Kata Hindia , Kunto Aji hingga Iga Massardi tentang Kisah Collabonation CAMP The Series
IM3 Ooredoo melalui “Collabonation CAMP The Series”, menghadirkan cerita perjalanan kolaborasi 7 musisi tanah air.
Words by Whiteboard Journal
In partnership with IM3 Ooredoo
Kolaborasi menjadi salah satu hal baik di antara berita buruk di tahun lalu. Saat semua pintu tertutup, ternyata ada pintu baru terbuka, dan salah satunya adalah kesempatan saling kolaborasi antar seniman hingga musisi. Menghasilkan karya-karya yang menjadi inspirasi bagi publik di saat pandemi. Nilai itulah yang dibawa oleh IM3 Ooredoo, mengamplifikasi skala juga dampak dari semangat kolaborasi dan berbagi inspirasi ini dalam “Collabonation CAMP The Series”. Di sini, sosok-sosok musisi yang menjadi panutan bagi publik karena karyanya dikumpulkan untuk bertemu, bercerita dan berkolaborasi untuk memberi inspirasi bagi semua.
Dan kini, kita bisa menjadi saksi dari berbagai kejadian yang terjadi saat Iga Massardi, Sal Priadi, Kunto Aji, Hindia, Rendy Pandugo, Petra Sihombing, dan Asteriska berkolaborasi selama 7 hari dalam Collabonation Camp, Desember 2020 lalu.
Sudah bisa ditonton di kanal youtube IM3 Ooredoo, Collabonation CAMP The Series membawa kita mengenali lebih dekat sosok Kunto Aji hingga Asteriska sekaligus bagaimana saat beberapa musisi dikumpulkan bersama untuk menciptakan lagu bersama. Kami berbincang bersama Baskara dan kawan-kawan tentang apa saja pengalaman unik yang terjadi, hingga bagaimana program persembahan IM3 Ooredoo ini bisa memberi semangat sekaligus inspirasi untuk tetap berkarya di situasi pandemi.
Bagaimana saat mendengar bahwa akan tinggal serumah bareng sesama musisi di Collabonation Camp?
Baskara Putra (B): Awalnya mikir “wah bakal mati gaya nih” karena sudah sempat dengar kabar burung beberapa musisi yang akan ikutan, dan biasanya jika nongkrong bersama mereka memasuki jam ketiga sudah habis semua topik (kami sering main di rumah Petra). Namun ternyata saat dijalankan jauh berbeda, seru. Tujuh hari ini lewat cepat sekali rasanya.
Kunto Aji (K): Rasanya gimana ya? Awalnya sih ngerasa pasti ga akan serius nih, apalagi kita sudah kenal dari awal kan. Intinya sih senang dicampur kekhawatiran yang bikin kita ngerasa, “Wah bakal kerja gak nih nanti” tapi ternyata ya benar kerjanya ternyata dikit malah banyak seru-seruan (tertawa).
Petra Sihombing (P): Waktu pertama denger gua sudah tahu kalau bakal seru sih, apalagi setelah gua lihat nama-nama musisi disitu. Ditambah gua memang dari awal sudah kenal dan pernah bekerja bersama. Gua yakin bakal banyak bercandanya, tapi gua yakin juga kalau akan seru sih.
Rendy Pandugo (R): Pada saat gue denger ada project ini dan pada saat diajak Collabonation Camp di kepala gue tuh cuma ada dua yang terpintas; satu excited; yang kedua worried. Yang pertama excited– nya adalah pasti seru banget, karena gue tahu masing-masing individu-individu ini meskipun gue juga baru kenal secara personal sama Baskara di Collabonation Camp ini, tapi gue yakin ketika jadi satu semuanya akan seru dan kita kebetulan melakukan kreativitas bareng-bareng di sana, pasti seru banget. Worried-nya adalah yang gue takutkan ada konflik yang tidak cocok satu sama lain, tapi dari pertama berangkat bahkan sampai detik ini, kita juga masih sering ngobrol di grup sama sekali tidak ada konflik, literally enggak ada, dan kita masih seru-seruan sampai detik ini.
