Kami Mengumpulkan Tanggapan Masyarakat tentang Keputusan Perpanjangan PPKM
Dari pelaku usaha domba hingga seorang filmmaker dokumenter, kami berbincang dengan mereka mengenai efektivitas PPKM, cara menyikapi di situasi sekarang, serta peran warga sipil untuk bisa membantu mengurangi dampak pandemi ini.
Words by Whiteboard Journal
Teks: Hanindito Buwono
Ilustrasi: Mardhi Lu
PPKM kembali diperpanjang seiring dengan lonjakan kasus positif COVID-19 belum bisa ditekan dengan baik. Sejumlah masyarakat di berbagai sektor kembali memaksakan dirinya untuk berkegiatan di rumah saja, dengan berbagai kekhawatiran bagaimana bisa bertahan di situasi yang serba sulit. Dari pelaku usaha domba hingga seorang filmmaker dokumenter, kami berbincang dengan beberapa masyarakat tentang pandangannya mengenai efektivitas PPKM sejauh ini, bagaimana mereka menyikapi dengan keadaan sekarang, serta apa yang bisa dilakukan sebagai warga sipil untuk membantu mengurangi dampak pada kondisi ini.
Adika Rizky
Pelaku Usaha Domba Arunika Farm
Bisa diceritakan bagaimana Anda melihat kasus pandemi COVID-19 sekarang ini?
COVID-19 ini berdampak untuk transisi perubahan zaman menjadi serba daring. Sedangkan untuk peternak di lapangan dari aspek pendidikan, sebagian besar peternak tamatan SD. Dari aspek umur, 2/3 peternak berusia diatas 45 tahun. Mungkin 90% peternak gagap teknologi, termasuk saya yang jualannya masih cara konvensional.
Varian terbaru COVID-19 membuat pemerintah menarik rem darurat dengan PPKM, hingga membuat masyarakat kembali berkegiatan di rumah saja. Bagaimana Anda melihat efektivitas kebijakan tersebut sejauh ini?
PPKM Darurat ini, kebetulan bertepatan dengan hari raya Idul Adha, yang biasa kita sebut panennya para peternak, tapi karena PPKM saya rasa tidak lagi. Banyak sekali masjid yang tidak terima qurban, saya kehilangan 10 konsumen karena bingung berqurbannya di mana. Lapak sangat sepi, 2 tahun ini hanya 40 persen yang terjual. Begitupun teman-teman atau ketika saya tanya lapak tetangga yang biasa 200 ekor habis, sekarang hanya terjual 70 ekor. Hargapun yang biasanya 100rb/kg, peternak bisa jual hingga 80rb/kg semakin mepet Idul Adha, karena stock masih berlimpah. Ditambah lagi ada perubahan yang signifikan dari pola belanja dan perilaku konsumen, yang biasanya belanja ke lapak pinggir jalan, sekarang banyak shohibul yang hanya menitipkan uang saja ke pesantren/DKM. Kalau sudah gini kan, peternakan besar saja yang bisa harganya masuk. Padahal dilapangan tidak ada bedanya PPKM ini. Hanya tutup lebih awal, siangnya protokol kesehatan.
Bagaimana Anda menyikapi kebijakan terbaru dari pemerintah yang baru saja mengumumkan diperpanjangnya PPKM?
PPKM ini saya belum paham arah pemerintah pengennya kemana. Kalau gak mau kerumunan, kan memang aturan protokol kesehatan tidak boleh kerumunan. Menurut saya, gak usah PPKM, dijaga saja protokol kesehatan masyarakat, kalau memang mau kasih sanksi ya gak apa apa. Tapi kalau ada PPKM/PSBB/PPKM Darurat, buat apa protokol kesehatan?
Pemerintah menyatakan bahwa jika angka kasus penurunan ditunjukkan, maka pada tanggal 26 Juli nanti PPKM akan dilonggarkan. Apa tanggapan Anda dengan hal tersebut?
