Seri “Loki” Dimulai dengan Kesialan Yang Menjadi Awal Takdir Tidak Terduga
Berpacu dengan alur waktu, seri “Loki” bermain dengan konsep multiverse.
Text: Shadia Kansha
Foto: Marvel
The God of Mischief strikes again. Setelah ditinggal menggantung selama dua tahun sejak kemunculan terakhirnya di “Avengers: Endgame”, kita mendapatkan jawaban tentang kemana Loki bertransportasi saat kekacauan yang disebabkan oleh Avengers berlangsung. Melalui seri terbaru Marvel bertajuk “Loki”, kita diajak mengenal lebih dalam adik Thor yang selama ini hanya diperlakukan sebagai karakter pendukung.
Karakter yang diperankan oleh Tom Hiddleston tersebut sering diasosiasikan dengan Tesseract (satu dari 5 infinity stones). Sejak film Avengers yang pertama hingga seri yang terakhir saja keluar, rasanya tidak lengkap jika Loki tidak berulah dengan batu magis tersebut. Namun sayangnya, belum sempat ia menggunakan batu tersebut untuk mengklaim tahta yang dia idam-idamkan, dia malah tertangkap oleh Time Variance Authority (TVA) dan dituduh mengganggu alur waktu.
Ada beberapa hal yang menarik dari episode awal seri ini. Pertama, konsep TVA yang sangat kental dengan unsur-unsur birokrasi keamanan seakan-akan sengaja dibawakan secara satir. Coba bayangkan: kamu sedang mengurus surat tilang. Kamu harus menunggu giliran sebelum akhirnya mendengarkan putusan hakim tentang besaran denda, jika diperlukan hakim akan bertanya-tanya tentang rekam pelanggaran yang dimiliki olehnya. Nah, kurang lebih itulah yang dilalui oleh Loki selama berada di bawah tahanan TVA (tentunya dengan intrik-intrik magis atau aneh khas Marvel yang jarang ditemui di dunia nyata).
Kedua, chemistry antara Loki dengan salah satu karakter dalam seri ini, yaitu Agen Mobius. Pernahkah kamu punya satu teman yang harusnya sih kamu tidak cocok dengannya, tapi ternyata kamu bisa akur dengannya? Dinamika hubungan Loki dan Agen Mobius kurang lebih seperti itu. Mereka tidak suka satu sama lain, namun Loki merasa dari semua orang di TVA hanya Agen Mobius yang dapat dipercaya. Tanpa penjelasan harfiah tersebut, Tom Hiddleston dan Owen Wilson dapat membuat para penonton percaya bahwa besar kemungkinan bagi mereka untuk akur kedepannya.
Terakhir, estetika yang dipilih untuk seri ini. Tidak seperti film Marvel yang pada umumnya sangat futuristik (dengan takaran yang tepat), estetika seri ini lebih mirip dengan WandaVision: garis halus antara retro dan futuristik. Teknologi mereka memang terlihat canggih dan maju melebihi waktu kita, namun desain interior dan tata busana yang dipilih sangat khas retro.
Seri ini menjadi bukti bahwa masih banyak hal yang dapat dikembangkan dari Marvel Comics Universe. Karakter Loki yang erat dengan komedi-komedi satir diharapkan dapat membawa cerita kompleks Marvel menjadi lebih menyenangkan untuk dicerna. Bagi kamu yang ingin mengikuti kelanjutan cerita Loki yang berubah dari seorang Dewa menjadi Detektif, seri ini dapat kalian akses melalui Disney+.