Memaknai Kebersamaan dan Kekeluargaan Ramadan dalam Normal yang Baru
Berbincang dengan beberapa tokoh musisi sampai dokter tentang situasi Ramadan yang penuh tantangan tahun ini, bagaimana menyimpan rasa kekeluargaan tanpa berkumpul secara fisik sampai tradisi-tradisi Ramadan yang paling dirindukan.
Words by Emma Primastiwi
Ilustrasi: Max Suriaganda
Desain: Mardhi Lu
Bulan suci yang biasanya penuh dengan kehangatan, terasa sangat berbeda tahun ini. Tradisi-tradisi yang biasa kita jalankan bersama sanak saudara dan keluarga terpaksa harus ditunda. Sampai kapan kita harus menunggu pun juga belum dipastikan. Dengan segala tantangan tersebut, tentu muncul rasa-rasa sedih, atau bahkan marah, mempertanyakan kenapa semua harus terjadi sekarang. Namun, dalam situasi yang tidak pasti ini, perlu diingat bahwa kita tidak menjalani semua ini sendiri, semangat kebersamaan dan kekeluargaan bulan Ramadan harus tetap kita pertahankan. Oleh karena itu, kami berbincang dengan beberapa sosok, mulai dari musisi sampai dokter tentang bagaimana situasi baru Ramdan ini berdampak pada mereka, bagaimana kita dapat menyimpan rasa kekeluargaan tanpa berkumpul secara fisik, sampai tradisi-tradisi Ramadan yang paling mereka rindukan.
Beryliana Maya
Obstetric & Gyneacologist Resident
Secara pribadi, bagaimana Anda terdampak oleh situasi Ramadan tahun ini?
Hal yang paling nyata yang saya rasakan jelas adalah keterbatasan dalam bertemu dengan orang-orang yang saya sayangi. Ramadhan seharusnya menjadi ajang jumpa untuk kawan lama dan silaturahmi yang biasanya terjadi satu tahun sekali di wadah bulan suci ini. Namun, di tengah pandemi ini dan kemungkinan saya membawa virus yang bisa menginfeksi orang-orang lainnya saya membatasi diri dalam bertemu dan juga kontak fisik dengan mereka.
Kumpul-kumpul keluarga merupakan sebuah tradisi Ramadan yang tidak pernah kita lewatkan, dalam masa pandemi ini, bagaimana kita masih menyimpan rasa kekeluargaan tersebut tanpa harus berkumpul secara fisik?
Yang saya lakukan adalah dengan mengontak mereka melalui social media, menanyakan kabar dan juga mengirimkan makanan untuk orang-orang yang saya sayangi. Masih banyak cara lain untuk menyampaikan rasa kekeluargaan daripada berkumpul secara fisik.
Selama PSBB berjalan, pulang kampung atau mudik sudah tidak diperbolehkan oleh pemerintah, apa pesan kalian bagi mereka yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga selama Ramadan dan hari Lebaran nanti?
Percayalah, banyak orang-orang yang jauh lebih tidak memiliki kesempatan berkumpul dengan keluarga mereka. Ada banyak perawat, dokter, apoteker, radiologis dan pekerja di rumah sakit yang dalam hari-hari biasa pun membatasi waktu mereka bertemu dengan orang-orang yang mereka sayangi. Tidak pulang ke rumah dan pulang ke tempat isolasi yang disediakan rumah sakit adalah bentuk peduli dan besarnya rasa sayang mereka ke keluarganya yang mengalahkan keinginan untuk bertemu secara fisik. Untuk kalian yang masih bisa bertemu keluarga di rumah namun tidak bisa pulang kampung atau mudik untuk bertemu dengan keluarga besar lainnya, cobalah lebih bersyukur.
Semua keluarga mempunyai tradisi Ramadan sendiri-sendiri, hal apa yang akan paling kalian rindukan selama Ramadan di masa pandemi ini?
Buka bersama! Saya hanya pulang dari rumah sakit seminggu sekali. Untuk mengurangi intensitas saya bertemu dengan orang tua saya yang berusia di atas 50 tahun. Padahal tahun sebelumnya saya selalu menyempatkan pulang setiap hari bila tidak dalam jaga malam. Sedih? Tentu. Tapi saya rasa orang tua saya lebih aman tanpa saya pulang ke rumah untuk buka bersama saat ini.