Iga Massardi: Karena ini inisiasinya dari diskusi gue dan IM3 Ooredoo, jadi gue udah punya preconception tentang akan apa yang terjadi di sana. Tantangan sebenarnya adalah pertanyaan apakah rumusan orang-orang yang gue pilih ini akan nyambung atau enggak secara emosional karena itu yang paling penting. Jadi keresahannya lebih ke, “Rencana gue akan berhasil nggak ya?” dan ternyata sukses besar. Semua orang happy.
Apa yang dipelajari dari masing-masing musisi yang ada di sana?
B: Mungkin lebih banyak cerita berharga tentang kehidupan. Sharing tentang musik dan produksinya kami sudah sering, dan walaupun memang difasilitasi dengan lebih baik di camp, di luar kegiatan ini kami sudah terbiasa bertukar informasi dan ilmu. Namun baru sekarang ada waktu untuk mendengar cerita dan perjalanan masing-masing secara detil, semua terjadi di jam-jam non-workshop. Beberapa yang sudah saya kenal dekat seperti seakan baru saya ‘benar-benar kenal’ semenjak Collabonation Camp.
K: Yang kita pelajari di sana adalah bahwa kita, seniman, adalah orang yang aneh dan punya problematika yg sama seperti orang biasa tapi kita menjadikan membuat karya dan menulis sebagai coping mechanism untuk kita. Dari pengalaman Collabonation Camp kemarin saya merasa tidak sendirian dan teman-teman saya merasa tidak sendiri karena kita semua berkarya bersama ternyata didasari keresahan bersama.
P: Gua dulunya jarang sekali berkolaborasi, karena dulu gua merasa musik gua adalah milik diri gua sendiri, ga ada yang bisa nyentuh. Akhirnya selama proses karir gua dan saat Collabonation Camp kemarin gua mulai belajar pelan-pelan bahwa berkolaborasi dengan musisi lain adalah hal yang baik dan mendatangkan ide baru. Jadi dari Collabonation Camp gua makin sadar kalau berkolaborasi akan membawa kita ke tempat yang lebih jauh, dari tempat yang biasanya dicapai ketika sendiri.
R: Ya masing-masing musisi beda-beda di sana, dari enam orang yang barengan sama gue di sana, ada satu Iga, Iga Massardi Iga salah satu orang yang paling dewasa dan paling cocok menjadi seorang Pak RT di Collabonation Camp, bisa dibilang paling dewasa dan dia pintar mengatur banyak hal, apalagi untuk time management dan segala macemnya menurut gue Iga paling cocok.
Terus kedua ada Kunto Aji, Kunto Aji yang gue pelajari dari dia adalah tidak adanya kepalsuan antara social media dan aslinya Kunto Aji, apa yang kita lihat di social media ya begitulah Kunto Aji dengan apa adanya. Itu Kunto Aji.
Ada Asteriska, Icil, Icil juga hampir sama kayak Kunto Aji, jadi vibes yang diberikan buat teman-temannya itu selalu positif gitu. Kalau Icil ni lebih apa ya penengah dari kita-kita semua gitu lah ya. Ya kurang lebih sih sama kayak Aji vibes-nya.
Terus abis itu ada Sal, Sal salah satu orang yang paling kocak banget, dia kalau kita bilang di Collabonation Camp adalah game master di Collabonation Camp, karena hampir setiap malam kita selalu main game dan dia yang bikin game– nya. Terus gua nggak pernah tahu bahwa Sal orangnya sekocak itu, dan pertama kalinya dalam tujuh hari gua tahu oh ternyata Sal bisa begini orangnya gitu.
