Creative Weirdness sampai Representasi Asia: Bagaimana “Everything Everywhere All At Once” Mengubah Arah Sejarah di Oscars 2023
Film sci-fi yang membawa unsur multiverse ini jadi tonggak bagi Asia untuk tampil di industri film dunia.
Teks: Faesal Mubarok
Foto: Everything Everywhere All At Once
Meskipun film Everything Everywhere All At Once terasa mengingatkan pada beberapa film, termasuk The Matrix dan Being John Malkovich, namun apa yang disajikan dalam film ini juga memiliki kejeniusan yang luar biasa. Ditulis dan disutradarai oleh Daniel Kwan dan Daniel Scheinert, yang secara luas dikenal sebagai Daniels, film ini merupakan gebrakan dari apa yang disebut “creative weirdness”.
Mengisahkan imigran Tionghoa, Evelyn Wang, diperankan oleh Michelle Yeoh, yang keberadaannya menjadi kunci untuk menyelamatkan multiverse dari kekuatan jahat misterius. Sutradara Daniels melalui penggambarannya terhadap multiverse tersebut unik, berdasarkan anggapan bahwa setiap keputusan yang kita buat membagi kemungkinan realitas kita menjadi dua jalur, yang pada akhirnya menciptakan alam semesta tanpa batas. Di satu alam semesta, Evelyn adalah istri dan ibu yang kelelahan; di sisi lain, dia adalah bintang kung-fu yang terkenal. Banyak hal dari film ini yang perlu ditekankan, namun pada intinya, film ini menjelaskan di mana segala sesuatu terjadi.
Akan mudah untuk membuat perbandingan dengan film seperti The Matrix atau bahkan Sliding Doors, film lain yang bermain dengan ide “what if”, tetapi kenyataannya Hollywood tidak pernah menampilkan protagonis Asia untuk sorotan utama cerita seperti ini sebelumnya.
Pernahkah kita melihat seorang wanita Tionghoa-Amerika dapat melakukan aksi besar dan gravitas emosional di layar lebar tanpa film tersebut mempermasalahkan rasnya atau mengandalkan stereotip? Meskipun durasinya terlalu lama dan beberapa momen unik yang akan terasa terlalu mendalam bagi sebagian penonton, Everything Everywhere All At Once merupakan pencapaian luar biasa dalam banyak hal. Ini terobosan karena memungkinkan perspektif baru, tetapi juga aneh. Film ini adalah serangan ide visual dan tematik yang sering membuat berpikir dalam memaknai keutuhan cerita.
Representasi Asia untuk pertama kalinya
Untuk pertama kalinya dalam 95 tahun sejarah Academy of Motion Picture Arts and Sciences memberikan Oscar untuk aktris terbaik dalam peran utama kepada seorang wanita Asia.
Michelle Yeoh seorang kelahiran Malaysia yang mengawali karier menjadi bintang perfilman Hong Kong sebelum menjadi perhatian global dalam film-film seperti Crouching Tiger, Hidden Dragon, Memoirs of a Geisha, Tomorrow Never Dies dan Crazy Rich Asians.
Kemenangan Ke Huy Quan untuk Aktor Pendukung Terbaik juga membuatnya menjadi orang Asia kedua yang meraih penghargaan tersebut, 38 tahun setelah Haing S. Ngor menang untuk The Killing Fields.
Ditambah lagi, co-sutradara Daniel Kwan menjadi sutradara Asia keempat yang memenangkan Penyutradaraan Terbaik.
Everything Everywhere All At Once menjadi film ketiga dalam sejarah Oscar yang memenangkan tiga penghargaan akting, mengikuti jejak A Streetcar Named Desire tahun 1951 dan Network tahun 1976.
Dengan 11 nominasi Oscar dan tujuh kemenangan besar, film sci-fi ini mencapai banyak hal di acara tersebut, menandai tonggak penting bagi representasi Asia di industri film.