Berkebun di Rumah sebagai Solusi Masa Depan Hijau bagi Anak Muda
Dalam rangka world environment day, kami berbincang dengan urban farmer dan inisiator komunitas berkebun dan permaculture untuk membahas urban farming dan masa depannya dalam kehidupan urban
Words by Emma Primastiwi
Ilustrasi: Max Suriaganda
Desain: Mardhi Lu
Selama masa karantina, popularitas berkebun berkembang pesat di kalangan anak muda. Sebagai generasi yang mengangkat pentingnya “wellness” di era modern ini, berkebun atau urban farming dilihat sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan kita secara mental maupun fisik. Di tengah pandemi yang menyajikan begitu banyak isu dalam segi pangan, urban farming dapat dilihat sebagai salah satu solusi untuk kehidupan kota yang lebih makmur. Oleh karena itu, dalam rangka World Environment Day hari Jumat lalu, kami berbincang dengan beberapa tokoh, mulai dari urban farmer, inisiator komunitas berkebun sampai permaculture untuk membahas fenomena urban farming sampai masa depan berkebun dalam kehidupan urban.
Sigit Kusumawijaya
Co-Inisiator Indonesia Berkebun
Apa opini Anda terhadap tren berkebun yang sedang populer di kalangan anak muda?
Saya dan teman-teman di komunitas urban farming Indonesia Berkebun bersyukur dan berbahagia bahwa akhir-akhir ini sudah banyak orang yang mulai sadar akan hidup yang lebih sehat dengan salah satunya melakukan aktivitas berkebun di dalam hunian pribadinya masing-masing atau di sekitar tempat tinggalnya dan berharap agar kesadaran ini tidak hanya menjadi tren yang bisa hilang atau berubah di kemudian hari, tapi juga bisa menjadi bagian dari gaya hidup mereka sampai akhir hayat. Dengan berkesadaran diri untuk hidup sehat dan terhadap lingkungan sekitar, kita bisa menjadi lebih menghargai hidup dan memaknainya.
Sebagai bagian dari tren “wellness” yang populer di kalangan millennials, menurut Anda, bagaimana berkebun bisa meningkatkan kesehatan atau “wellness” kita?
Dengan kita melakukan aktivitas berkebun, secara fisik kita bergerak di lahan kebun kita yang mayoritas adalah tumbuhan yang merupakan sumber oksigen yang baik untuk tubuh kita. Ditambah dengan waktu untuk berkebun yang paling baik adalah di pagi dan sore hari, kita juga ikut terpapar sinar matahari pagi yang banyak mengandung Vitamin D yang juga sangat bermanfaat bagi tubuh, Selain fisik, berkebun juga menyehatkan secara psikis, dikarenakan lingkungan alam yang baik di sekitar kita serta pemandangan warna hijau akan tanaman menimbulkan dampak psikologi yang baik untuk manusia seperti ketenangan, pengurangan stress dan lain-lain.
Kita juga dilatih untuk lebih sabar di saat merawat tumbuhan sama halnya kita merawat makhluk hidup lain seperti binatang peliharaan. Yang lebih penting lagi adalah berkebun disini diutamakan bercocok tanam tanaman pangan yaitu sayuran, buah-buahan dan atau tanaman herbal dimana tanaman yang kita tanam ini juga akan kita konsumsi sendiri atau untuk keluarga kita juga, sehingga kita akan mendapatkan makanan sayuran dari hasil kita berkebun sendiri (grow your own food). Dan dikarenakan kita berkebun untuk pangan keluarga kita sendiri, kita pasti tidak menggunakan pestisida berbahan kimia yang berbahaya, sehingga makanan yang kita konsumsi jauh lebih sehat daripada jika kita belanja sayuran dari pasar atau mall atau tempat-tempat lainnya.
Selama pandemi, salah satu concern terbesar adalah pangan. Merespon isu tersebut, tren berkebun berkembang semakin pesat selama masa karantina ini. Menurut Anda, bagaimana tren berkebun bisa menjadi solusi dari isu pangan yang mungkin akan kita alami di masa depan?