Petra Sihombing, Petra kurang lebih hampir sama ya vibes-nya kayak gue maksudnya nggak terlalu banyak bercanda juga, maksudnya ya bercanda kita bercanda, kita lebih menikmati jokes-jokes yang ada yang mereka-mereka temen-temen lainnya bikin dan kita menikmati itu. Salah satu apa ya, salah satu individu yang sangat tenang yang gue tahu, ni orang kayaknya nggak bisa marah deh, tapi sekalinya marah kayaknya nakutin. Kayak gitulah, itu Petra.
Terus ada Baskara, Baskara untuk pertama kalinya gue kenal secara personal di Collabonaton Camp. Baskara salah satu orang yang gue bisa bilang pinter banget untuk pola pikirnya berbeda dari kita-kita, selalu punya perspektif sendiri dalam melihat suatu hal dan buat gue dia orang yang unik dan pinter sih. Itu yang gue pelajari dari masing-masing individu.
I: Gue bisa melihat lebih dari sekedar musik. Tapi pertemanan, pemikiran dan diskusi-diskusi yang dalem tentang idealisme dan filosofi mereka ketika bikin musik. Akhirnya jadi ikatan yang kuat sampai hari ini.
Bagaimana menyatukan 7 kepala dalam lagu kolaborasi Collabonation Camp?
B: Jawabannya mungkin lebih kredibel jika dilontarkan oleh Iga Massardi. Ia secara de facto menjadi “pak RT” dari rangkaian kegiatan, dan yang punya andil memilih keenam (selain dia) musikus lainnya. Tidak ada perdebatan yang tidak perlu atau konflik-konflik dalam bentuk apapun, serasa semua punya porsi dan kepribadian yang pas untuk melengkapi tim. Mungkin itu alasan mengapa Iga memilih orang-orang ini secara spesifik; Ia tahu mana yang akan cocok jika diajak bekerja bersama-sama.
K: Cara menyatukan 7 kepala sih memang dari awal sebenarnya mudah. Karena kita sudah kenal dari awal, jadi rasanya lebih mudah saja. Kita sudah saling percaya. Dan yang harus dilakukan adalah kita harus bisa suppres ego kita itu sudah jelas, tapi sebelum kita bisa tahan ego masing-masing, kita kan harus bisa saling percaya dulu. Karena ada rasa percaya itu maka ego kita bisa ditahan dan pada akhirnya kita kemarin disatukan dalam suasana kegembiraan.
P: Justru menurut gua, jangan disatukan, karena 7 orang ini punya karakter yang beda. Gua sendiri sebagai salah satu produser malah lebih mikir, gimana caranya ketujuh orang ini bisa dapet spotlight yang tepat. Gimana caranya kita bertujuh yang sama sama punya karakter masing masing, bisa ditonjolkan secara tepat, itu sih yang lebih gua pikirin.
R: Menyatukannya Alhamdulillah kita sama sekali tidak ada kesulitan untuk menyatukan ide-ide dan kreativitas pada saat pengerjaan lagu kolaborasi di Collabonation Camp ini, dan yang gue tahu, bukan yang gue tahu tapi yang gue rasakan adalah masing-masing itu selalu tahu porsinya gitu, Aji di mana, Saldi gimana, terus Iga gimana, Iga dan Petra sebagai produser harus bagaimana kayak gitu. Itu sama sekali tidak ada yang terlihat menonjol satu sama lain, jadi emang sama-sama sudah dewasa dan kita satu sama lain tuh selalu tahu porsinya masing-masing. Itu sih yang gue lihat dan itu bagaimana kita compromise dengan ego masing-masing, itu yang sangat menyenangkan di kolaborasi Collabonation Camp ini.
I: Secara natural terjadi begitu saja. Karena semua sudah tau porsi dan posisi masing-masing jadi nggak ada konflik yang berarti. Diskusi pasti dan lempar-lemparan ide juga ada banget dan gue juga surprised karena bisa nyambung banget semuanya.
Apa kejadian paling memorable ketika di Collabonation Camp?
