Melihat Relevansi Calon Presiden Kita dari Mata Anak Muda
Membicarakan hubungan antara millennial dengan politik bersama anak-anak muda, dari Aktris, Atlet sampai Calon Legislatif.
Words by Emma Primastiwi
23 September 2018 menandai awal mulanya kampanye para kandidat presiden menuju Pemilu 2019. Para kandidat pun langsung menggasak isu-isu dan topik pembicaraan yang kerap memanaskan iklim politik Indonesia saat ini. Salah satu topik panas yang juga telah menjadi target terbesar dari kampanye adalah kaum millennial, hal ini dikarenakan pemilih berumur 17-39 akan mencapai 55% di tahun 2019 nanti. Tetapi kaum millennial mempunyai stigma bahwa mereka cenderung apatis terhadap isu-isu politik dan perkembangan negaranya sendiri, mengapa? Bisa dibilang karena politik Indonesia mempunyai reputasi yang kotor, bisa juga karena millennial merasa bahwa suara mereka kurang didengar oleh para pengelola negara. Maka dari itu, kami berbincang dengan beberapa anak muda dari berbagai macam latar belakang untuk membicarakan hubungan antara millennial dengan politik.
Valerie Thomas
Aktris/Model
Bagaimana menurut Anda pandangan/stigma bahwa generasi millennial cenderung apatis terhadap politik?
Generasi millennial tidak boleh apatis menyikapi keadaan, harus mempunyai sikap optimis dan peka terhadap perkembangan kultur budaya dan global.
Bagaimana Anda melihat iklim politik Indonesia saat ini dibanding 5 tahun yang lalu?
Saya bukan orang yang terlalu fokus terhadap politik. Tentunya melalui media kita melihat perkembangan politik dan politik itu selalu dinamis dan saya orang yang selalu melihat perkembangan sebagai sesuatu yang positif.
Dengan media sosial, tentunya komunikasi antara rakyat dan tokoh-tokoh pemerintahan sudah lebih direct. Menurut Anda, apakah hal ini bisa mengajak millennial untuk lebih terlibat dalam politik?
Media sosial merupakan jendela millennial untuk bisa mengekspresikan hal-hal yang positif. Bentuk ungkapan atau concern terhadap dunia politik bisa disampaikan melalui media sosial. Tetapi harus dengan cara yang memperhatikan etika sehingga tidak menimbulkan rasa ketersingungan kepada pihak ketiga. Yang intinya, media sosial bisa dijadikan platform bagi millenial untuk berkomunikasi dengan tokoh-tokoh tersebut, tetapi harus dengan cara yang bijak, cerdas dan intelek.
Sebagai seorang millennial, apakah Anda mempunyai gambaran tentang bagaimana pemerintah bisa lebih banyak melibatkan generasi ini dalam perkembangan negara?
Tentunya pemerintah bisa melibatkan generasi millennial dalam hal hal yang bersifat kreatif karena generasi millennial adalah generasi yang ingin melihat ke depan, peka terhadap perkembangan, adaptif terhadap situasi global dan menginginkan kehidupan yang lebih baik ke depannya. Program-program yang melibatkan generasi millennial, sangat baik jika bisa mendengarkan aspirasi positif dari generasi millennial sehingga pemerintah bisa paham/mengerti konsep apa yang ada dalam pikiran generasi ini.
Mengenai kedua kandidat presiden sekarang, apakah Anda merasa kedua calon ini telah mewakili semangat generasi sekarang?
Kedua kandidat presiden tentunya orang-orang yang terpercaya makanya mereka terpilih. Maka dari itu, saya percaya masing-masing dari mereka aware dan concerned terhadap generasi millennial. Saya juga percaya pak Jokowi sudah mengerti bagaimana beliau cukup peka dan mengerti generasi kami.
Baskara Putra
Vokalis .Feast
Bagaimana menurut Anda pandangan/stigma bahwa generasi millennial cenderung apatis terhadap politik?
Menurut saya tidak seperti yang digambarkan ya. Tergantung juga bagaimana kita mendefinisikan ‘politik’ pada akhirnya. Karena apapun yang semua orang lakukan tiap hari pasti ada aspek politisnya, atau secara tidak langsung mencerminkan sikap politik mereka. Dari bagimana tiap orang bikin remark di media sosial sampai cara mereka pakai baju atau pilihan tempat nongkrongnya. Jika dalam berkata ‘politik’ maksudnya adalah ‘berita politik’ baru, beda cerita. Untuk bilang anak muda perkotaan besar benar-benar tidak tahu sepertinya tidak tepat. Karena pasti semua orang setidaknya baca sekilas karena lihat notifikasi di media sosial, reshare orang lain, atau push notification yang masuk dari berbagai media di hp pasti pernah mengalami. Sekarang kejadian dan berita apapun cara menyuguhkannya benar-benar di depan muka. Jadi mungkin secara spesifik apatis terhadap kejadian dan berita dunia perpolitikan, namun bukan berarti apatis terhadap politik.
Bagaimana Anda melihat iklim politik Indonesia saat ini dibanding 5 tahun yang lalu?