Dengan kita menghasilkan pangan secara mandiri dari hunian kita masing-masing, secara tidak langsung kita sudah mempunyai ketahanan pangan (food security) di skala kecil (keluarga). Ketahanan pangan inilah yang sebenarnya merupakan visi jangka panjang yang ingin dicapai oleh kita semua di masa kita nantinya di masa mendatang akan mengalami krisis pangan diakibatkan semakin tergerusnya lahan-lahan pertanian, dan mayoritas dari generasi muda (termasuk anak-anak petani) yang tidak mau menjadi petani di masa mendatang. Di masa mendatang kita atau generasi penerus kita, anak, cucu dan seterusnya kemungkinan besar akan terancam krisis pangan dimana akan sulit mendapatkan sumber makanan. Untuk mengantisipasinya ketahanan pangan dari skala keluarga itulah yang kita harapkan bisa dimulai dari sekarang dan semoga bisa juga menularkan kesadaran berlingkungan dan berkebun ini ke generasi penerus (anak, cucu) kita agar mereka sudah mulai punya kesadaran ini sejak usia dini sehingga mereka akan siap nantinya di masa mendatang.
Merasakan apa yang sedang kita alami di masa karantina dikarenakan mewabahnya virus Covid-19 mengakibatkan semua manusia tidak bebas melakukan apapun dan sangat terbatasi. Di masa-masa yang sedang terbatas itulah akhirnya banyak orang yang secara sadar dan kreatif untuk memulai gaya hidup sehat dengan cara berkebun pangan di rumahnya masing-masing. Dan masa karantina inilah juga yang mencerminkan kira-kira dunia di masa mendatang, dimana sumber makanan akan terbatas dan akses untuk sumber makanan tersebut sangat sulit sehingga manusia mulai sadar untuk mempunyai ketahanan pangan secara mandiri. Jadi semoga apa yang kita alami ini dan sudah banyak orang-orang yang melakukan berkebun di rumah masing-masing menjadi inspirasi dan pelajaran ke depannya agar mereka tetap konsisten dan sustain untuk melakukan aktivitas berkebun walaupun nantinya wabah ini sudah mereda dan orang-orang sudah bebas melakukan aktivitas lagi di mas “New Normal” nantinya.
Bagi teman-teman yang ini memulai namun belum ada gambaran, tanaman apa yang paling mudah dikelola untuk pemula?
Berkebun sebenarnya cukup mudah jika kita ingin menekuninya dan tidak ada anggapan tangan panas atau tangan dingin seperti yang dipercaya oleh kebanyakan orang. Jadi setiap orang bisa berkebun asal benar-benar niat untuk mencoba dan menekuninya. Sumber-sumber ilmu untuk berkebun juga sudah banyak kita temui misal dari internet, buku atau media sosial. Untuk pemula disarankan tanaman yang mudah penanaman dan perawatannya serta cepat panen terlebih dahulu dan juga disesuaikan dengan kondisi geografis tempat tinggal kita, misal kalau di dataran rendah belum tentu kita bisa menanam tanaman yang hanya tumbuh di dataran tinggi dan sebaliknya. Tanaman-tanaman seperti kangkung, bayam sangat cepat dipanen.
Butuh sekitar 18-21 hari kita bisa panen jika perawatannya baik dan benar. Selain itu kita bisa mencoba menanam tanaman-tanaman sayuran seperti sawi, caisim, selada, kale yang juga lumayan cepat panennya. Kalau sudah bisa dengan tanaman-tanaman yang cukup mudah, kita bisa mencoba tanaman-tanaman yang lebih sulit dan lama panennya seperti cabe, tomat, timun, dll. Pilihlah tanaman sayuran yang sesuai dengan kebutuhan keluarga kita. Misal keluarga kita senangnya makan sayur bayam dengan cabai mungkin kita menanam tanaman-tanaman itu.
Menurut Anda, apakah berkebun bisa mempunyai tempat yang permanen dalam lanskap urban?
Menurut saya sebagai praktisi arsitektur dan urban sangat bisa jika pemilik lahan baik itu pemerintah atau swasta mempunyai kesadaran berlingkungan dan paham akan manfaat urban farming. Berkebun bisa dilakukan dimana saja misal di area Ruang Terbuka Hijau, Ruang Publik yang memang didedikasikan spotnya untuk urban farming, ataupun di lahan-lahan private atau institusi seperti misalnya area perkantoran, komersial, perumahan, dll yang juga mengalokasikan sebagian lahannya untuk urban farming. Dan posisinya tidak harus di level ketinggian tanah, tapi juga bisa secara vertikal atau miring/sloping atau di atas atap bangunan (rooftop).