Beneran mas saya bingung, logika saya mengatakan protokol kesehatan itu wajib dilakukan. PPKM kalau siang harinya tidak menjaga prokes sama aja bohong, lebih baik PPKM dicabut tetapi prokes dijaga, baik dari masyarakat harus sadar atas pentingnya prokes maupun pemerintah yang menjaga agar kondusif. Saya yakin sejuta persen, kalau saya salah. Hapus saja protokol kesehatan hehe.
Semua masyarakat di berbagai sektor terkena imbasnya dari pandemi COVID-19. Apa yang bisa dilakukan sebagai warga sipil untuk membantu mengurangi dampak pandemi ini?
Dulu waktu saya COVID di rumah rakit, kata dokter yang penting makan banyak kaya akan protein. Konsumsi protein hewani di Indonesia itu rendah banget, alangkah indahnya jika Pemerintah dapat menstimulus sektor peternakan. Daya tahan tubuh masyarakat kuat, peternak sehat.
Anargya Omar
Co-founder & Marketing Director Tacobis, Yogyakarta
Bisa diceritakan bagaimana Anda melihat kasus pandemi COVID-19 sekarang ini?
Sakit sih, literally and figuratively. Semua orang pasti kena dampaknya one way or another. Masalahnya, it will take a collective effort of many stakeholders untuk bisa overcoming this crisis quickly. So far, dari pengalaman subyektif saya, upaya kolektif tersebut belum terlaksana secara ideal layaknya di negara-negara yang lebih “mudah” untuk dikelola. Alhasil kita semua berada di situasi yang difficult to navigate through ini. Namun saya optimis bahwa kita semua dapat melalui ini, walaupun tidak secara ideal. Namun pertanyaannya adalah kapan?
Varian terbaru COVID-19 membuat pemerintah menarik rem darurat dengan PPKM, hingga membuat masyarakat kembali berkegiatan di rumah saja. Bagaimana Anda melihat efektivitas kebijakan tersebut sejauh ini?
Sebagai orang yang berdomisili di Yogyakarta, saya merasa kebijakan yang selama ini muncul atas respon dari situasi COVID-19 di kota ini cukup nanggung. Maksudnya adalah setiap ada kebijakan baru yang ditetapkan, pasti ada efek samping yang kurang termitigasi dengan optimal. Mungkin memang terdapat faktor-faktor diluar pengetahuan saya yang dihadapi oleh policy-maker di kota yang saya tinggali. Namun, yang saya pribadi rasakan adalah terdapat penurunan traffic, baik itu kendaraan maupun pejalan kaki, yang tentunya berdampak pada perekonomian kota ini. Terutama usaha atau bisnis yang mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan force-majeur sesignifikan ini.
Bagaimana Anda menyikapi kebijakan terbaru dari pemerintah yang baru saja mengumumkan diperpanjangnya PPKM?
Apabila memang hanya kebijakan itu yang bisa dilakukan, mau bagaimana lagi? Terkadang memang kita yang harus beradaptasi dengan situasi yang tidak bisa ditebak. Bukankah memang adaptasi dalam ketidakpastian adalah hal terakhir yang bisa kita lakukan? Menurut saya, kita tidak bisa hanya mengharapkan situasi yang kita alami akan membaik dengan sendirinya tanpa adanya usaha untuk beradaptasi. Namun, saya-pun berpendapat bahwa faktor hoki atau luck memiliki signifikansi yang tinggi pula dalam situasi seperti ini.
Pemerintah menyatakan bahwa jika angka kasus penurunan ditunjukkan, maka pada tanggal 26 Juli nanti PPKM akan dilonggarkan. Apa tanggapan Anda dengan hal tersebut?
I can’t really tell you what I can expect, karena situasi saat ini cukup sulit untuk saya tebak. Namun, apapun kebijakannya, respon masyarakat secara kolektif akan menentukan dampak dari kebijakan tersebut secara kolektif pula. Yang jelas, sudah banyak orang yang muak akan situasi saat ini. And I’m sure that everyone wishes for things to be normal again, or at least better than what it is right now.
