Melihat Inklusivitas Desain di Sekitar Kita
Kami berbincang dengan Hermawan Tanzil, Ahmad Djuhara hingga Andi Rahmat soal inklusivitas desain di Indonesia hingga pentingnya kolaborasi lintas disiplin.
Words by Ghina Sabrina
Desain: Tiana Olivia
Saat membicarakan soal desain, seringkali jarak pemahaman antara para pelaku desain dan masyarakat terasa sangat jelas. Padahal, salah satu fungsi desain sendiri adalah untuk meningkatkan kualitas masyarakat berkehidupan. Atas dasar ini, Bintaro Design District pun mengangkat “Inclusivity” sebagai tema besar di tahun ke-2 untuk para desainer dapat bersentuhan langsung dengan masyarakat sekaligus mengedukasi soal cara-cara desain yang baik dapat berdampak pada kehidupan kita. Oleh karena itu, kami berbincang dengan sosok-sosok desainer hingga arsitek mengenai inklusivitas desain di Indonesia, pentingnya kolaborasi lintas disiplin, hingga upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh para desainer untuk meningkatkan kualitas desain perkotaan.
Hermawan Tanzil
LeBoYe
Jika membicarakan soal tema “Inclusivity”, apakah bahasan mengenai desain dan arsitektur di Indonesia sudah berada di tahap inklusif?
Sangat sedikit. Kita sebagai designer terbiasa sibuk dengan proyek klien-klien kita. Itulah sebabnya kita mengajak para designer dan arsitek untuk berpartisipasi di Bintaro Design District dengan tema “Inclusivity”. Supaya masyarakat luas tahu apa itu desain dan arsitektur, khususnya masyarakat awam yang tidak pernah bersentuhan dengan desain. BDD ini adalah cara kami untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat serta memberi edukasi bahwa desain itu penting. Kita mengajak para designer untuk membuat karya yang tujuannya bukan hanya memperbaiki lingkungan hidup dan ruang hidup tetapi juga membawa dampak terhadap ekonomi. Salah satu proyek yang menarik yang dikerjakan oleh Andra Matin adalah Mie Ayam Tirta, mie langganan andramatin studio. Mereka berinisiatif mendesain ruang pedagang kaki lima ini dan berkolaborasi dengan teman-teman desainernya untuk mengerjakan branding dari kedai Mie Ayam ini.
Apakah acara seperti Bintaro Design Distrik berpotensi untuk dapat diterapkan di daerah/distrik lain di Indonesia?
Saya berharap akan bermunculan berbagai design district di berbagai kota atau daerah lainnya. Gelaran Bintaro Design District ini dapat menyatukan banyak lingkup desain mulai dari arsitektur, graphic design, interior, hingga product design.
Gelaran Bintaro Design District dapat menyatukan banyak bahasan desain menjadi satu, dari arsitektur, graphic design, interior, hingga product design. Bagaimana Anda melihat potensi menyatunya bahasan-bahasan tersebut di wadah yang lebih luas?
Dengan BBD ini salah satu misi kita adalah membangun network dengan designer-designer lintas disiplin lainnya, tentunya “kolaborasi” adalah spirit yang selalu di utamakan dalam program BDD. Saya yakin kedepannya peluangnya sangat besar bagi kita para designer untuk mengerjakan project-project berskala nasional dengan berkolaborasi lintas disiplin sesama designer lainnya. Tentunya akan selalu lebih baik.
Bagaimana Anda melihat pengaruh dari gelaran seni dan desain seperti BDD ataupun acara lainnya pada publik?
Semuanya memerlukan waktu, mas Budi Pradono dan kita semua selalu membayangkan bagaimana Jakarta ini bisa menjadi seperti kota seperti Helsinki di mana warga kota tersebut aware dan mengerti akan pentingnya good design atau design awareness. Jika masyarakat di negara kita mengerti design dengan baik tentunya negara dan kota ini dengan sendirinya akan lebih baik dan bukan hanya sekedar artistik dan keindahan. Desain sebagai cara melihat sesuatu yg positif dan baik dan lama-lama masyarakat kita akan berubah.
