Mengunjungi Jerman, Menghidupkan Memori dari Film Kenangan
Menghidupkan kembali cerita juga kenangan yang hidup di Jerman melalui film.
Words by Ghina Sabrina
In partnership with WeGo German Tourism Board
Cover: Dhira Ragasanmata
Sebuah tempat atau lokasi hidup melalui kisah-kisah yang ada di dalamnya. Kisah yang kemudian menjadi sejarah yang lalu menimbulkan romantisme bagi siapa pun yang hidup atau singgah. Jerman dalam hal ini adalah salah satu di antaranya yang meninggalkan kesan mendalam. Kesan ini pula yang kemudian terabadikan dalam deretan film-film penting. Di film-film ini, Jerman berperan lebih dari sekadar latar, ia tak jarang menjadi nyawa cerita. Untuk menghidupkan kembali cerita juga kenangan yang hidup di sana, mari lihat kembali deretan film ini.
THE GRAND BUDAPEST HOTEL
Apresiasi Arsitektur Klasik di Görlitz
Digarap oleh Wes Anderson pada tahun 2014, film “The Grand Budapest Hotel” mengisahkan petualangan Gustave H., seorang concierge legendaris di sebuah hotel ternama yang terletak di Republik Zubrowka pada era Perang Dunia pertama dan kedua, dan Zero Mustafa, seorang lobby boy yang kemudian menjadi sahabatnya yang paling dipercaya. Selain karena ceritanya yang dikemas secara menarik dan pemainnya yang terdiri dari kumpulan aktor berbakat, film tersebut juga berhasil memukau para penonton akibat desain produksinya yang benar-benar dipikirkan secara matang. Mulai dari detail properti dalam film yang dirancang dengan perhatian khusus hingga aspek lokasi yakni di suatu republik fiktif yang memiliki karakter yang kuat, membuat film ini terasa seperti sesuatu yang nyata dan benar terjadi di masa yang lalu.
Rushmore Academy
Walau Republik Zubrowka hanyalah sebuah tempat fiktif yang dibuat khusus untuk menjadi latar belakang dalam film, sebagian besar dari tempat yang tampak di film tersebut muncul dari kota Görlitz yang berada di sudut Timur Jerman. Nuansa kota tua yang memadukan unsur abad pertengahan dengan gaya arsitektur Art Nouveau, Art Deco dan Gothic yang kental dapat ditemukan di seluruh sudut kota Görlitz. Terlebih dari itu, dari sekitar 4.000 gedung yang dilindungi karena statusnya sebagai monumen bersejarah, Anderson terpikat dengan sebuah department store terlantar yakni Görlitzer Warenhaus yang membuatnya memutuskan untuk menjadikan tempat tersebut sebagai struktur utama dari Grand Budapest Hotel. Menurutnya, gedung tersebut sudah memiliki karakter tersendiri, interior megah dan mewah dengan gaya Art Nouveau yang kuat membuatnya sangat cocok untuk dijadikan hotel untuk film tersebut.
Sebagai salah satu kota yang masih memiliki warisan arsitektur yang kaya sepeninggal dari abad pertengahan, tidak mengherankan jika Görlitz menjadi lokasi utama untuk film “The Grand Budapest Hotel”. Ditambah lagi, kota Görlitz telah dinobatkan sebagai “Best European Film Location of the Decade” oleh Asosiasi Komisi Film Eropa.
GOODBYE, LENIN!
Kisah Dari Ibukota, Berlin
Film tragic comedy garapan sutradara Wolfgang Becker ini menceritakan kisah sebuah keluarga dari Jerman Timur, di mana sang ibu yang mendedikasikan dirinya pada gerakan sosialis tiba-tiba jatuh koma tak lama sebelum revolusi di tahun 1989. Delapan bulan kemudian, di saat ia telah terbangun, putranya berusaha untuk melindunginya dari serangan jantung yang fatal dengan menyembunyikan jatuhnya Tembok Berlin dan runtuhnya gerakan sosialisme di Jerman. Berlatar belakang pada momen bersejarah yakni runtuhnya Tembok Berlin, film tersebut menggabungkan komedi situasional, ironi takdir dan perselisihan antara realita dan fiksi.
Goodbye Lenin merupakan film yang kaya akan representasi visual, humor dan kecerdasan dan kesan bersejarah yang akurat tentang bagaimana perubahan yang terjadi memengaruhi kehidupan para penduduk Jerman Timur. Berlin sendiri merupakan ibu kota dan kota terbesar di Jerman. Kebanyakan adegan dari film tersebut diambil di Karl-Marx-Allee dan daerah Alexanderplatz yang terletak di sekitar kota Berlin. Sempatkan untuk mengunjungi Berlin untuk melihat kota global yang bergerak di segi budaya, politik, media dan sains, yang juga menjadi tempat kompleks studio film skala besar tertua di dunia, yaitu Babelsberg Studio, kota tersebut juga menjadi lokasi yang populer untuk produksi film internasional.