Pelajaran penting apa yang Anda rasakan dengan Ramadan yang terusik oleh Pandemi ini?
Pandemi ini menimbulkan rasa kekeluargaan, kebersamaan dan semangat kepedulian satu sama lain. Ramadhan menjadi wadah untuk orang-orang menyalurkannya. Ada banyak bantuan yang diberikan ke rumah sakit untuk tenaga medis berbuka dan sahur. Ada banyak makanan yang diberikan ke pekerja harian di jalanan. Pandemi ini memang buruk, tapi mungkin ini waktu yang tepat untuk kita rehat sejenak dari ketergesaan biasa kita sehari-hari dan mencoba melihat sekeliling kita untuk bisa merasakan nikmatnya menjadi manusia seutuhnya.
Sal Priadi
Musisi
Secara pribadi, bagaimana Anda terdampak oleh situasi Ramadan tahun ini?
Sebenarnya aku malah lebih sering nelpon keluarga sejak ada Covid-19, lebih sering video call teman-teman di kampungku. Ide-ide kreatif tentang bonding bersama mereka jadi muncul, misalnya bikin kuis di cloud meeting lalu berhadiah barang yang dibeli dari toko online dll, cari-cari board game yang unik dan seru lalu dimainin bareng. Mudah-mudahan juga temen temen makin kreatif cari cara mendekatkan diri sama saudara dan teman, meski keadaannya terbatas dengan cara-cara virtual.
Kumpul-kumpul keluarga merupakan sebuah tradisi Ramadan yang tidak pernah kita lewatkan, dalam masa pandemi ini, bagaimana kita masih menyimpan rasa kekeluargaan tersebut tanpa harus berkumpul secara fisik?
Patut diingat ini adalah bentuk perjuangan bersama, to flatten the curve, bukan tanpa alasan. Cara terbaik menunjukan sayang sama keluarga sekarang adalah dengan tidak mendekat dulu. Meski sehat, potensi carrier juga nyata. Mudah-mudahan bisa dilihat hal baiknya. Oh ya, mungkin nanti setelah lama nggak ketemu, pertemuannya bisa jadi yang teromantis dalam hidup, nggak seperti sebelum sebelumnya. Megah. Amin
Semua keluarga mempunyai tradisi Ramadan sendiri-sendiri, hal apa yang akan paling kalian rindukan selama Ramadan di masa pandemi ini?
Melihat ibuku masak lontong sayur untuk berbuka, lalu diulang lagi pas malam takbiran dan setelah shalat ied. Sepertinya belum bisa wujud dulu tahun ini. Niat shalat tarawih namun malah nongkrong di coffee shop temanku juga mungkin belum bisa terjadi juga tahun ini. Khidmat bangun subuh mengejar shalat ied juga. Mudah-mudahan aku salah, mudah-mudahan berakhir segera. Mudah-mudahan masih mungkin.
Pelajaran penting apa yang Anda rasakan dengan Ramadan yang terusik oleh Pandemi ini?
Dalam hitungan bulan keadaan bisa berubah dengan cepat, pegangannya cuman kemampuan kita beradaptasi. Aku mau belajar lebih banyak lagi tentang kemampuan itu, dalam jasmani dan rohani.
Sivia Azizah
Musisi
Secara pribadi, bagaimana Anda terdampak oleh situasi Ramadan tahun ini?
Sudah pasti kita nggak bisa keluar rumah, nggak bisa kumpul dengan keluarga di buka puasa pertama. Tradisi di keluarga gue, buka puasa pertama pasti selalu kumpul keluarga.
Kumpul-kumpul keluarga merupakan sebuah tradisi Ramadan yang tidak pernah kita lewatkan, dalam masa pandemi ini, bagaimana kita masih menyimpan rasa kekeluargaan tersebut tanpa harus berkumpul secara fisik?
Yang gue lakukan adalah di hari pertama buka puasa, gue video call sama kakak gue. Gue, nyokap, bokap, kakak-kakak gue beserta anak-anak dan istrinya, kita video call buka puasanya jadi terasa bareng. Itu salah satu cara untuk mengobati rasa kangen.