Sebagai contoh di Dia.lo.gue kita sedang mengadakan pameran Seek A Seek yang kedua dengan tema konjungsi. Saya bangga sekali karena kali ini pameran dihadiri semua anak-anak muda yang menyimak, membaca dan melihat karya dari masing masing 46 studio yang ada dengan baik. Sementara itu, 3 tahun yang lalu di pameran Seek A Seek yang pertama, orang lebih banyak berkunjung untuk berfoto-foto di Instagram sampai di ruang publikasi buku-buku, karya desainnya rusak, kotor dan keriting dan baru hanya 4 hari berlangsung dan kita harus mengganti semuanya. Saya percaya masyarakat kita perlu acara yang berdampak positif seperti BDD dan Seek A Seek yang melibatkan kerja sama dan bergotong royong dengan komunitas komunitas untuk memberikan sesuatu yang baik.
Andi Rahmat
Nusae
Jika membicarakan soal tema “Inclusivity”, apakah bahasan mengenai desain dan arsitektur di Indonesia sudah berada di tahap inklusif?
Saya rasa untuk sekarang belum, tetapi mungkin menuju ke arah sana melihat ruang-ruang publik yang ramah disabilities sudah mulai ada walaupun masih jauh dari kata ideal jumlahnya, contohnya MRT dan akses menuju stasiun MRT Sudah ramah bagi yang berkebutuhan khusus, juga beberapa taman dan mall. Untuk arti inklusif sendiri sangat luas, saya rasa peranan pemerintah sangat besar untuk hal desain yang inklusif karena ada kaitannya dengan regulasi, inklusif bagaimana masyarakat berkebutuhan khusus bisa beraktivitas yang nyaman pada infrastruktur publik (beberapa contoh seperti trotoar, taman, mall, transports publik). Untuk arsitektur bagaimana semua bangunan yang dibangun memiliki standar yang baik untuk disabilitas, mungkin sekarang sudah ada aturan tapi belum detail dan belum dilapisi secara tegas. Inklusif dalam hal perputaran ekonomi kerakyatan, bagaimana pemerintah dalam mendesain kota mempersiapkan area-area khusus yang tertib bagi PKL dan pengrajin- pengrajin diselaraskan dengan regulasi yang memperhatikan keberlangsungan hidup masyarakat umum secara luas.
Apakah acara seperti Bintaro Design District berpotensi untuk dapat diterapkan di daerah/distrik lain di Indonesia?
Sangat berpotensi, terutama dikota-kota yang berkegiatan bisnis komersil dan banyak pelaku desain di daerah tersebut. Setiap daerah/distrik pasti memiliki karakter yang unik dan berbeda dengan yang lainnya, disini peranan desainer sangat penting untuk merespon keunikan tersebut dikemas dengan cara pikir desain sehingga lingkungan / daerah tersebut menjadi lebih baik.
Gelaran Bintaro Design District dapat menyatukan banyak bahasan desain menjadi satu, dari arsitektur, graphic design, interior, hingga product design. Bagaimana Anda melihat potensi menyatunya bahasan-bahasan tersebut di wadah yang lebih luas?
Menurut saya sangat menarik dan baik, bagaimana sebuah masalah bisa diselesaikan secara menyeluruh / holistik sehingga menghasilkan solusi yang tepat dan berkualitas. Dengan menyatunya berbagai disiplin desain dalam acara Bintaro Design District meningkatkan kesadaran bagi para desainer bahwa setiap profesi memiliki perannya masing-masing yang menjadikannya keutuhan desain. Kemudian meluasnya cara pandang desain tidak hanya dalam satu perspektif satu profesi, tetapi cara berpikir desain terhadap semua hal. Seperti yang disampaikan Massimo Vignelli “If you can design one thing, you can design everything”.
Bagaimana Anda melihat pengaruh dari gelaran seni dan desain seperti BDD ataupun acara lainnya pada publik?
Positif karena sangat menguntungkan bagi lingkungan, pelaku desain, pelaku bisnis dan masyarakat umum. Bagaimana desainer bisa berbagi pemikiran- pemikirannya dan solusi yang ditawarkan terhadap publik, pelaku bisnis dan masyarakat jadi mengerti bagaimana desain memiliki manfaat. Karir bagi desainer meningkat, ekonomi berjalan dan lingkungan jadi lebih baik.
Apa yang Anda harapkan dari perhelatan Bintaro Design District tahun ini?