Dulu saya berkuliah di FISIP UI bersama teman-teman di .Feast, dan obrolan sosial politik jadi makanan sehari-hari, walau tidak dalam tone yang terlalu serius. Saya ingat juga diskusi dengan tema-tema yang sensitif pun banyak, acaranya banyak, tapi tidak apa-apa. Saya dengar dari junior sekarang sudah agak sulit bahkan di kampus untuk bikin hal serupa seperti yang kami lakukan dulu sekitar 2013-2014. Kalau dibilang orang semakin sensitif mungkin benar juga. Untuk respon publik terhadap lagu atau karya apapun yang .Feast buat saya tidak bisa banyak membandingkan, karena .Feast baru aktif di publik mulai 2017 akhir, dan memang mau bicara apapun harus banyak lihat kiri-kanan lantaran banyak yang suka ‘mencolek’. Mungkin kalau kami aktifnya beberapa tahun lalu tidak seperti ini. Saya perhatikan sekarang semua isu bisa aja ‘digoreng’, orang cepat tersinggung. Mungkin kurang ngemil.
Dengan media sosial, tentunya komunikasi antara rakyat dan tokoh-tokoh pemerintahan sudah lebih direct. Menurut Anda, apakah hal ini bisa mengajak millennial untuk lebih terlibat dalam politik?
Pasti, selama cara komunikasinya tepat. Saya perhatikan cara ‘bicara’nya semakin muda, mungkin karena anggota tim di balik masing-masing tokoh juga terdiri dari banyak anak muda (walau masih banyak yang cara menyentuh anak mudanya masih katro/norak). Namun jika ingin melibatkan anak muda lebih jauh lagi saya rasa butuh lebih dari sekadar cara komunikasi yang tepat; saat mereka bicara kebijakan masih banyak yang tidak mengerti, saya pun kadang-kadang begitu. Jadinya sering terkesan tokoh politik hanya jualan citra saja. Berapa banyak program yang memang diciptakan atau didirikan untuk pemilih/anak muda? Atau setidaknya dikomunikasikan dengan cara yang mudah untuk dicerna. Seringkali mereka hanya terlihat muda saat foto selfie bareng orang-orang saja, atau datang ke festival dan variety show di TV, atau saat terlihat memakai streetwear, atau membeli brand lokal. Selebihnya tidak terlalu.
Sebagai seorang millennial, apakah Anda mempunyai gambaran tentang bagaimana pemerintah bisa lebih banyak melibatkan generasi ini dalam perkembangan negara?
Buat millennial mengerti dulu apa yang sedang dibicarakan. Saya tidak percaya saat dibilang topiknya terlalu berat untuk dikemas ulang; banyak media yang sudah melakukan dan berhasil. Saya jarang sekali melihat cara komunikasi seperti ini datang dari politikus atau pembuat kebijakan itu sendiri. Yang ingin terlibat saya yakin banyak. Di kolom komentar media-media baru yang bisa membahasakan dengan ringan banyak anak mudanya kok, dan responnya kebanyakan serius.
Janji-janjinya sih ada, namun saya dan lingkungan sekitar saya (yang sama-sama aktif di seni dalam bidang apapun) sepertinya belum ada yang merasakan dampak yang substansial, ya.
Menurut Anda, apakah kedua kandidat presiden di kampanye mendatang ini telah mendukung generasi millennial untuk berkarya?
Janji-janjinya sih ada, namun saya dan lingkungan sekitar saya (yang sama-sama aktif di seni dalam bidang apapun) sepertinya belum ada yang merasakan dampak yang substansial, ya. Mungkin berbeda jika dengan seniman yang berada di lingkar-lingkar sosial yang lebih tinggi. Yang saya tahu hanya cerita tentang bagaimana PR value berbagai acara, grup musik, kelompok seni, atau brand lokal yang naik karena dikunjungi atau dijamah oleh Pak Jokowi. Mungkin itu. Tak adil juga jika apa yang beliau lakukan tidak dikatakan sebagai sebuah kontribusi.
Keraguan harus selalu ada. Figur pemimpin harus diingatkan terus.
Mengenai kedua kandidat presiden sekarang, apakah Anda merasa kedua calon ini telah mewakili semangat generasi sekarang?
Di mata saya, Pak Jokowi lebih ‘bersahabat’ untuk pemilih muda dari lingkungan sekitar. Namun persepsi ini juga tercipta karena beliau banyak bersinggungan dengan berbagai artefak/aktivitas budaya populer seperti festival musik dan vlogging. Lain cerita untuk perihal kebijakan. Pertanyaan ‘adakah yang bisa’ menurut saya cukup berat; untuk menjawab ini dengan 100% keyakinan penuh bagi saya hanya menandakan bahwa seseorang cukup terbutakan dan tak bisa melihat figur tersebut secara objektif. Keraguan harus selalu ada. Figur pemimpin harus diingatkan terus.
Dhea Seto
Pelaku Seni Tari & Seni Peran
Bagaimana menurut Anda pandangan/stigma bahwa generasi millennial cenderung apatis terhadap politik?
Saya kurang setuju, malah saya melihat generasi millennial cukup tertarik dan menggebu-gebu terhadap isu politik saat ini, walaupun ada yang ke jalan yang benar, dalam arti mereka benar-benar mempelajari isu apa yang ada dan mencari tahu dari sumber yang terpercaya, ada juga yang masuk parpol. Ada juga beberapa teman-teman yang hanya terbawa suasana, hanya terpancing, hanya membaca di media sosial dan sumber yang tidak terpercaya atau tidak bertanggung jawab. Tapi yang saya lihat, jika berbicara tentang politik, zaman dulu itu pembicaraan yang sangat tua, tetapi sekarang telah menjadi pembicaraan sehari-hari atau menjadi topik debat atau sebagai ajakan untuk reuni. Jadi dari saya sendiri melihat justru millennial malah tertarik terhadap kondisi politik saat ini.