ALI: FEAR EATS THE SOUL
Melihat Budaya Hidup di Munich
Berlatar di kota Munich pada era pasca Perang Dunia Kedua, film garapan sutradara Rainer Werner Fassbinder tersebut menceritakan kisah cinta antara Emmi, seorang wanita asal Jerman di usia pertengahan enam puluhan, dan Ali, seorang pekerja migran asal Maroko yang sekitar dua puluh lima tahun lebih muda darinya. Film ini mengeksplorasi sisi psikologis dari isu rasisme pada masa itu dengan cara yang apik.
Thought And Image
Terlebih dari itu, hal yang sangat memengaruhi jalan cerita film ini adalah pemilihan Munich sebagai latar tempat. Sebagai kota terbesar ketiga di Jerman, Munich merupakan pusat utama seni, teknologi, inovasi, budaya, bisnis, dan turisme. Pada periode pasca Perang Dunia Kedua, Munich tetap memiliki peran signifikan dalam budaya, politik dan ekonomi Jerman, sehingga dinamakan Heimliche Hauptstadt atau ibu kota rahasia dalam beberapa dekade setelah periode tersebut. Jika dilihat dalam segi arsitektur, kota tersebut memiliki perpaduan eklektik antara gaya arsitektur bersejarah dan modern, karena banyaknya proyek rekonstruksi dan pembangunan landmark baru.
Soal kontribusinya pada budaya, dengan mampir di kota Munich, kita bisa melihat secara langsung juga merupakan pusat dari figur-figur penting dari gerakan New German Cinema, yang salah satunya adalah sutradara film itu sendiri yaitu Rainer Werner Fassbinder. Pada tahun 1971, peran kota Munich dalam sejarah terbentuknya New German Cinema diperkuat dengan didirikannya distributor film legendaris “Filmverlag der Autoren”. Gerakan tersebut pun dianggap sebagai gerakan artistik paling berpengaruh di sejarah perfilman Jerman sejak era Ekspresionisme Jerman di tahun 1920.
BRIDGE OF SPIES
Merunut Kepingan Sejarah di Potsdam
Film drama sejarah yang disutradarai oleh Steven Spielberg ini berkisah tentang cerita James B. Donovan, seorang pengacara asal Amerika Serikat yang dipercaya untuk merundingkan kasus pembebasan Francis Gary Powers, seorang pilot Angkatan Udara Amerika Serikat yang pesawat mata-matanya ditembak jatuh di atas Uni Soviet di tahun 1960 sebagai ganti Rudolf Abel, seorang terpidana mata-mata KGB Soviet yang ditahan di Amerika Serikat yang ia wakili di pengadilan. Diambil dari peristiwa dalam sejarah, Matt Charman, selaku salah satu penulis film tersebut, tertarik untuk mengadaptasi cerita tersebut setelah membaca footnote mengenai Donovan di buku “An Unfinished Life: John F. Kennedy, 1917–1963”. Meski tidak semua adegan yang ada di film itu persis seperti kejadian dalam sejarah, peristiwa yang ditonjolkan oleh film tersebut adalah pertukaran tawanan yang berlangsung di Jembatan Glienicke yang dikenal sebagai “Bridge of Spies”. Oleh sebab itu, “Bridge of Spies” pun digunakan sebagai judul film.
Screenprism
Jembatan Glienicke mungkin terlihat seperti jembatan biasa, namun konstruksi yang didirikan pada 1907 itu berdiri di atas Sungai Havel yang pada masa Perang Dingin posisinya berada di perbatasan tertutup antara Blok Timur – kini Potsdam di Jerman Timur, dan wilayah yang identik dengan Blok Barat – yakni Berlin Barat. Oleh sebab itu, kubu Amerika Serikat dan Soviet kerap menggunakan jembatan tersebut untuk praktik pertukaran tawanan perang sampai tahun 1980-an. Terlepas dari kegunaannya yang berkenaan dengan hal-hal berbau politik, kini jembatan tersebut kerap digunakan sebagai lokasi film seperti “Bridge of Spies”. Akibat peristiwa bersejarah yang diangkat dalam film itu, Kanselir Angela Merkel datang untuk menonton peragaan kembali kejadian tersebut.
Dengan singgah di Berlin, kota Potsdam yang terletak di perbatasannya penuh dengan sejarah dan budaya yang berasal dari Kerajaan Prusia yang singgah hingga awal abad ke-20. Tata kota yang diterapkan di Potsdam dirancang untuk mewujudkan gagasan dari Abad Pencerahan di abad ke-18, melalui perpaduan arsitektur dan lanskap yang seimbang yang akan mengingatkan penghuninya akan hubungan mereka dengan alam.
—
Untuk benar-benar meresapi kisah-kisah yang ada di film ini, mengunjungi Jerman secara langsung adalah pengalaman yang akan meninggalkan kesan yang lebih mendalam. Penawaran menarik dari Wego, akan membuat perjalanan ini bisa dilakukan oleh siapa saja. Kunjungi situs German National Tourist Board untuk menghidupkan sekaligus menciptakan memori pribadi di kota-kota bersejarah Jerman.