Dari pengalaman saya sebagai arsitek, saya sudah mendesain ruang publik seperti RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) di 50 titik di seluruh wilayah Jakarta dimana di masing-masing RPTRA tersebut juga dialokasikan spot untuk urban farming. Selain itu tahun lalu saya juga mendesain 2 RTH (Ruang Terbuka Hijau) di kawasan Jakarta Utara dan Selatan yang juga menyediakan spot untuk urban farming. Di tahun ini juga tim saya sedang mendesain Hutan Kota di Jakarta Timur yang juga akan dialokasikan untuk spot urban farming di sebagian lahannya. Jadi menurut saya urban farming juga sudah mendapatkan perhatian di kalangan pemerintah maupun swasta untuk mengalokasikan sebagian lahannya untuk spot urban farming yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat secara kolektif ataupun pemilik lahan tersebut. Walaupun masih sedikit namun sudah mulai timbul kesadaran (awareness) tersebut.
Sita Pujianto
Urban Farmer
Apa opini Anda terhadap tren berkebun yang sedang populer di kalangan anak muda?
Menyambut positif dan ikut senang. Harapannya ini akan terus berlanjut setelah pandemi usai. Karena menanam bukanlah lagi tanggung jawab petani atau menunggu distribusi dari desa ke kota, tapi semua orang bisa berperan melengkapi. Sehingga jika ada kekurangan pasukan karena ketika pandemi misalnya, atau ketika harga beberapa komoditi menjadi langka dan mahal, kita tidak khawatir karena tersedia. Peran anak muda yang suka berkebun juga sangat penting sebagai role model tentang berkebun yang fun, gaya dan pasti banyak ditiru.
Hanya terkait dengan kecenderungan atau tren, sebaiknya juga dibarengi dengan keinginan belajar yang kuat untuk menghasilkan sayuran sehat dengan baik. Banyak kelas-kelas online yang mengajarkan hal tersebut. Dengan ilmu menanam yang cukup, kegagalan menanam bisa dihindari. Jika berhasil, mood menanam akan semakin tinggi bahkan sustain.
Dan meski nanti pandemi telah berakhir, aktifitas kembali seperti semula, tanaman harus tetap dirawat, tidak mubazir dan malah menjadikan gaya hidup yang berkelanjutan.
Sebagai bagian dari tren “wellness” yang populer di kalangan millennials, menurut Anda, bagaimana berkebun bisa meningkatkan kesehatan atau “wellness” kita?
Masyarakat kota, juga kaum milennial-nya, cenderung sibuk, praktis, dan serba instan. Tentu tingkat stress menjadi tinggi terlebih dengan imbauan melakukan semua aktifitas di rumah dan social distancing. Berkebun mengajarkan orang untuk “melambat” dan berkesadaran terhadap proses. Menunggu benih pecah/sprout, melihat bakal daun, bertumbuh besar sampai dengan tersaji di meja makan, adalah proses-proses yang menyenangkan, merelaksasi dan menumbuhkan rasa syukur.
Orang-orang dengan temperamen tidak sabaran, atau mudah marah atau tidak merasa beruntung, akan melihat peristiwa-peristiwa sains yang menakjubkan ketika menanam. Memegang tanah dipercaya akan memberikan energi positif. Kesehatan secara praktis tentu ada, yakni olah tubuh atau stretching ketika beraktifitas mengaduk tanah, memindahkan pot, menyiram dll. Lalu, sinar matahari sebagai asupan vitamin D juga mampu membuat daya tahan tubuh menjadi kuat terutama terkait pencegahan tertularnya virus Covid-19 ini.
Selama pandemi, salah satu concern terbesar adalah pangan. Merespon isu tersebut, tren berkebun berkembang semakin pesat selama masa karantina ini. Menurut Anda, bagaimana tren berkebun bisa menjadi solusi dari isu pangan yang mungkin akan kita alami di masa depan?
Tidak ada yang pernah menyangka kita akan mengalami hal ini bukan. Tidak menutup kemungkinan hal seperti ini akan terjadi kembali. Banyak orang mengestimasi pandemi ini akan berhenti 1 – 2 tahun mendatang. Saat ini adalah saat yang paling tepat untuk menyadari kedaulatan pangan secara mandiri. Mencukupi Sebagian pangan dari kebun bukanlah hal yang sulit. Beberapa tanaman bahkan ada yang bisa panen dalam waktu 7 hari (microgreen), 21 hari (kangkung, bayam), 1,5 bulan, 3 bulan dll. Beberapa jenis sayuran banyak yang bisa tumbuh dan dipanen rutin bertahun-tahun. Jika hal ini diketahui, peran petani dan pemerintah akan sangat terbantu.