Perbedaan malah menjadi sebuah hal yang mengerikan, jika beda perbedaan malah jadi ribut.
Bagaimana Anda melihat iklim politik Indonesia saat ini dibanding 5 tahun yang lalu?
Menurut saya, saat ini jauh lebih memanas. 5 tahun yang lalu itu sepertinya adem-adem saja, seperti 5 tahun sebelumnya lagi, tapi itupun juga karena saya baru memperhatikan politik saat ini, sama halnya dengan teman-teman sepantaran, atau yang lebih muda atau yang lebih tua. Karena anak-anak sekarang sudah terjun ke dunia politik, akhirnya seperti itu tadi, ada yang berperan secara langsung atau hanya membuat situasi semakin kacau atau memanas dan hanya mengompori karena hanya mengetahui isu dari mulut ke mulut. Jadi akhirnya mereka menghakimi para politikus karena hanya melihat dari satu sudut pandang. Maka dari itu, yang saya lihat iklim politik saat ini sensitif sekali, yang dulu ketika berbeda pilihan menjadi suatu hal yang pribadi sekarang lebih frontal, dan yang agak mengerikan adalah perbedaan itu menjadi sebuah ancaman. Perbedaan malah menjadi sebuah hal yang mengerikan, jika beda perbedaan malah jadi ribut.
Dengan media sosial, tentunya komunikasi antara rakyat dan tokoh-tokoh pemerintahan sudah lebih direct. Menurut Anda, apakah hal ini bisa mengajak millennial untuk lebih terlibat dalam politik?
Iya, sangat-sangat berperan besar. Karena saya sendiri pun demikian, akhirnya tertarik untuk mengetahui, “Kenapa sih politik sekarang jadi panas banget?” Saya juga ingin tahu tokoh politik ini sedang ada isu apa, kemudian apa prestasi tokoh politik apa saja. Itu semua saya tahu dari media sosial dan membuat saya sadar bahwa penting sekali bagi kita untuk ikut serta bukan hanya dari kanan-kiri atau dari pilihan keluarga atau hanya dari satu sudut pandang, itu tidak bisa. Akhirnya saya menjadi sadar, saya jadi lebih tertarik terhadap politik karena itu mencakup kehidupan saya juga, dan saya sadar jika memilih kandidat tidak boleh main-main, harus lebih tau lebih dalam. Dengan cara apa? Dengan membaca buku, dengan membaca biografi tokoh-tokoh tersebut, bukan dari satu sumber saja, mencari tahu dari pakar politik atau diskusi dengan teman-teman dan tidak pernah menutup kuping. Jangan terlanjur benci terhadap tokoh politik tersebut.
Dengan kita tahu sejarahnya, kita juga tahu bagaimana cara memperbaiki atau mengembangkannya.
Sebagai seorang millennial, apakah Anda mempunyai gambaran tentang bagaimana pemerintah bisa lebih banyak melibatkan generasi ini dalam perkembangan negara?
Yang ada di gambaran saya saat ini mungkin dengan cara mengadakan forum-forum diskusi. Misalkan menentukan satu isu, dan melibatkan anak-anak dari seluruh Indonesia untuk membahas topik tersebut. Jadi benar-benar melibatkan anak-anak dalam isu tersebut. Contohnya, topik mengenai kesetaraan gender, nah undanglah anak-anak yang memperhatikan isu tersebut, atau bisa informasi itu disebarkan di sekolah dan menawarkan perwakilan dari sekolah tersebut untuk mengajak anak-anak yang tertarik untuk membahas isu tersebut. Jadi benar-benar terasa dari seluruh Indonesia yang memberikan tanggapan tentang isu-isu yang akan dibahas. Tapi sebetulnya, yang dilakukan oleh pemerintah sekarang sudah demikian, saya pernah diundang staf kepresidenan untuk membahas suatu isu. Bisa juga dipasang di media sosial atau mungkin dibuat suatu aplikasi yang membahas mengenai sejarah yang benar-benar mendalam tentang Indonesia. Karena menurut saya ketika kita ingin terlibat dalam perkembangan negara saat ini, kita harus tau negara kita itu seperti apa dulunya, tokoh politik ini seperti apa, terkait apa dulunya. Dengan kita tahu sejarahnya, kita juga tahu bagaimana cara memperbaiki atau mengembangkannya. Karena saya sendiri, dan generasi millennial sepertinya kurang memahami sejarah kita bagaimana, dan informasi ini sangat penting jika kita ingin membantu mengembangkan negara.
Menurut Anda, apakah kedua kandidat presiden di kampanye mendatang ini telah mendukung generasi millennial untuk berkarya?
Pernyataan saya ini akan tidak adil karena saya tidak tahu Pak Prabowo itu seperti apa dan kebetulan Pak Jokowi sudah menjabat hampir lima tahun ini jadi saya bisa melihat kerja nyatanya. Sedangkan, Pak Prabowo belum menjabat menjadi presiden, dan juga saya belum membaca biografi Pak Prabowo kemudian Pak Sandiaga Uno juga, dan saya juga belum mencari tahu secara detail tentang sosok beliau. Jadi saya tidak tahu. Tapi kalau Pak Jokowi sendiri saya bisa melihat beliau mendukung generasi millennial untuk berkarya seperti salah satunya mungkin mengenakan pakaian hasil anak bangsa, kemudian dengan mengundang content creator, influencer dan YouTuber ke istana. Karena beberapa teman saya diundang dan mereka merasa diakui dan sangat dihargai jadi membuat mereka lebih semangat untuk berkarya. Itu sangat berpengaruh, walau terdengar hanya mengundang itu sangat berpengaruh kepada mental kita dan semangat kita jika diakui keberadaannya. Bagi Pak Prabowo, ini terdengar sangat tidak adil karena saya belum tahu lebih dalam tentang beliau.
