Dokumenter MUSA Mengangkat Ganja Sebagai Terapi untuk Cerebral Palsy Sembari Mengusik Polemik Legalisasi
Yayasan Sativa Nusantara dan Lingkar Ganja Nusantara mempersembahkan film dokumenter yang menceritakan tentang perjuangan penyintas cerebral palsy.
Teks: Yusril Mukav
Foto: Tirto
Ibu Dwi, seorang ibu, kepala rumah tangga, dan pejuang, merawat anaknya yang bernama Musa, salah satu penyintas cerebral palsy yang tidak mendapatkan hak-haknya dalam sektor kesehatan.
Musa mendapatkan vonis mengidap cerebral palsy sejak ia umur 40 hari, dalam perjalanannya ia telah mencoba berbagai macam pengobatan, namun tidak menemui jalan keluar.
Suatu saat ibunya yaitu ibu Dwi mendapatkan akses untuk mencoba pengobatan ke Australia, dengan menggunakan minyak ganja. Ia mengatakan bahwa setelah menggunakannya, anaknya dapat tenang dan tidak kejang-kejang.
Naasnya, obat tersebut tidak boleh dipergunakan di Indonesia, dikarenakan dalam Undang-undang, ganja termasuk jenis narkotika golongan satu, yang artinya memang harus dihindari dan tidak dipakai dalam jenis apapun.
Di Indonesia jenis narkotika digolongkan menjadi tiga, yang dapat digunakan menjadi bahan pengobatan hanya golongan dua dan tiga, dan tidak menutup kemungkinan yang berada di golongan dua juga hanya beberapa yang dapat digunakan.
Atas dasar penggolongan tersebut Musa tidak dapat menggunakan minyak ganja sebagai pengobatan, namun ibu Dwi tidak hanya diam saja, ia dengan beberapa kawan penyintas lainnya menggugat Undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK), dengan ditemani oleh beberapa kelompok masyarakat sebagai bantuan hukum, ia berangkat untuk mengambil kembali hak-hak anaknya.
Di tengah-tengah berjalannya pengujian Undang-undang tersebut, Musa menghembuskan nafas terakhirnya.
Karya dokumenter yang dikerjakan oleh Alexander Sinaga ini memberikan kita pandangan landscape bagaimana kebutuhan kita akan tanaman ganja atas kebutuhan medis. Tidak menutup kemungkinan kasus seperti Musa juga terjadi di belahan daerah yang lain.
Kasus Musa memperlihatkan hukum yang tidak dihadirkan dalam kehidupan kita sebagai warga negara, bayangkan saja jika suatu saat kita, anak kita, kerabat, atau salah satu keluarga kita mengidap cerebral palsy namun regulasi penggunaan ganja sebagai kebutuhan medis masih belum diterapkan.
Dasar dari Undang-undang Narkotika melihat bahwa Undang-undang tersebut dapat terkecuali untuk kebutuhan kesehatan bagi warga negara, namun dalam pasal yang tertera dalam Undang-undang tersebut berkata sebaliknya.
Dhira Narayana eks direktur Lingkar Ganja Nusantara mengatakan jika ganja adalah tumbuhan endemik yang ada di Indonesia, dan sejak dulu telah banyak dipakai oleh nenek moyang kita, seperti akar ganja yang dapat mengobati kencing manis
Bagi penduduk Aceh, ganja sendiri bukan menjadi tanaman yang asing, dari nenek moyang mereka telah menggunakan ganja sebagai salah satu bahan pangan dan pengobatan tradisional, secara kultural tanaman ganja dekat dengan budaya Nusantara.