Selama PSBB berjalan, pulang kampung atau mudik sudah tidak diperbolehkan oleh pemerintah, apa pesan kalian bagi mereka yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga selama Ramadan dan hari Lebaran nanti?
Simpel banget sebetulnya, sabar. Menurut gue sekarang adalah momen di mana lo harus belajar mengikhlaskan, merelakan. Karena nggak ada yang bisa kita lakukan sekarang selain stay at home, jaga diri dan dengan menjaga diri kita juga menjaga orang lain di luar sana. Intinya sabar, coba pakai cara apapun yang bisa membuat kalian stay connected with your family, misalnya video call, telepon, anything.
Semua keluarga mempunyai tradisi Ramadan sendiri-sendiri, hal apa yang akan paling kalian rindukan selama Ramadan di masa pandemi ini?
Karena kita nggak tahu pandemi ini sampai kapan, yang pasti gue rindukan adalah kumpul di hari pertama, bukber sama keluarga terus ngumpul di hari Lebaran, shalat ied, tarawih, gue kangen banget sih bisa shalat di Masjid tanpa ada rasa was-was, terus beli takjil keluar. Itu sih tradisi gue dan keluarga gue, shalat ied pasti ketemuan di Masjid rame-rame, jadi itu pasti yang gue kangenin.
Pelajaran penting apa yang Anda rasakan dengan Ramadan yang terusik oleh Pandemi ini?
Selama pandemi ini, yang gue rasakan di tiga hari puasa adalah gue jadi lebih rajin ibadahnya, of course. Waktu gue untuk beribadah, entah gue mau khatam Quran, tarawih segala macem, waktunya panjang banget, nggak ada yang motong karena nggak keluar segala macem. Gue merasa ibadah gue lebih intim lah, obrolan dengan Tuhan, dengan Allah jauh lebih intim sekarang. Banyak banget hikmah yang gue ambil dari masa pandemi ini. Itu tadi juga yang gue pesan, sabar, mengikhlaskan pekerjaan yang harus gue cancel, mengikhlaskan gue nggak bisa kumpul dengan keluarga karena pandemi ini gitu. Semuanya seperti tidak normal sekarang, tapi coba dilihat lagi, dipahami lagi, kita tetep bisa be normal kok di situasi yang mencekam dan menakutkan seperti ini. Yang gue rasain adalah gue mencoba lebih mendekatkan diri sama diri gue sendiri, juga sama keluarga dan sama apapun yang ada di rumah. Kalau di kamar gue sehari-hari masuk kamar cuma buat tidur, sisanya pasti di luar, kerja segala macem, belum lagi kalau keluar kota manggung. Jadi gue juga lebih mendekatkan diri ke barang-barang yang gue punya, apapun yang gue miliki jadi lebih intim dengan apapun yang ada di sekitar gue.
Intan Soekotjo
Penyanyi
Secara pribadi, bagaimana Anda terdampak oleh situasi Ramadan tahun ini?
Yang pastinya nggak sangka akan menjalani Ramadhan dengan PSBB karena pandemi yang terjadi di seluruh dunia ini. Sangat prihatin karena saat menjalani puasa ini, aku pribadi nggak bisa jalanin ritual seperti tarawih di masjid, buka puasa bersama teman-teman dan keluarga diluar rumah. Padahal selalu terbayang untuk aku mulai membuat plan akan dan di mana bersama buka puasanya.
Kumpul-kumpul keluarga merupakan sebuah tradisi Ramadan yang tidak pernah kita lewatkan, dalam masa pandemi ini, bagaimana kita masih menyimpan rasa kekeluargaan tersebut tanpa harus berkumpul secara fisik?
Menurut aku setiap kondisi selalu ada sisi positif dan negatifnya, dan untuk bersilaturahmi itu menurutku ga harus ketemu secara fisik, karena sudah dipermudah dengan adanya social media dan media lainnya untuk berinteraksi. Aku ngerasa dengan adanya PSBB ini, kita akan semakin menghargai untuk ketemu secara langsung dan kebersamaan yang kita rasakan saat ini. Kebetulan keluarga aku sebenernya kurang suka jalan-jalan, jadi dengan keadaan ini mereka sudah biasa dan semakin rajin untuk beres-beres rumah. Tapi balik lagi, aku memang sukanya jalan-jalan selepas di rumah istirahat atau WFH. Intinya rindu untuk menikmati suasana luar dengan keadaan yang lebih baik.