Mengenai kedua kandidat presiden sekarang, apakah Anda merasa kedua calon ini telah mewakili semangat generasi sekarang?
Menurut saya keduanya cukup mewakili semangat generasi muda. Apalagi di acara Asian Games kemarin saat Hanifan, atlet pancak silat memeluk kedua kandidat presiden, berita lain jadi terangkat, Hanifan jadi sering di wawancara dan lain sebagainya. Jadi menurut saya itu memperlihatkan keduanya sama-sama mendukung semangat generasi sekarang. Seperti Hanifan sempat bilang, Pak Prabowo banyak mengajarkan hal positif bagi generasi muda, yang akhirnya membuat Hanifan termotivasi dan mengingat kata-kata beliau sampai akhirnya ia bisa mendapatkan medali emas. Dan untuk pak Jokowi juga karena hasil kerjanya selama lima tahun ini, sangat mendukung semangat generasi ini juga. Terkait dengan kejadian di Asian Games, terlihat bahwa keduanya ingin menyatukan Indonesia, ingin yang terbaik untuk Indonesia dan sama-sama mendukung generasi sekarang.
Naufal Nabilah
Mahasiswa – Coventry University
Bagaimana menurut Anda pandangan/stigma bahwa generasi millennial cenderung apatis terhadap politik?
Wajar apabila generasi millennial bisa dibilang apatis karena adanya trauma dari era Orde Baru yang menggambarkan politik itu kotor dan kejam. Politik juga awal nya bisa dibilang tidak bersahabat bagi generasi millennial yang membuat mereka menjadi apatis.
Bagaimana Anda melihat iklim politik Indonesia saat ini dibanding 5 tahun yang lalu?
Dibanding 5 tahun lalu iklim politik di Indonesia jauh lebih memanas sekarang, karena adanya media sosial dimana pemerintahan melakukan kebijakan yang tidak sejalan dengan rakyat bisa menjadi kontroversi atau hujatan statement dari masyarakat atau oposisi pemerintahan itu sendiri.
Dengan media sosial, tentunya komunikasi antara rakyat dan tokoh-tokoh pemerintahan sudah lebih direct. Menurut Anda, apakah hal ini bisa mengajak millennial untuk lebih terlibat dalam politik?
Tentunya dengan adanya percepatan informasi di media sosial berpotensi tinggi untuk menarik generasi millennial untuk terlibat di dalam dunia politik secara tidak langsung.
Kaum millennial bisa memiliki aspirasi sendiri tanpa harus melewati partai politik.
Sebagai seorang millennial, apakah Anda mempunyai gambaran tentang bagaimana pemerintah bisa lebih banyak melibatkan generasi ini dalam perkembangan negara?
Titik awal untuk menarik generasi millennial bisa dimulai dengan mendorong komunikasi terbuka di dalam media digital, di mana kaum millennial bisa memiliki aspirasi sendiri tanpa harus melewati partai politik.
Menurut Anda, apakah kedua kandidat presiden di kampanye mendatang ini telah mendukung generasi millennial untuk berkarya?
Dua kandidat mendatang menurut saya sudah cukup mendukung generasi millennial dimana mereka melibatkan generasi muda untuk bergabung.
Mengenai kedua kandidat presiden sekarang, apakah Anda merasa kedua calon ini telah mewakili semangat generasi sekarang?
Dua kandidat sekarang cukup mewakili semangat generasi sekarang. Dengan adanya Jokowi dan Sandi yang membuat wajah generasi penerus terlibat dan menarik semangat generasi muda.
Sekar Krisnauli
Mahasiswa – Boston University
Bagaimana menurut Anda pandangan/stigma bahwa generasi millennial cenderung apatis terhadap politik?
Dengan adanya platform media sosial yang mudah diakses, banyak anak muda yang menggunakan akun mereka masing-masing untuk menyuarakan kepecerayaan politis mereka. Mungkin bukan untuk ikut dalam politik praktis, tetapi platform tersebut memudahkan pengguna, dalam hal ini generasi millennial, dalam menggaungkan isu-isu yang penting bagi mereka. Sikap-sikap seperti itu secara tidak langsung adalah kegiatan berpolitik dan advokasi. Dengan begitu, generasi millennial menurut saya akan semakin sigap dan rinci memperhatikan proses berpolitik di Indonesia.
Bagaimana Anda melihat iklim politik Indonesia saat ini dibanding 5 tahun yang lalu?
Iklim politik sekarang memanas dalam semangat menyambut Pemilu serentak! Ini pertama kalinya pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dilaksanakan bersamaan. It’s a democratic experiment for all of us as a nation.
Dengan media sosial, tentunya komunikasi antara rakyat dan tokoh-tokoh pemerintahan sudah lebih direct. Menurut Anda, apakah hal ini bisa mengajak millennial untuk lebih terlibat dalam politik?
Sangat bisa!
“Politics is about meeting people where they are,” sebut Barack Obama
Sebagai seorang millennial, apakah anda mempunyai gambaran tentang bagaimana pemerintah bisa lebih banyak melibatkan generasi ini dalam perkembangan negara?
“Politics is about meeting people where they are,” sebut Barack Obama di salah satu episode podcast “Making Obama” keluaran NPR di Amerika Serikat. Saya tidak ada proposal kebijakan khusus untuk menggaet generasi millennial, tapi sikap berani berkompromi dan mendengar lawan bicara menurut saya adalah langkah awal yang produktif.