Bagi teman-teman yang ini memulai namun belum ada gambaran, tanaman apa yang paling mudah dikelola untuk pemula?
Jika memungkinkan membeli benih dan kebutuhan tanaman di luar baik off atau online silahkan mulai mencari tanah, kompos, sekam bakar dengan perbandingan 1:1:1 sebagai media tanam subur, lalu pot jika tidak ada lahan dan benih-benih sayuran. Bayam dan kangkung adalah yang paling mudah dan cepat. 21 hari sd 1 bulan sudah bisa dipanen. Cocok untuk penanam pemula yang belum sabaran menunggu masa panen yang lama.
Jika tidak mungkin keluar, mulailah melihat sayuran-sayuran yang bisa di-regrow. Sayuran seperti katuk, daun bawang, seledri, pepaya Jepang, beberapa herbs seperti mint dan basil bahkan rimpang-rimpang seperti jahe, kunyit dan sebagainya bisa ditanam dari sekarang. Semua bisa menggunakan pot dengan campuran media tanam yang jelaskan di atas. Regrow cara mudah dan menyenangkan. Layak dicoba. Saya sampai sekarang free daun bawang sudah hampir 1 tahun lho. Selain itu regrow juga memanjangkan sisa konsumsi bahkan meniadakan sampah. Keren kan.
Mau menanam dari benih atau regrow, pastikan matahari di rumah cukup ya. Idealnya 6 sampai dengan 8 jam ya.
Menurut Anda, apakah berkebun bisa mempunyai tempat yang permanen dalam lanskap urban?
Masalah lahan dalam berkebun bisa disikapi dengan pemanfaatan area-area di rumah yang mendapat sinar matahari yang cukup lama. Begitupun jika tinggal di apartemen atau rumah dengan lahan terbatas. Jika kemudian, ingin menanam yang lebih luas, pemanfaatan lahan-lahan tidur yang sering ada di fasum setiap tempat tinggal, bisa jadi solusi. Atas mengikuti komunitas berkebun seperti Indonesia Berkebun yang pastinya memiliki kebun komunitas. Berjejaring dengan teman-teman sefrekuensi minat akan membuat menanam menjadi lebih menyenangkan.
Di masa depan, mungkin tertarik untuk mengembangkan hobi menanam ke arah bisnis? Kenapa enggak, peluang pertanian organic atau makanan sehat bisa jadi impian dari sekarang.
Gibran Tragari
Sendalu Permaculture
Apa opini Anda terhadap tren berkebun yang sedang populer di kalangan anak muda?
Ini saya menganggapnya tanaman pangan ya. Yang pasti cukup senang ya, bahwa berkebun jadi pilihan yang dilakukan ketika masa pandemi ini. Tapi saya sih tidak heran sebenarnya, berhubung besarnya isu climate crisis, kerusakan, dan lain-lain, sepertinya sangat logis kalau berkebun menjadi gerakan yang dipilih untuk dilakukan.
Terkait akan bertahan atau hanya tren saja kah, bagi saya selama sudah memulai dan muncul ketertarikan itu sudah baik. Harapannya dari situ minimal akan muncul inisiasi baru di ke depannya. Contoh yang menarik misalnya ketika saat ini kita justru banyak masak di rumah kita jadi melihat potensi menanam kembali dari sisa sayuran yang kita masak. Jadi sepertinya tren berkebun ini bisa membuka lebih banyak lagi kesempatan untuk bereksperimen dan memulai hal-hal untuk melihat kembali pentingnya kelestarian lingkungan kita.
Sebagai bagian dari tren “wellness” yang populer di kalangan millennials, menurut Anda, bagaimana berkebun bisa meningkatkan kesehatan atau “wellness” kita?
Saya selalu berpikir semua hal baik itu selalu berkaitan. Jadi ketika kita melakukan berkebun dengan cara yang baik, saya percaya akan ada hal baik juga yang bisa didapatkan. Tidak hanya soal mendapatkan makanan ya. Misalnya, di kala pandemi ini dengan berkebun kita juga mendapatkan kesempatan untuk berjemur di pagi hari dan menggerakkan badan kita, sehingga imun tubuh kita lebih kuat juga.