B: Banyak sekali; agak sulit menyebutkan satu, namun jika harus memilih maka adegan Aji (Kunto) sengaja kami jebak dalam WC dan Ia berhasil keluar melalui jendela (dengan keadaan WC ada di lantai 2, ini berbahaya—jangan ditiru) dan sempat bangga, namun baru sadar kemudian bahwa Ia lupa membuka kunci WC dari dalam sehingga harus balik lagi. Semua kejadian ini terarsip dengan baik dalam bentuk video dan tentunya juga bisa teman-teman saksikan di episode Collabonation CAMP The Series.
K: Banyak kejadian aneh terjadi sih kemarin. Seperti contoh waktu malam ada contoh jam dua pagi saya harus menuju kamar mandi ditengah obrolan bareng anak-anak. Biasa lah anak anak niat iseng, saya langsung dikunci dalam kamar mandi. Tapi karena saya tahu kalau saya akan dikerjain, saya kabur saja lewat jendela dan tiba tiba saya muncul di belakang mereka. Malam-malam dingin saya harus manjat dari samping vila seperti maling (tertawa). Menyenangkan sih semua yang terjadi di situ.
P: Gua inget banget pada hari kelima, gua sudah stress banget karena waktu kita tinggal dua hari dan kita saat itu baru selesai lagu pertama dan mungkin lagi kedua masih setengah jalan. Itu lumayan bikin gua berpikir, “Ini kayanya kita ga akan kelar deh” dan di situ gua dan Iga sebagai produser dari lagu-lagu ini kita berdua sama sama stress dan kita berdua sama-sama ngilang. Jadi kita di hari kelima masih sama sama ngilang karena sudah sama sama stress. Dan di hari keenam paginya baru deh kita ketemu dan dan sadar bahwa memang sebenarnya kita nggak bisa sendiri-sendiri gitu, itu jadi pelajaran yang gua ambil sih.
R: Yang paling memorable buat gue adalah setiap pagi kita selalu dibangunin sama Iga Massardi dengan lagu-lagu pilihannya dia. Jadi setiap pagi kebetulan sebenarnya kamar gue, gue satu kamar sama Baskara, tapi kebetulan kamar kita tuh connecting sama Petra dan Sal, jadi akhirnya kita tidurnya berempat, kebetulan kamarnya cukup luas juga, jadi akhirnya kita memilih untuk tidur berempat. Nah setiap pagi Iga selalu membangunkan kita dengan lagu-lagu pilihannya dia dengan membawa speaker bluetooth dan disetel kenceng-kenceng. Jadi kadang-kadang kita-kita baru tidur itu jam berapa gitu jam dua pagi, jam tiga pagi dan gue salutnya Iga selalu bangun sangat-sangat pagi gitu yang gue nggak ngerti ini orang nggak pernah tidur apa gimana. Dan dia yang ngebangunin kami semua dengan si speaker bluetooth dengan lagu-lagu norak pilihannya dia.
I: Banyak dan susah sih untuk dipilih karena justru rutinitasnya itu pada akhirnya yang jadi memorable. Bangun tiap pagi, sarapan, lunch, dinner itu jadi sesuatu yang gue kangenin. Cuma kalo bisa pilih satu, ada sebuah momen di suatu malam yang kita ngobrol intens dan ngebuka diri tentang semua hal. Tentu nggak bisa diceritain isinya apa, tapi itu jadi sebuah obrolan yang berarti banget buat gue sampe hari ini.
Bagaimana melihat Collabonation Camp sebagai tempat yang memberi kesempatan untuk bertemu dan bertukar ide di situasi yang penuh batasan seperti sekarang ini?