Menurut Anda, apakah kedua kandidat presiden di kampanye mendatang ini telah mendukung generasi millennial untuk berkarya?
Ya, dengan caranya masing-masing.
Mengenai kedua kandidat presiden sekarang, apakah Anda merasa kedua calon ini telah mewakili semangat generasi sekarang?
Sebetulnya saya sendiri kurang begitu paham secara pakem dan matang semangat generasi millennial itu seperti apa. Yang pasti, menurut SMRC, 55% dari pemilih ialah generasi millennial, yakni mereka yang lahir antara tahun 1983 dan 2000, dan 10% dari pemilih ialah pemilih pemula. Maka, menurut saya, suara millennial akan menjadi kunci pemenangan Pemilu serentak 17 April 2019 nanti, khususnya dalam ranah Pemilu Presiden.
Sivia Azizah
Penyanyi
Bagaimana menurut Anda pandangan/stigma bahwa generasi millennial cenderung apatis terhadap politik?
Tentu saja itu stigma yang salah. Setiap generasi punya caranya sendiri untuk merespon banyak hal termasuk politik. Mungkin hanya sebagian generasi millennial yang apatis terhadap politik tapi bukan berarti bisa dipukul rata.
Bagaimana Anda melihat iklim politik Indonesia saat ini dibanding 5 tahun yang lalu?
Berkembang ke arah yang lebih baik dan lebih terbuka. Para pembuat kebijakan yang peka media sosial membuat kita lebih mudah untuk menyampaikan suara kita. Dengan kata lain, masyarakat dapat berdiskusi secara tidak langsung dengan pemimpinnya. Meski ada juga yang memanfaatkan keterbukaan akses tersebut untuk hal-hal yang negatif (menghasut, menyebar kebencian, dan lain-lain).
Sebagai seorang millennial, apakah anda mempunyai gambaran tentang bagaimana pemerintah bisa lebih banyak melibatkan generasi ini dalam perkembangan negara?
Ada istilah “Generasi Muda adalah Agen Perubahan”, artinya pemerintah perlu lebih aktif untuk mengajak/melibatkan generasi millennial dalam setiap gerakan yang direncanakan.
Menurut Anda, apakah kedua kandidat presiden di kampanye mendatang ini telah mendukung generasi millennial untuk berkarya?
Kalau dilihat-lihat, kampanye kedua kandidat terlihat mendukung iklim positif untuk generasi millennial berkarya. Namun, apakah pemerintahan 5 tahun ke depan akan meneruskan/meningkatkan kebebasan dan dukungan untuk generasi millennial dalam berkarya? Tidak ada yang tahu juga.
Mengenai kedua kandidat presiden sekarang, apakah Anda merasa kedua calon ini telah mewakili semangat generasi sekarang?
Spirit yang mereka bawa sudah mewakili generasi sekarang, tugas kita adalah mengingatkan jika nantinya presiden terpilih melenceng dari janjinya saat kampanye.
Christian Gunawan
Atlet
Bagaimana menurut Anda pandangan/stigma bahwa generasi millennial cenderung apatis terhadap politik?
Menurut saya, pandangan ini merupakan sebuah stereotip belaka. Ada banyak kader-kader generasi millennial yang bersedia untuk turut serta dalam politik, namun kendalanya pada saat ini adalah kurangnya recognition dari generasi yang di atas, yang menganggap generasi millennial sebagai (masih) anak-anak. Jikalau kita membandingkan dengan pemuda-pemudi pada era sebelum kemerdekaan, tentu kita melihat generasi yang sekarang sebagai apatis: namun sebenarnya apatisme itu sendiri sudah memiliki makna spesifik yang berbeda seiring berjalannya waktu.
Bagaimana Anda melihat iklim politik Indonesia saat ini dibanding 5 tahun yang lalu?
Despite the fact that politics is now more transparent than ever, considering how easy it is for news to spread through mass media, the politics in Indonesia is even more corrupted. The easier it is for news to spread, the harder it is for the criminals to try to cover up. In addition, people’s perspective on what is right and what is wrong, too, has now been corrupted. People get “brain-washed” very easily, leaving very little room for tolerance towards others. Demanding more for their right to be heard, but forgetting to respect other people’s right to freedom of speech.
Dengan media sosial, tentunya komunikasi antara rakyat dan tokoh-tokoh pemerintahan sudah lebih direct. Menurut Anda, apakah hal ini bisa mengajak millennial untuk lebih terlibat dalam politik?
Yes. Not only does it help socialize information but it also helps to raise awareness to the society (to the current issues). Millennial nowadays tend to think forward, and once they know that there are unresolved issues, they often want to get involved in resolving them. With current figures reaching out to them personally on social media, these millennials can feel like they actually belong in a society and triggers them to want to contribute to the society, including in politics.
Sebagai seorang millennial, apakah Anda mempunyai gambaran tentang bagaimana pemerintah bisa lebih banyak melibatkan generasi ini dalam perkembangan negara?
For starters, create a competent generation. There are different approaches for different sectors. For example, if the state wants to do so in the economic sectors, the government can have trainings for future entrepreneurs and show support for local products. Generally though, the government should support education even more, so more people would know and understand and may also contribute for a better tomorrow.
Namun perlu diingat, bahwa bukan hanya dukungan dalam bentuk pelatihan, namun juga mulai melihat generasi millennial sebagai sederajat, sebagai kolega, dan bukan sekadar murid.
