The Beauty of Everyday: Titik Temu antara Modest Fashion dengan Budaya Jepang
Menelusuri nilai-nilai modesty yang tersembunyi dalam etika berbusana Jepang.
Words by Shadia Kansha
In partnership with Bobo Tokyo
Cover: Riezky Hana Putra
Sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak di dunia, rasanya tidak asing melihat perempuan berhijab di Indonesia. Dengan valuasi pasar mencapai miliaran rupiah, wajar jika jenama-jenama modest fashion muncul berjamuran, semua dengan inovasi dan keunikan masing-masing.
Berbeda dengan Indonesia, Jepang jarang diasosiasikan dengan modest fashion. Selain karena kultur pop yang sangat ekspresif, industri fashion di Jepang terkenal inovatif dan visioner. Makanya, koleksi busana yang dipertunjukkan seringkali jauh dari kata sederhana.
Padahal jika kita amati, kenyataannya tidak selalu seperti itu. Selain kualitas yang tinggi, jenama Jepang juga kerap menawarkan pakaian dengan desain yang modest. Toby Slade, dalam bukunya “Japanese Fashion: a Cultural History,” menjelaskan bahwa biarpun modernisasi menjadikan Jepang negara yang fashion forward, tata busana sederhana dan tertutup tetap menjadi pilihan utama masyarakat Jepang dalam kehidupan sehari-hari. Itulah mengapa, kita sering menemukan kemeja berlengan panjang, rok dibawah lutut, baggy pants, oversized blouse, maxi dress, dan berbagai variasi outer dari jenama-jenama Jepang.
Fenomena tersebut juga bisa kita temukan dalam berbagai etika berbusana yang berlaku di Jepang hingga hari ini. Sebagai contoh, perempuan yang menghadiri pertemuan bisnis dianjurkan untuk menggunakan terusan dengan rok dibawah lutut atau setelan yang tidak ketat. Hal ini dilakukan untuk menjaga profesionalitas dan rasa hormat.
Tidak hanya itu, selain berlengan panjang, Kimono juga dibuat menggunakan bahan yang kaku dan tidak mengikuti lekuk tubuh. Harapannya, fokus dari pakaian tersebut bukan menunjukkan bentuk tubuh penggunanya, melainkan keindahan warna dan desain kain yang digunakan.
Dalam penelitian Toshi Yamagishi dan rekan-rekannya yang berjudul “Modesty in self-presentation: a comparison between the USA and Japan”, ditemukan bahwa nilai-nilai kesederhanaan (modesty) telah diinternalisasi oleh masyarakat Jepang sebagai bagian dari representasi diri. Bisa dibilang, berpakaian tertutup adalah hal yang wajar dilakukan apabila ingin dilihat sebagai orang yang beradab baik. Itulah mengapa panduan-panduan untuk turis yang ingin mengunjungi Jepang dihimbau untuk tidak menggunakan pakaian yang terlalu terbuka.
Selama ini, modest fashion kita asosiasikan dengan hijab secara eksklusif. Estetika seakan menjadi hal yang sekunder untuk dipertimbangkan. Toh, inti utama cabang tata busana tersebut adalah memenuhi kebutuhan para pengguna hijab yang ingin menutup aurat dan melaksanakan himbauan keimanannya.
Padahal, menurut buku “Modest Fashion: Styling Bodies, Mediating Faith” yang diedit oleh Reina Lewis, modesty sendiri memiliki banyak versi. Dari sudut pandang religius, berpakaian modest dimaksudkan untuk menutupi aurat sesuai dengan himbauan keimanannya. Dari sudut pandang representasi diri, modesty merupakan bagian dari nilai-nilai kesopanan dan kesederhanaan. Dari sudut pandang perilaku, modesty merupakan perwujudan sikap hormat dari para penggunanya untuk orang-orang disekitarnya. Apapun motivasi yang mendasarinya, modest fashion mendorong tata busana yang menyembunyikan lekuk tubuh dan kulit penggunanya.
Kita tidak harus melulu bergantung pada embel-embel “baju muslim” atau “pakaian syariah” untuk berpakaian modest. Dengan mengandalkan pemahaman yang tepat, kita tetap bisa memadupadankan busana modest dengan modis sambil memenuhi himbauan keimanan dan nilai-nilai kesopanan.
Untungnya, dengan bantuan media sosial, para pengguna hijab di Indonesia sudah mulai menyadari bahwa tata busana modest tidak harus membatasi ekspresi dan kreativitas penggunanya. Hal ini terbukti melalui sebuah studi komparatif bertajuk “The Perception of Malaysian Youth Towards Indonesian Modest Fashion” yang menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki pasar yang jauh lebih berani dan ekspresif dalam menginterpretasikan modest wear.
Dalam “The Beauty of Everyday”, kita akan membedah hal-hal sederhana melalui berbagai sudut pandang filosofi Jepang. Nantikan artikel selanjutnya dengan mengikuti media sosial kami dan Bobo Tokyo!