Dengan melihat tema tahun ini “inclusivity” harapan saya ada dua. Yang pertama semoga para desainer rasa empatinya bertambah terhadap lingkungan sekitar, berbuat sesuatu agar lingkungannya lebih baik dengan cara berpikir desainer. Yang kedua masyarakat umum berbagai kalangan bisa lebih mengerti lagi tugas dari desainer dan manfaat dari desain itu sendiri.
Adria Ricardo & Yurike Safanayong
Adria Yurike Architects
Jika membicarakan soal tema “Inclusivity”, apakah bahasan mengenai desain dan arsitektur di Indonesia sudah berada di tahap inklusif?
Belum. Desain dan arsitektur belum menyentuh betul ke setiap aspek kehidupan bermasyarakat. Setiap biro/konsultan Indonesia masih perlu melakukan riset dan pengembangan secara berkesinambungan dalam rangka tercapainya desain yang baik dan dapat dimengerti publik secara luas.
Apakah acara seperti Bintaro Design Distrik berpotensi untuk dapat diterapkan di daerah/distrik lain di Indonesia?
Ya, bisa. Dengan konsep dan manajemen yang baik acara seperti Bintaro Design District dapat diterapkan di daerah lainnya di Indonesia. Acara seperti ini sangat baik untuk dijadikan benchmarking bagi banyak pihak pelaku industri kreatif dan design.
Gelaran Bintaro Design District dapat menyatukan banyak bahasan desain menjadi satu, dari arsitektur, graphic design, interior, hingga product design. Bagaimana Anda melihat potensi menyatunya bahasan-bahasan tersebut di wadah yang lebih luas?
Sebetulnya sudah terjadi dalam skala proyek. Hanya saja dalam skala tersebut masing-masing pihak memiliki keterbatasan dalam memproyeksikan visi-visi yang lebih besar terkait bahasan desain di indonesia. Harapannya, dengan giat event-event besar seperti BDD yang banyak melibatkan pelaku desain dan industri kreatif, maka potensi visioning design di Indonesia akan terus berkembang.
Bagaimana Anda melihat pengaruh dari gelaran seni dan desain seperti BDD ataupun acara lainnya pada publik?
Dalam pandangan kami, publik selalu reseptif terlepas dari penilaian yang baik ataupun kurang baik terhadap karya yang ditampilkan dalam gelaran seni/design. Artinya acara-acara seperti BDD/lainnya adalah kesempatan yang sangat baik bagi kita untuk menyampaikan visi design dan perkembangannya di Indonesia ke publik.
Apa yang Anda harapkan dari perhelatan Bintaro Design District tahun ini?
Kami mengharapkan acara BDD dapat memberikan perspektif situasi yang aktual mengenai apa yang sedang terjadi dalam dunia desain saat ini, serta menjadi kompas yang baik dalam menentukan langkah dan visi ke depan.
Ahmad Djuhara
Ketua Ikatan Arsitek Indonesia 2018-2021
Jika membicarakan soal tema “Inclusivity”, apakah bahasan mengenai desain dan arsitektur di Indonesia sudah berada di tahap inklusif?
Ada yang sudah, ada yang tidak, jadi tidak bisa ada satu jawaban. Pencapaiannya, situasinya, kondisinya beragam sekali. Jadi kalau sudah, ya sudah ada yang inklusif. Dan kemarin, instalasi dari Studio ArsitektropiS yang menang dapat penghargaan kan inklusifitasnya luar biasa. Mereka membuat sebuah kegiatan menyangkut difabel yang bertempat di panti asuhan. Jadi penetrasi dari masyarakat desain atau pemahaman masyarakat tentang desain itu sudah terakses atau belum? Masih banyak sebetulnya yang belum memahami bahwa arsitek, desainer, atau desainer grafis/produk itu ternyata ingin merangkul lebih erat dengan masyarakat.