Menurut Anda, apakah kedua kandidat presiden di kampanye mendatang ini telah mendukung generasi millennial untuk berkarya?
Dukungan bagi generasi millennial selalu dijanjikan oleh semua kandidat dalam kampanye-kampanyenya. Namun perlu diingat, bahwa bukan hanya dukungan dalam bentuk pelatihan, namun juga mulai melihat generasi millennial sebagai sederajat, sebagai kolega, dan bukan sekadar murid.
Mengenai kedua kandidat presiden sekarang, apakah Anda merasa kedua calon ini telah mewakili semangat generasi sekarang? Apabila tidak, kira-kira ada kah tokoh yang bisa?
Belum bisa dilihat dari sekarang, mengingat belum mulainya masa kampanye, apalagi masa jabatan.
Cherish Hariette Mokoagow
Calon Anggota DPD RI 2019 – 2024 Dapil Sulawesi Utara
Bagaimana menurut Anda pandangan/stigma bahwa generasi millennial cenderung apatis terhadap politik?
Agak keliru jika kita menyebut generasi millennial sebagai generasi yang apatis terhadap politik. Aksesnya yang baik terhadap teknologi internet membuat generasi ini dapat mengakses informasi apa saja, termasuk yang berhubungan dengan politik. Sebetulnya generasi ini lebih melek daripada generasi lainnya. Hanya saja, politik bukan hanya sebatas informasi. Politik juga butuh kemampuan analisis untuk menguji validitas kebenarannya. Ketidakcukupan daya analisis justru berbahaya karena dapat membentuk persepsi yang salah nantinya. Jadi apakah generasi millennial itu apatis terhadap politik, jawabnya tidak juga. Tapi apakah mereka benar-benar melek politik? Juga tidak menurut saya.
Bagaimana Anda melihat iklim politik Indonesia saat ini dibanding 5 tahun yang lalu?
Tentu saja ada perubahan. Iklim demokrasi Indonesia makin baik. Relasi politiknya juga semakin hari semakin membaik, misalnya pada persoalan money politics, menurut riset dalam kurun lima tahun terakhir, politik uang tidak terlalu efektif dalam mempengaruhi perilaku pemilih. Pemilih makin rasional dan mandiri dalam menentukan sikap. Di samping itu, partisipasi perempuan dan anak muda yang lebih mendapatkan ruang yang lebar dalam politik. Tapi masih ada beberapa sisi negatif dalam sistem politik kita, seperti masih berlanjutnya praktek oligopoli dalam sistem politik, yaitu kecenderungan kekuasaan untuk memonopoli ruang-ruang politik. Ini problem serius dalam politik modern, ruang partisipasi yang terbuka lebar tapi akses, resources politik, juga kebijakan, justru dimonopoli oleh segelitir oligarki politik saja.
Dengan media sosial, tentunya komunikasi antara rakyat dan tokoh-tokoh pemerintahan sudah lebih direct, menurut anda, apakah hal ini bisa mengajak millennial untuk lebih terlibat dalam politik?
Ada karakteristik khusus yang membedakan millennial dibanding generasi lain, yakni akses mereka terhadap internet yang sangat baik. Generasi ini merupakan generasi digital native. Dalam konteks politik Indonesia, jumlah generasi millennial menghuni proporsi 46% dari total keseluruhan pemilih pada pemilu 2019. Angka yang sangat menentukan. Karena itu, menurut saya, media sosial menjadi sarana komunikasi yang efektif dalam mengedukasi generasi muda atau kaum millennial untuk mengubah pandangannya terhadap politik. Sehingga mendorong kesadaran untuk meningkatkan partisipasi politiknya.
Sebagai seorang millennial, apakah anda mempunyai gambaran tentang bagaimana pemerintah bisa lebih banyak melibatkan generasi ini dalam perkembangan negara?
Indonesia sedang dihadapkan dengan masalah demografi. Menurut saya jika masalah ini terkelola dengan baik, maka bonus demografi ini dapat mendatangkan kemanfaatan yang besar bagi kesejahteraan. Kita bisa belajar dari kisah Jepang yang mampu mengelola masalah ini dengan baik di era 90-an. Tapi jika tidak terkelola dengan baik, maka hanya akan menjadi beban bagi negara. Ditambah lagi dengan perubahan ekonomi dari konvensional menjadi modern. Contohnya adalah berkembangnya bisnis start up. Jadi menurut saya, ini adalah salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan dengan baik oleh negara untuk melibatkan generasi millennial.
Namun pemerintah wajib merumuskan kebijakan yang lebih berorientasi pada pembangunan sumber daya manusia. Seperti memperbaiki kualitas pendidikan, menyediakan fasilitas balai latihan kerja yang memadai, dan lain-lain. Sehingga dengan begitu, kita punya banyak stok sumber daya yang siap berkompetisi. Tantangan kita di masa depan, khususnya di era pasar bebas adalah menghadapi anak-anak muda dari negara-negara lain. Oleh karena itu, pemerintah memang wajib melibatkan generasi muda dalam merumuskan kebijakan terkait pembangunan kepemudaan pada umumnya dan generasi millennial pada khususnya.
Jadi kunci keberpihakan harus dilihat pada program keduanya.
Menurut anda, apakah kedua kandidat presiden di kampanye mendatang ini telah mendukung generasi millennial untuk berkarya?
