merasakan kenyamanan atas keberadaan ladies parking ini, selain menghemat waktu mencari parkir, saya juga tidak perlu repot untuk mencari pintu masuk dan menghapal lokasi parkir yang terkadang cukup sulit untuk diingat.
Hal ini juga dapat dikaitkan dengan gerbong wanita yang tersedia di salah satu negara maju, yakni Jepang. Kereta merupakan transportasi utama bagi warga Jepang, sehingga tak heran jika di kala rush hour, gerbong kereta selalu dibanjiri oleh manusia. Di waktu-waktu seperti ini, hak istimewa seperti gerbong wanita tentunya memberikan kenyamanan lebih. Terlebih lagi, gerbong wanita juga berguna bagi keamanan wanita di negara ini atas kenyataan tingginya persentase pelecehan seksual di Jepang. Dalam pandangan feminisme, hal ini memang merupakan salah satu kasus yang disoroti. Tetapi, bagi saya, apa salahnya mencegah selama belum ada kepastian bahwa hal ini tidak akan terjadi lagi pada wanita?
Lain halnya dengan di Cina karena kebanyakan ladies parking tersedia dengan ukuran yang lebih besar. Parkir yang biasanya cukup untuk 4 mobil, dimodifikasi sebagai parkiran untuk 2 mobil saja. Dalam kasus ini, saya setuju bahwa hal ini sangat wajar menyinggung wanita. Hal ini jelas memberikan cap bahwa wanita bukanlah pengemudi yang baik. Meskipun lokasinya strategis, bisa jadi saya akan menghindari untuk memanfaatkan tipe ladies parking yang seperti ini karena tujuan dasar saya adalah mencari kenyamanan tanpa harus dituduh bodoh dalam memarkir mobil.
Secara kesimpulan, memang banyak wanita yang menganggap hal ini merupakan sesuatu yang dapat memicu perdebatan-perdebatan berbau seksisme karena seiring dengan keuntungan istimewa yang diberikan, adanya hal ini masih memberikan kesan bahwa wanita diperlakukan seperti makhluk yang berbeda. Namun, kembali lagi, dari sisi wanita yang mengemudi, saya merasakan bahwa hak istimewa seperti ini sesungguhnya sangat berguna bagi wanita-wanita yang memang menetap di Jakarta dan sering bepergian ke dalam pusat perbelanjaan. Apalagi tak sedikit juga wanita-wanita independen yang kerap kali rela menghabiskan waktunya di jalanan Jakarta untuk mengemudi. Perlu dipahami juga, Jakarta yang sudah terlalu padat, membuat efisiensi menjadi hal yang sangat penting. Menurut perspektif saya, selama hak-hak dasar wanita tidak ditentang, keuntungan yang bisa didapatkan melalui ladies parking merupakan salah satu hal yang patut disyukuri.
–
“Ladies Parking di Antara Pusaran Perdebatan Seksisme ” dari Vania Almira disubmit melalui program Open Column. Jika ingin menjadi bagian dari program ini, klik tautan berikut: Whiteboard Journal Open Column Program.