Selama PSBB berjalan, pulang kampung atau mudik sudah tidak diperbolehkan oleh pemerintah, apa pesan kalian bagi mereka yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga selama Ramadan dan hari Lebaran nanti?
Pesan aku yaitu untuk selalu melihat makna sebenarnya dalam suatu keadaan yang mungkin tidak berpihak sama kita. Contohnya pisah dari keluarga dalam menjalankan ibadah selama Ramadhan hingga Hari Raya. Menurutku dengan kondisi ini, kita semakin melindungi keluarga tersayang kita dengan memutus ancaman tali rantai virus dan penyakit yang sedang melanda sekarang ini. Sayangi keluarga kita tidak berjumpa secara langsung, tetapi silaturahmi tetap terjalin melalui berbagai hal.
Semua keluarga mempunyai tradisi Ramadan sendiri-sendiri, hal apa yang akan paling kalian rindukan selama Ramadan di masa pandemi ini?
Sehabis buka puasa, biasanya ikut shalat berjamaah dan lanjut shalat tarawih. Juga nggak lupa untuk berkumpul bersama teman-teman dan keluarga di luar rumah. Intinya suasana Ramadhan yaitu kebersamaan dalam menjalani ibadah ini. Tetapi dengan kondisi sekarang, mungkin kita semua sedang diketuk hatinya untuk semakin menjaga kesehatan dan menghargai apa artinya hidup sehat itu sendiri.
Pelajaran penting apa yang Anda rasakan dengan Ramadan yang terusik oleh Pandemi ini?
Untuk selalu waspada dan semakin memperhatikan kesehatan kita sendiri dan orang-orang tersayang kita. Dan balik lagi, setiap perjalanan pasti ada hikmahnya, jadi menurut aku kita mendapatkan kesempatan untuk beristirahat dari kegiatan kita sehari-hari, dan menyehatkan diri sendiri dan keluarga kita.
Feel Koplo
Grup Musik
Secara pribadi, bagaimana Anda terdampak oleh situasi Ramadan tahun ini?
Banyak banget sih impact-nya ke kami. Mulai dari banyak agenda yang tertunda sampai ke hal-hal personal seperti nongkrong bareng temen-temen. Tapi yang paling utama kami kangen manggung.
Kumpul-kumpul keluarga merupakan sebuah tradisi Ramadan yang tidak pernah kita lewatkan, dalam masa pandemi ini, bagaimana kita masih menyimpan rasa kekeluargaan tersebut tanpa harus berkumpul secara fisik?
Sebenernya ngaruh banget sih ke mental nggak bisa bertemu keluarga dan teman-teman seperti biasa. Tapi mau nggak mau kami harus terbiasa dengan keadaan ini. Pertemuan virtual lama-lama menyenangkan juga. Memang berbeda sih tapi menjadi sebuah hal yang baru dan kami nikmati sekarang.
Selama PSBB berjalan, pulang kampung atau mudik sudah tidak diperbolehkan oleh pemerintah, apa pesan kalian bagi mereka yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga selama Ramadan dan hari Lebaran nanti?
Pesan dari kami jangan ngerasa hal sekarang ini sebuah keadaan yg tidak normal. Jadikan keadaan sekarang menjadi “new normal”, normal yang baru. Jangan membandingkan dengan keadaan sebelumnya. Keadaan yang kita jalanin sekarang adalah hal yang baru. Namanya hal baru pasti butuh penyesuaian.
Semua keluarga mempunyai tradisi Ramadan sendiri-sendiri, hal apa yang akan paling kalian rindukan selama Ramadan di masa pandemi ini?
Wah kami rindu banget dibangunin sahur sama suara anak-anak keliling kota bawa bedug. Belum bisa bayangin juga lebaran tanpa solat ied bareng dan sungkeman. Tapi dengan kita saling ngejaga mudah-mudahanan kerinduan itu terjawab di ramadhan dan lebaran tahun depan.
Pelajaran penting apa yang Anda rasakan dengan Ramadan yang terusik oleh Pandemi ini?
Kebersamaan sih. Sekarang kami bisa rasain banget bahwa kita masih tetep sama-sama bareng-bareng hadapin ini semua tanpa harus bertemu.