Keberpihakan pada generasi millennial itu hanya bisa diukur lewat sejauh mana keduanya menghadirkan program-program yang berpihak pada para millennial. Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa karena Sandiaga lebih berpenampilan lebih muda maka dia lebih pro millennial, atau tidak bisa juga kita menyebut karena Kiyai Ma’ruf amin jauh lebih tua maka dia tidak berpihak pada para millennial. Jadi kunci keberpihakan harus dilihat pada program keduanya. Karena sejauh ini, belum ada satupun yang secara serius berbicara persoalan kebijakan pembangunan kepemudaan yang terencana, sistematis, dan komprehensif. Para millennial dipandang masih sebatas pasar elektoral saja, penyumbang suara dalam pemilu.
Mengenai kedua kandidat presiden sekarang, apakah anda merasa kedua calon ini telah mewakili semangat generasi sekarang? Apabila tidak, kira-kira ada kah tokoh yang bisa?
Jokowi dan Sandiaga bisa mewakili semangat itu. Keduanya benar-benar dapat mencerminkan karakter millennial yang lebih menjunjung tinggi etos kerja, keberpihakan yang besar terhadap perkembangan teknologi, juga lebih adaptif terhadap globalisasi. Tapi menurut saya, mewakili semangat itu mesti juga dipraktiskan lewat program-program nyata yang berpihak kepada kami kaum millennial.
Karaeng Adjie
Vokalis Polka Wars
Bagaimana menurut Anda pandangan/stigma bahwa generasi millennial cenderung apatis terhadap politik?
I dont know whether that claim is justified or not, millenials is a huge subset within the overall indo citizen-verse. to which sub-subset does the stigma apply? and how do we really define apathy? is abstinence from social media “fightclubs” count as apathy? because in my viewpoint the lack of internet visibility in voicing politics-driven personal opinions does not constitute as apathy. Though if we talk purely based on the trend in ‘golput‘ numbers for the 2000’s and later as opposed to total submitted votes, in which i see as the definitive metric to represent the given question, it clearly has shown a rising wave of apathy. and this is a problem that needs systemic healing for the nation to survive in the future. In my limited perspective, in my opinion this is a phenomenon driven by an array of variables. it may be caused by overwhelming inter-citizen tension, it may be caused by minimum education on how to properly form and argue political opinions, and so forth.
I see that ultimately the problem lies in the general unreadiness for the Indonesian youth to properly form opinions, and to properly talk about opposing opinions in rational fashion that is sterile from the presence of overarching egos, in which it commonly makes people reluctant to engage in political conversations due to the common friction that frequently happens among friends, colleagues, even among core family members.
and on top of that, the used rhetorics among public facing politicians are fuelled with unjustified populism catering rhetorics such as SARA driven propagandas.
purely out of my personal opinion, what we have to do is:
a. The bottleneck for any progress is our ability to Educate, and properly grow our Human Capital. hence we have to tackle this problem with long term sensibility, by persistently bettering ourselves in terms of average education quality across the archipelago. we need to be able to instil a framework of rational thinking and a culture of healthy arguments for our future youth.
b. The short to mid-term solution in order to lower the ‘golput‘ growth in millennials, is to tone down the overly unjustified populist rhetorics used here and there in the Indonesian political sphere. it divides our unity, and turns us against one another. Lets practice “politik adem“.
Bagaimana Anda melihat iklim politik Indonesia saat ini dibanding 5 tahun yang lalu?
I can’t say for sure what would the general temperature be leading to the general election. However from what i can subjectively extrapolate, 2019’s election should be more ‘adem’ than the one done 5 years ago. this is due to the recent homogenisation of the leading couple’s political “shade”. in terms of potential SARA induced rift, with the addition of Ma’ruf Amin into the competing roster, i think room for religion driven propaganda should significantly tone down. The upcoming heat would probably come from our nation’s current macro-economic predicament. and regardless of what specific ammunition would be shot from both sides on 2019, i think its safe to assume the general climate would be much cooler than a heavy SARA infused one.
Dengan media sosial, tentunya komunikasi antara rakyat dan tokoh-tokoh pemerintahan sudah lebih direct, menurut anda, apakah hal ini bisa mengajak millennial untuk lebih terlibat dalam politik?
Yes and no. Social media has lowered the barrier to entry for first time voters to access circulating ideas on politics. Though the same tool has also enabled the rise of politically driven cyber bullying. and the effect of social media in grabbing the participation of millennials within the greater-cyber conversation greatly depends on how inclusive the conversation pockets in the respective social medias are. hence, i think for optimum leverage in making milennials participate more, the culture of social media based political discussions should softly be directed by relevant opinion leaders.
Sebagai seorang millennial, apakah anda mempunyai gambaran tentang bagaimana pemerintah bisa lebih banyak melibatkan generasi ini dalam perkembangan negara?
I think the current administration is doing quite well in this regard. A concrete example would be the onboarding of proven milenial technocrats such as Nadiem Makarim of Go-Jek, and Belva of Ruang Guru to sit with the current cabinet and collectively brainstorm directly with the president and his cabinet regarding the current problems that is present within their respective verticals. In essence, what the government needs to do is to be consistently inclusive (meaning doing these kinds of outreach regularly) in taking into account the opinions of competent Indonesian millennials.
Menurut anda, apakah kedua kandidat presiden di kampanye mendatang ini telah mendukung generasi millennial untuk berkarya?
I can’t objectively say, since the opposition hasn’t ran any public office to date. Can’t really judge objectively on how would he manage the creative climate amongst the youth.
Mengenai kedua kandidat presiden sekarang, apakah anda merasa kedua calon ini telah mewakili semangat generasi sekarang? Apabila tidak, kira-kira ada kah tokoh yang bisa?