Semua masyarakat di berbagai sektor terkena imbasnya dari pandemi COVID-19. Apa yang bisa dilakukan sebagai warga sipil untuk membantu mengurangi dampak pandemi ini?
Paling utama adalah lindungi diri sendiri terlebih dahulu. Selalu memperhatikan protokol kesehatan, hindari perpindahan lokasi dan kontak fisik dengan orang lain jika memungkinkan, serta mengadvokasikan kepada lingkungan sekitar betapa pentingnya upaya kolektif dalam penanggulangan COVID-19. Jika memungkinkan, persuade the people around us to get vaccinated, whatever the vaccine is. Lindungi diri sendiri, agar bisa membantu orang-orang sekitar.
Reita Rininta
Atlet PON XX Softball DKI Jakarta
Bisa diceritakan bagaimana Anda melihat kasus pandemi COVID-19 sekarang ini?
Pandemi COVID-19 yang sudah berjalan lebih dari satu tahun tentunya memberi dampak besar kepada masyarakat dunia. Dari perspektif kami sebagai peserta PON XX, di mana rencana awal diselenggarakan pada tahun 2020, karena adanya pandemi jadi diundur setahun. Setahun awal pandemi cukup banyak hambatan untuk berlatih. Kawasan GBK, di mana lapangan Softball berada, sempat ditutup, dan PSBB mengharuskan kita berdiam di rumah, sehingga latihan bersama lewat video call menjadi salah satu cara berlatih. Di samping itu, poin plusnya adalah kami punya ekstra waktu untuk mempersiapkan performa kami untuk ajang PON XX yang diundur hingga 2021 Oktober dengan lebih matang lagi.
Varian terbaru COVID-19 membuat pemerintah menarik rem darurat dengan PPKM, hingga membuat masyarakat kembali berkegiatan di rumah saja. Bagaimana Anda melihat efektivitas kebijakan tersebut sejauh ini?
Beruntung untuk Pelatda dan Pelatnas yang berdomisili di Jakarta. Walaupun kawasan GBK ditutup untuk umum, kami diperbolehkan latihan selama mengikuti protokol kesehatan yang telah ditentukan. Kami pun sudah dalam tahap Training Camp semacam karantina tim untuk melakukan latihan lebih intense lagi, sekaligus memperkecil kemungkinan ‘membawa’ virus ke dalam kelompok.
Bagaimana Anda menyikapi kebijakan terbaru dari pemerintah yang baru saja mengumumkan diperpanjangnya PPKM?
Saya rasa PPKM Darurat adalah tindakan tegas untuk ‘mengerem’ kenaikan angka penularan. Sebelum PPKM diberlakukan, masyarakat seakan sudah mengurangi kewaspadaan terhadap COVID-19. Namun yang sangat terkena dampaknya adalah orang-orang yang bidang kerjanya menuntut untuk praktik di lapangan, gak sedikit yang jadi terganggu kestabilan mentalnya sehingga ngaruh ke kondisi fisiknya juga.
Pemerintah menyatakan bahwa jika angka kasus penurunan ditunjukkan, maka pada tanggal 26 Juli nanti PPKM akan dilonggarkan. Apa tanggapan Anda dengan hal tersebut?
Pro dan kontra akan kebijakan pasti ada, PPKM diperlonggar setelah kasus telah turun asal tepat dan perlahan menurut saya fine-fine saja. Maunya sih cepet normal lagi..
Semua masyarakat di berbagai sektor terkena imbasnya dari pandemi COVID-19. Apa yang bisa dilakukan sebagai warga sipil untuk membantu mengurangi dampak pandemi ini?
Sebagai warga sipil saya sebisa mungkin ikut antusias untuk beli produk temen-temen yang punya usaha sendiri, mulai dari hal kecil.
Yuka Ramadina
Co-founder Futago Ya Blok M, Jakarta Selatan
Bisa diceritakan bagaimana Anda melihat kasus pandemi COVID-19 sekarang ini?