Lalu, dalam berkebun pastinya akan banyak menghadapi kegagalan juga. Hal ini justru membuat kita malah makin menghargai dan bersyukur terhadap keberhasilan-keberhasilan kecil yang kita dapatkan. Belum lagi, dengan kembalinya kebiasaan memasak sendiri, kita juga jadi tertantang untuk menanam makanan kita sendiri. Juga, ketika kita butuh pupuk, kita jadi terdorong untuk mengompos dari sisa-sisa konsumsi kita. Dalam skala yang lebih besar, berkebun pun banyak manfaatnya. Berkebun dapat menjadi solusi pencegahan banjir, kekeringan, sarana bersosialisasi, mengembangkan ekonomi, dan sebagianya. Jadi, menurut saya berkebun ini adalah salah satu pintu masuk ke berbagai hal baik di luar sana.
Selama pandemi, salah satu concern terbesar adalah pangan. Merespon isu tersebut, tren berkebun berkembang semakin pesat selama masa karantina ini. Menurut Anda, bagaimana tren berkebun bisa menjadi solusi dari isu pangan yang mungkin akan kita alami di masa depan?
Memang pangan adalah isu besar dan urban farming juga merupakan salah satu solusi yang ditawarkan. Tapi tentu berkebun di rumah dan di halaman mempunyai batasan. Apalagi dengan lahan yang terbatas juga. Jadi buat saya tren berkebun ini lebih seperti gerbang masuk untuk kita bisa belajar mengenai tumbuhan, makanan, dan alam di sekitar kita. Mengenal sistem pangan yang ada, pola konsumsi, atau bahkan pelaku-pelaku pertanian yang ada di sekeliling rumah. Jadi berkebun bisa menjadi awal kita melihat potensi, untuk berkebun bersama tetangga, membuat inisiatif-inisiatif baru, menumbuhkan kembali rasa gotong royong, dan sedikit-sedikit memulai memecah isu pangan yang sebenarnya sudah ada dari dulu.
Bagi teman-teman yang ini memulai namun belum ada gambaran, tanaman apa yang paling mudah dikelola untuk pemula?
Hmmm, ini yang saya suka bingung jawabnya. Karena sebenarnya apa yang ditanam sangat tergantung tempat menanamnya juga. Yang paling pertama perlu dilakukan menurut saya adalah kenali dulu lahannya, apakah terkena banyak matahari atau tidak, apakah dapat menanam di tanah langsung atau harus di pot, dan sebagainya. Ada baiknya juga melirik-lirik ke tetangga sudah biasa menanam apa saja agar kita punya gambaran tanaman apa saja yang tumbuh dan bertahan di lingkungan kita tinggal.
Biasanya kami di komunitas menyarankan memulai dengan kangkung atau bayam. Dua tanaman ini menyukai banyak matahari dan bisa dipanen dalam waktu yang relatif cepat. Tapi bila kondisinya kurang mendukung, seperti minim matahari, kita dapat memulai dengan menanam rimpang-rimpangan di rumah. Seperti jahe, kunyit, kencur bisa kita cari yang sudah mulai bertunas dan dicoba ditanam. Mungkin tidak harus menanam apa yang dimakan, tapi dimulai dengan memunculkan kebiasaan baru untuk membuat minuman dari rempah-rempahan yang ditanam di rumah.
Menurut Anda, apakah berkebun bisa mempunyai tempat yang permanen dalam lanskap urban?
Pastinya ya. Setahu saya, setiap kota punya kebijakan untuk menyediakan ruang terbuka hijau setidaknya 30% dan setiap area atau bangunan harus mengalokasikan ruang terbuka hijau masing-masing. Jadi sebenarnya tempatnya sudah ada. Tren berkebun ini dapat membuka mata kita untuk mulai memanfaatkan semaksimal mungkin ruang terbuka hijau yang ada di sekitar kita untuk menanam tanaman pangan. Kalau kita ingin tetap menjaga kelestarian bumi, berkebun adalah komponen yang penting. Apalagi dengan ketidakseimbangan ekosistem di area perkotaan yang kemudian menimbulkan banyak masalah lingkungan. Berkebun dapat menjadi penyeimbangnya dengan tetap menjaga keragaman hayati, mengurangi polusi udara, melestarikan resapan air, dan sebagainya.