This question is very subjective, i’ll try my best to answer in an unbiased fashion.
I think for both to equally represent the same energy is impossible, each has different shades in presented public image, in core political platforms and so forth. and only by doing so there would be 2 valid options. if both markets the same brand of taste, then whats the point of the whole election. since each one would not differ from the other ya its better to just choose at random since both would do the very same thing. If i have to choose which from the other represents youth more, i would have to stick with the incumbent. tho i cant say the same for the recently chosen vice president to be. though to be fair i wont be able to accurately know what would happen into the general dynamics leading to the general election. politics are very dynamic, hence the status-quo may shapeshift into what it is not in a very short time. so to answer this, i don’t think i can answer with any justifiable weight. The wildcard slot i choose to be empty, the array of options are to wide. and I don’t think i can give a rational choice in hand-picking alternative candidates at this point.
Daffa Andika
Kolibri Rekords
Bagaimana menurut Anda pandangan/stigma bahwa generasi millennial cenderung apatis terhadap politik?
Sejujurnya tidak sepenuhnya salah. Karena jika disinggung menyoal politik, masih banyak anak muda yang mengartikannya sebatas politik praktis yang di sini masih sangat identik dengan birokrasi dan sistem yang buruk, korupsi, serta para representasi pelakunya yang bereputasi tidak baik. Namun apabila dicermati lebih jauh, generasi muda hari ini justru sedang menuju titik “politis” yang lebih baik. Maksudnya, kini semakin banyak anak muda yang dalam pemikiran, gaya hidup, pengambilan keputusan, dan menyikapi persoalan sehari-hari dengan landasan dan alasan yang tanpa disadari sangatlah politis. Mulai dari isu besar seperti ekonomi, HAM, teknologi, dan lingkungan hidup, hingga hal yang lebih personal seperti seni, sastra, fashion, dan kesehatan diri. Banyak yang semakin peduli dan memikirkan dampak dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat ditimbulkan dari apa yang dilakukan. PRnya adalah tinggal mengalihkan tren progresif ini ke arah politik praktis sehingga bisa tercapai iklim politik yang sehat dan menginspirasi.
Di satu sisi, bisa jadi ternyata stigma ini hanya berlaku bagi anak muda di kota-kota besar dengan kelas ekonomi yang relatif baik, dimana dampak dari politik praktis dan kebijakan-kebijakan publik yang dihasilkannya tidak terasa langsung dan signifikan dalam kehidupan sehari-hari mereka yang aman. Jika statement yang sama ditujukan secara spesifik kepada generasi muda di daerah-daerah tertinggal mungkin jawabannya akan berbeda.
Bagaimana Anda melihat iklim politik Indonesia saat ini dibanding 5 tahun yang lalu?
Jika perbandingannya hanya lima tahun ke belakang, sepertinya cukup sulit menarik perbedaan yang berarti. Politik identitas dengan segala sentimennya yang gencar hari ini tentu bukan hal yang baru saja terjadi. Mungkin satu-satu perbedaan yang paling dapat dirasakan adalah bagaimana media sosial telah menjadi alat kontrol yang menyeramkan. Sudah tidak terhitung isu dan geger nasional yang lahir dari media sosial. Juga propaganda-propaganda liar yang dibuat dan distribusikan di sana dapat mengguncang kestabilan ring satu negara ini. Lima tahun terakhir ini Indonesia adalah negara medsos.
Dengan media sosial, tentunya komunikasi antara rakyat dan tokoh-tokoh pemerintahan sudah lebih direct, menurut anda, apakah hal ini bisa mengajak millennial untuk lebih terlibat dalam politik?
Sangat bisa. Keterbukaan akses dan kesempatan ini harus benar-benar dimaksimalkan para pejabat publik sebaik mungkin. Baik itu untuk keterlibatan langsung maupun “branding” diri demi mengkampanyekan isu yang didukung.
Sebagai seorang millennial, apakah anda mempunyai gambaran tentang bagaimana pemerintah bisa lebih banyak melibatkan generasi ini dalam perkembangan negara?
Pemerintah bisa memulai dengan menaruh perhatian lebih pada bidang-bidang yang sedang banyak didominasi kaum muda seperti pendidikan, industri kreatif, teknologi, olahraga, dan pariwisata. Di era “Key Opinion Leader” dan “micro influencers” sekarang ini, ada celah yang terbuka lebar untuk pemerintah bermanuver secara kreatif dan relevan menggaet kepeduliaan dan partisipasi anak muda dengan lebih mudah. Mungkin kuncinya adalah kebijakan publik yang dekat, dapat mengintervensi dan berdampak langsung pada kehidupan sehari-sehari.
Menurut anda, apakah kedua kandidat presiden di kampanye mendatang ini telah mendukung generasi millennial untuk berkarya?
Sebetulnya tidak, karena keduanya masih memiliki PR dan masalah masing-masih yang kontraproduktif haha. Tapi secara umum memang kebebasan berkarya generasi muda terlihat lebih baik dan didukung pemerintah. Namun pula dalam konteks berkarya, saya rasa pemerintahan yang benar-benar sempurna pun tidak lebih baik, jadi terlena kenikmatan semu. Karena karya-karya besar dan penting biasanya lebih subur tumbuh dari pemerintahan yang busuk haha.
Mengenai kedua kandidat presiden sekarang, apakah anda merasa kedua calon ini telah mewakili semangat generasi sekarang? Apabila tidak, kira-kira ada kah tokoh yang bisa?
Masih tidak. Dan belum ada.