Sejujurnya cukup prihatin dan khawatir dengan keadaan yang sekarang dibandingkan tahun lalu. Cukup merasakan pressure karena jumlah kasus yang terus meningkat, juga lebih banyak yang meninggal. Selain itu dimana beberapa negara lain mulai stabil, malah indonesia memburuk.
Varian terbaru COVID-19 membuat pemerintah menarik rem darurat dengan PPKM, hingga membuat masyarakat kembali berkegiatan di rumah saja. Bagaimana Anda melihat efektivitas kebijakan tersebut sejauh ini?
Adanya aturan saat ini tentang PPKM Darurat kurang efektif menurunkan angka kasus, dikarenakan regulasi yang kurang tegas untuk meminta orang tetap di rumah saja atau jaga jarak saat keluar rumah. Perlu juga dilakukan dengan jangka waktu yang panjang, namun harus dibarengi dengan insentif bagi masyarakat yg kurang mampu/mereka yang harus mencari nafkah di luar rumah.
Bagaimana Anda menyikapi kebijakan terbaru dari pemerintah yang baru saja mengumumkan diperpanjangnya PPKM?
Tetap mengikuti dan mendukung arahan dari pemerintah, namun sebagai pelaku bisnis F&B, kami harus terus bersiap untuk mengantisipasi adanya perubahan-perubahan yang tidak bisa dikontrol dan prediksi, karena itu perencanaan operasional harus selalu siap dan disesuaikan dengan keadaan.
Pemerintah menyatakan bahwa jika angka kasus penurunan ditunjukkan, maka pada tanggal 26 Juli nanti PPKM akan dilonggarkan. Apa tanggapan Anda dengan hal tersebut?
Tergantung dari situasi yang terjadi nanti saat sudah dilonggarkan. Karena apabila jumlah positif turun namun masih dalam angka yang besar, dan masyarakat malah abai dalam penerapan prokes, sejujurnya pasti kami masih khawatir. Dalam keadaan ini memang memudahkan kami untuk mengaktifkan lagi bisnis F&B dengan tersedianya dine in, namun kami juga tidak mau turut berkontribusi menyebarkan virus COVID karena orang-orang yang masih abai prokes dan tidak mau vaksin. Kami hanya ingin ini semua cepat berakhir.
Semua masyarakat di berbagai sektor terkena imbasnya dari pandemi COVID-19. Apa yang bisa dilakukan sebagai warga sipil untuk membantu mengurangi dampak pandemi ini?
Tetap mengikuti anjuran pemerintah, menjaga kesehatan dan prokes pada diri sendiri serta juga karyawan, memastikan kebersihan di dapur saat menyediakan makanan take away, dan yang paling penting terus menyebarkan informasi dan edukasi yang benar, juga tidak ikut menyebarkan berita-berita hoaks atau yang belum jelas kebenarannya.
Brahmantyo Putra
Filmmaker Dokumenter & Executive Producer Seven Ten Media
Bisa diceritakan bagaimana Anda melihat kasus pandemi COVID-19 sekarang ini?
Melihat keadaan pandemi COVID-19 sekarang ini tuh lebih ke arah kayak ada berbagai macam faktor yang menjadikan hal ini sangat parah akhir-akhir ini. Kemarin sempat ada di berita, jadi kalau gak salah di Tiongkok rakyatnya digagalkan waktu itu karena sebab agama, mereka waktu itu mudik kan. Amerika Serikat disebabkan karena malpraktek pemerintahnya. Kalau di Indonesia ibaratnya semua yang bisa berjalan salah di Indonesia tuh terjadi gitu sekarang. Dan sebenarnya COVID-19 sekarang ini sangat bisa dibilang lebih menyeramkan dibandingkan satu tahun yang lalu. Jujur satu tahun yang lalu, kami masih berkegiatan, melakukan kegiatan perekaman film dengan segala protokol kesehatan yang ada. Namun dengan kondisi sekarang ini sudah banyak kasus, meskipun dengan protokol-protokol ketat pun orang-orang yang kita kenal pribadi orang yang sangat ketat, tetap tertular virus COVID ini. Dan itu membahayakan keluarga serta teman-teman sekitarnya.