Ruang-ruang publik itu sebetulnya sudah ada untuk publik tetapi terkadang misalnya belum ada izin, belum tahu mesti diapakan lagi dan kegiatan apa saja yang harus dilakukan. Ini juga soal konten desain yang merupakan intervensi para desainer kalau kita bisa merasakan ruang publik tanpa desain atau dengan desain. Salah satunya yang paling sederhana itu jalur pedestrian di kota-kota. Kalau Anda bagaimana? Kalau menurut saya belum ada kesadaran desain karena desainnya cuma gambar satu potongan jalan sederhana lalu dikali kilometer lari dan dikerjakan kontraktor. Tidak dipikirkan misalnya bagaimana ketika sebuah jalan berpotongan atau dibuat pertigaan/perempatan dengan jalan lain, ada intervensi dari mana, berhubungan dengan ruang terbuka. Itu kan mestinya didesain, harus ada yang gambar. Jadi terasa sekali di kota-kota kita hal itu belum dipikirkan. Selain belum dipikirkan, ya memang aksesnya belum ada. Pemerintah belum memberi akses. Padahal kita gatel banget di kota-kota kita kan tidak terdesain. Coba kita jalan ke Singapura atau ke Tokyo, semuanya didesain. Jadi itu adalah pembuktiannya bahwa di satu sisi, inklusif, di sisi lain, ada banyak yang belum inklusif tapi juga ada sekian banyak otoritas yang mempengaruhi. Jadi arsitek tidak bisa masuk sembarangan kan kalau bikin apa-apa? Di BDD yang pertama itu terasa sekali, bahwa ketika pemerintahnya tidak paham, mereka menolak, mempertanyakan bahkan marah. Tapi di BDD yang sekarang, di tahun ke-2, malah ketua RT-nya menyambut dengan baik.
Apakah acara seperti Bintaro Design Distrik berpotensi untuk dapat diterapkan di daerah/distrik lain di Indonesia?
Sangat bisa.
Gelaran Bintaro Design District dapat menyatukan banyak bahasan desain menjadi satu, dari arsitektur, graphic design, interior, hingga product design. Bagaimana Anda melihat potensi menyatunya bahasan-bahasan tersebut di wadah yang lebih luas?
Bagaimanapun juga orang-orang yang hadir di BDD kemarin itu mempunyai kesamaan. Mereka itu dari species design. Spesies yang biasanya kreatif, punya ide, unik, eksis, jadi bagus-bagus aja. Tinggal orang secerdas apa menilainya. Masyarakat kita rasanya belum terlalu melek desain, ya disuguhi saja desain itu dulu. Beberapa mungkin tidak menunjukkan responnya dengan jelas, tapi ini adalah sebuah upaya yang bertahun-tahun bakal harus dilakukan.
Bagaimana Anda melihat pengaruh dari gelaran seni dan desain seperti BDD ataupun acara lainnya pada publik?
Pertama sebetulnya ada interaksi antara satu pihak ke pihak lain. Pihak lain juga scope-nya beda-beda, ada Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan dan lain-lain. Yang kedua, banyak sekali orang dari luar provinsi datang dari luar Bintaro, ini adalah sebuah indikasi tersendiri bahwa BDD sudah masuk dalam radar menjadi sebuah kegiatan yang banyak orang merasa perlu diperhatikan. Jadi ketika orang datang jauh-jauh untuk melihat, menikmati atau mempelajari, itu berita bagus. Atau bahkan mungkin dari luar negeri datang dan memahami, karena mereka juga respect saya kira. Karena kalau kita memang wawasannya di level internasional, hal-hal seperti ini akan sangat lazim terjadi dan sangat dihargai. Ada yang namanya misalnya Beijing Design Week, itu sangat luar biasa karena seluruh dunia datang. Dan juga, banyak sekali kegiatan-kegiatan festival seperti itu yang orang paham. Justru di sinilah masalahnya, ketika orang Indonesia belum paham, tapi pasti pelan-pelan bakal paham.
Apa yang Anda harapkan dari perhelatan Bintaro Design District tahun ini?
Saya pikir lebih pada evaluasi, respon atau komentar. Yang sekarang ini luar biasa, jauh lebih meningkat walaupun saya tidak tahu datanya persis, tapi katanya meningkat dua kali lipat, baik peserta maupun pengunjung. Jadi itu harus diuji dan dihargai, tapi disisi lain justru kita perlu melihat target mereka apa? Targetnya adalah masyarakat yang memang posisinya bukan pada saya, tapi masyarakat awam yang lebih mengerti desain.
Ini juga jadi sebuah critical response bahwa perlu ada parameter untuk bisa mengukur seberapa meningkatnya respons masyarakat yang non-design, karena yang kemarin datang itu justru orang design lagi. Ya bagus juga. Tapi akan sangat baik ketika banyak masyarakat awan itu bisa banyak menikmati.