Berhenti Sejenak, Mengumpulkan Cerita di Ulang Tahun Pertama Comma Books
Melihat kota, perempuan dan narasi yang ada di antaranya pada “A Little Pause”.
Words by Whiteboard Journal
Foto: Ardi Widja
Semakin maju ke depan, kehidupan berkembang dengan tuntutan-tuntutan yang membuat kita tenggelam dalam keseharian. Dengan pola yang demikian, banyak hal yang terlupakan. Kota yang jadi tempat tinggal terasa hanya sebagai aspal dan beton yang melatari saat pulang-pergi. Pula jiwa-jiwa yang ada di antaranya, semua terasa banal adanya. Kadang, kita perlu menepi sejenak dari aktivitas, berjalan pelan untuk bisa melihat pendar-pendar yang selama ini terlewatkan.
Inilah yang ditawarkan Comma Books pada peringatan tambah usia pertama mereka. Bertajuk “A Little Pause”, acara ini mengajak kita untuk berhenti sejenak, melihat sekitar, dan merenungi kembali narasi-narasi yang ada di sekitar kita. Diselenggarakan di tanggal 8 dan 9 Desember lalu, selain bertindak sebagai lokakarya untuk berbagi tulisan dengan serangkaian tema istimewa, acara ini juga menampilkan peluncuran buku-buku baru serta karya seni visual berupa tipografi.
“Bagi saya, Kisah Kota itu digunakan sebagai sarana untuk diskusi tentang pembuatan cerita, mengenai kisah mereka, tentang kota mereka.”
Visi di atas nyata terasa pada “Kisah Kota”, sebuah lokakarya yang menanyakan bagaimana tempat-tempat dalam hidup dapat membentuk kita? Pertanyaan itu pun menjadi basis dari tulisan para peserta lokakarya, turut dibimbing pula oleh tiga emerging writers dari Comma Books, yakni Andre Septiawan, Raka Ibrahim dan Muhammad Wahyudi. Datang dari tempat yang berbeda-beda, para pembimbing dan peserta tersebut mempunyai satu kesamaan dalam kepercayaan, bahwa keberadaan seseorang dapat berkontribusi dalam karakter dan kisah masing-masing. “Bagi saya, Kisah Kota itu digunakan sebagai sarana untuk diskusi tentang pembuatan cerita, mengenai kisah mereka, tentang kota mereka.” Muhammad Wahyudi bercerita tentang pemaknaannya pada tema lokakarya.
“Budaya dan values yang ada disitu membentuk mereka sekaligus menghancurkan mereka.”
Ada satu pertanyaan menarik dari salah satu peserta, “Bagaimana kalau saya tidak suka dengan tempat yang membentuk saya?” Raka Ibrahim mempunyai jawaban yang menarik untuk ini, “Tema dari buku saya sebenarnya bagaimana dua karakter dalam buku saya bercerita tentang latar belakang mereka, tempat-tempat yang mereka tinggal, dan budaya dan values yang ada disitu membentuk mereka sekaligus menghancurkan mereka.” Dengan pernyataan ini, muncullah bahasan akan sense of belonging atau bahkan displacement yang sering dirasakan ketika tinggal di suatu tempat – lokasi yang jauh dari rumah atau bahkan rumah sendiri. Mulai dari puisi, jurnal sampai cerita fiktif, satu persatu para peserta menuturkan perjalanan dan pengalaman masing-masing, dan berbagi cerita tentang tempat-tempat yang paling berkesan bagi mereka.
Di hari kedua, konsep ini dikembangkan lebih jauh melalui wacana tentang perempuan. Bahwa bisa jadi kehidupan sering terasa menjemukan karena selama ini banyak dituturkan melulu melalui sudut pandang pria. Di sini, Comma Books mengajak perempuan untuk menuliskan kisah mereka dari hal-hal kecil. Mulai dari kegelisahan personal, juga cerita dari pengalaman sehari-hari.
Ditutup dengan pembacaan karya juga penampilan musik, acara ini menunjukkan kedewasaan sejak usia pertamanya. “A Little Pause” berhasil dalam menjadi sebuah titik henti yang menyenangkan, dan membuka sejenak batin serta kepala di antara aktivitas kita. Panjang umur, Comma Books!