Varian terbaru COVID-19 membuat pemerintah menarik rem darurat dengan PPKM, hingga membuat masyarakat kembali berkegiatan di rumah saja. Bagaimana Anda melihat efektivitas kebijakan tersebut sejauh ini?
Baru ada berita, kalau gak salah dari online apa gitu, ada satu berita ibaratnya itu tuh serba salah di pemerintah. Mau menarik rem tangan berat, banyak orang akan dirugikan. Pemerintah kita tidak pernah menjalani hard lockdown seperti dilakukan pemerintah-pemerintah di luar lainnya, seperti di Melbourne serta Amerika Serikat di beberapa tempat. Jadi ada banyak ancaman-ancaman ekonomi, yang sebenarnya serba salah. Kayak gak ada yang bisa dipikirkan, ibaratnya kita itu segala lini kena. Dan meskipun hard lockdown pun sepertinya akan sulit dilakukan, melihat betapa kita sebagai lingkungan komunitas tuh sangat terintegrasi satu dengan lain. Jadi kita secara sosial dan komunitas lebih sosial, secara kultur juga sangat sosial. Dan itu akan sulit apabila harus lockdown total. Sampai sekarang PPKM Darurat cuman tambal ban doang.
Bagaimana Anda menyikapi kebijakan terbaru dari pemerintah yang baru saja mengumumkan diperpanjangnya PPKM?
Kalau melihat di jawaban sebelumnya dari kegagalan-kegagalan itu, mungkin dalam teori apabila rem kerasnya ini cuman ada di depan, itu mungkin kita gak akan separah ini. Tapi di lain sisi, kita separah ini karena ada varian baru. Jadi memang harus ada pembatasan lockdown kedua, seperti yang dilakukan banyak negara-negara lainnya, ada lockdown kedua karena varian baru ini. Dan masalahnya selama setahun ini kita terluntang lantung, di negara-negara lain sempat menikmati fase di mana mereka bisa bernafas normal ya. Kita gak pernah ada fase itu. Fase kita selalu new normal, terus new normal, serta PPKM, dan PPKM. Maksudnya karena gak pernah ada PPKM keras, kita sebagai masyarakat sudah di titik jenuh dan capek. Jadi banyak kontra dari lockdown sekarang itu, sebenarnya karena rasa capek serta lelah setelah satu tahun setengah sampai dua tahun ini terluntang lantung dengan kebijakan-kebijakan yang tidak pasti.
Pemerintah menyatakan bahwa jika angka kasus penurunan ditunjukkan, maka pada tanggal 26 Juli nanti PPKM akan dilonggarkan. Apa tanggapan Anda dengan hal tersebut?
Ini juga sebenarnya case by case banget, karena meskipun angkanya turun tidak akan memungkiri kalau tiba-tiba orang-orang dari rasa jenuhnya itu membludak. Apalagi habis Idul Adha, orang-orang apakah mudik lagi, apakah melakukan kegiatan-kegiatan lain lagi, apakah ada wave ketiga. Jadi sebenarnya ini formalitas saja kalau dilihat, 26 Juli ini dilonggarkan formalitas banget. Cuman karena pasti tekanan-tekanan banyak lini secara roda ekonomi harus berputar, masyarakat menjerit begitu, jadi formalitas banget saja. Tapi mau gimana lagi? Ya sebaiknya sih tetap PPKM dengan dukungan pemerintah. Nah ini, banyak orang-orang melihat harusnya lockdown-lockdown ini apabila disiasati dengan bantuan dana pemerintah, sembako, dan lain-lain, apa harusnya rakyat gak menjerit sekeras ini? Secara logistik juga Jawa padat banget loh, mungkin dalam teori kayak agak sulit dalam waktu yang begitu singkat untuk membuat logistik seperti itu. Bukan bermaksud untuk membela pemerintah juga, tapi kita sudah di posisi di mana semua yang kita lakukan sebenarnya salah, terus benar, kemudian salah, dan benar. Kita sudah hampir dua tahun di kondisi gini, kayak serba salah saja.