B: Saya bersyukur ini terjadi dan diajak menjadi bagiannya. Benar-benar tidak menyangka bahwa yang saya butuhkan di 2020 yang menyebalkan adalah 7 hari untuk melupakan semua kewajiban saya, seakan diperbolehkan kembali menjadi anak kecil lagi bersama kawan-kawan yang lain. Kami lupa ada pandemi yang berlangsung, lupa bahwa ada keadaan yang lumayan mengunci banyak kesempatan finansial juga. Ini sekali-kalinya saya bekerja sama dengan brand dan bisa memiliki ikatan emosional yang sangat besar dengan proyek/pekerjaan yang sedang dijalankan.
K: Di sana semua harus mengikuti protokol yang ketat, mulai dari swab, hingga kru yang juga dalam jumlah terbatas. Jadinya “Collabonation Camp” itu sudah seperti dunia sendiri sih kayak dunia sendiri. Karena itu, kita seperti ‘“merasa tidak ada pandemi” sih luar biasa banget, kita bisa berkarya dengan sangat bebas. Selama disitu kita merasa berkarya itu adalah hal yang refreshing. Melalui camp ini kita merasa setelah hampir enam bulan kita terbiasa mengerjakan apapun secara remote, dan ternyata setelah kita dipertemukan secara langsung lagi, kita ngerasain lagi energi yang bikin kita merasa, wah kalau ketemuan ternyata energi nya berbeda, kayak menemukan hal yang sempat hilang aja buat kita rasanya. Ketika kita sudah pulang dan kita ngeliat dunia nyata dimana orang orang pakai masker, kita seperti merasa di dalam timeline yang berbeda. Intinya Collabonation Camp itu seru banget!!
P: Gua seneng banget sih ada wadah seperti ini, apalagi karena pandemi kita sudah jarang sekali ketemu orang untuk kerjasama bareng, ditambah ketika lu masuk kesitu bener-bener harus test kesehatan dengan benar semua kan, jadi kita yang berkarya disitu gak harus ada worry. Dan gua juga merasa karena pemilihanmusisi yang disitu teman-teman kita juga,jadi gua ga terlalu panik bertanya-tanya mereka abis nongkrong sama siapa dan kemana, itu bikin gua lumayan nyaman berada dekat mereka. Gua senang nya juga ini seperti bisa jadi model yang dipakai sama orang lain juga, misalkan lu punya teman yang satu circle, bisa kalian aplikasikan untuk bertemu, jauh dari keramaian dan bikin suatu karya, itu sih yang gue rasakan selama gua ada di camp ini.
R: Collabonation Camp ini adalah salah satu campaign atau salah satu kegiatan yang bisa gue bilang sangat berarti di 2020, sebagai penutup terbaik di 2020 gue. Karena di sini emang kita diberi kesempatan, gimana ya selama hampir setahun di 2020 kita bisa dibilang cukup stres untuk memikirkan banyak hal gitu, mulai dari pekerjaan yang banyak di-cancel, udah gitu banyak jadwal yang memang di-cancel juga dan segala macem lah, kita mau ketemu orang juga susah juga. Iya banyak ketakutan-ketakutan yang menghantui kita selama 2020 ini gitu, dan tiba-tiba ada satu aktivitas yang diberikan atau apa ya, kita dikasih kesempatan untuk menjalani satu aktivitas yang sangat menyenangkan sekali yang mungkin kita nggak akan pernah dapet juga dalam setahun sekali gitu ya. Jadi bisa dibilang salah satu apa ya, salah satu momen terbaik di 2020, dan terima kasih banyak pastinya untuk Collabonation Camp, sudah memberikan kesempatan ini untuk kami bertujuh bisa ada di campaign ini, itu sih.
I: Ini kayak safe space untuk kami semua. Tempat di mana kami bebas dari rasa khawatir, takut, paranoid dan semua hal buruk yg sudah terjadi di 2020. Ini jadi momen kami melepas semua itu. Saking lepasnya semua jadi liar dan itu jadi momen yang indah banget. Kami benar-benar bisa bermusik 24/7 secara harfiah. Dan kami belum pernah ngelakuin ini sebelumnya.
—