Balik lagi kepada rasa jenuh serta kebijakan yang gak jelas, banyak masyarakat yang sudah menjerit. Kalau di negara-negara luar, mereka bisa lockdown ketat karena secara standar kehidupan mereka lebih tinggi daripada kita. Mereka memiliki privilege untuk melakukan lockdown total, kita gak bisa. Banyak yang hidupnya day to day disini kena keras. Dan kita gak pernah ada sistem pemerintah yang memberikan insurance, kalau di Melbourne punya layanan Centrelink. Itu kalau orang-orang yang gak punya kerjaan, orang-orang yang memiliki pemasukan yang rendah mereka bisa hidup dari situ, kita gak ada cushion itu. Jadi ketika kita yang hidup hari ke hari kena banget, dan itu sudah terjadi, banyak kasus-kasus orang-orang menjerit yang terjadi karena itu.
Semua masyarakat di berbagai sektor terkena imbasnya dari pandemi COVID-19. Apa yang bisa dilakukan sebagai warga sipil untuk membantu mengurangi dampak pandemi ini?
Serba sulit sih, karena ya membatasi ruang gerak sih pasti tapi membatasi ruang gerak juga akan membatasi roda ekonomi mereka. Kita selalu hal-hal seperti ini di posisi privilege, aku ngerasa untuk bisa “ayo di rumah saja!” Itu privilege yang luar biasa. Orang-orang yang komentar di sosial media “ah ini gara-gara kalian keluar-luar,” mereka gak menyadari privilege mereka untuk bisa mendekam beserta berdiam di rumah. Karena orang yang hidup hari ke hari, ya sekarang hidup mereka ngapain? Kalau aku ngeliat sekarang, ruko-ruko pinggir rumah saja itu orang datang satu sehari saja sudah bagus banget. Paling yang jalan cuman Indomaret, karena orang-orang masih ke Indomaret buat kebutuhan pokok seperti minyak, beras, dan jajan. Tapi kalau misalnya hal-hal lain tuh sepi banget. Dan yang bertahan adalah yang mampu. Sama seperti kemarin sempat ada tugas ke Bali itu, satu jalanan Legian dan Kuta yang dulunya banyak orang-orang jualan di toko-toko itu, banyak banget yang tutup. Yang bertahan adalah yang mampu, yang bertahan adalah yang memiliki kekuatan yaitu untuk bertahan. Jadi, mungkin kita harus sadar, berhenti mengkritik begitu keras, karena kita tidak pernah ada di posisi mereka.
Tapi di satu sisi banyak sekarang program-program yang dijalani oleh pihak swasta seperti kitabisa.com dan wargabantuwarga.com, itu berikan informasi-informasi positif tentang bantuan-bantuan yang ada. Karena sebenarnya bantuan-bantuan itu banyak. Banyak komunitas-komunitas membuat bantuan-bantuan COVID, mulai dari pejuang isolasi mandiri, mereka memberikan makan serta obat-obatan gratis untuk yang membutuhkan. Apabila informasi-informasi dan sumber-sumber informasi lebih banyak, kita sebagai komunitas harusnya bisa lebih bertahan dengan baik. Meskipun kita memiliki pemerintah yang begini, seperti contohnya di Jogja, bagaimana warganya harus saling merangkul satu sama lain untuk bertahan hidup karena pemerintahnya tidak peduli sama mereka. Kita kayaknya kalau nyalahin pemerintah terus itu sudah hal yang cliche-nya kita sejak zaman orde baru. Ya kita autopilot saja sebagai komunitas harus merangkul satu sama lain, membantu satu sama lain. Menyadari privilege kita dan coba at least do something about the current situation daripada kita komentar saja