Melihat Ilustrasi Sebagai Jendela Budaya Di Platform Digital
Berbincang dengan ilustrator Google Doodle tentang proses berkarya bersama Google hingga peran seni rupa dan ilustrasi sebagai jendela budaya kita.
Words by Emma Primastiwi
Ilustrasi & Desain: Mardhi Lu
Beberapa tahun belakangan ini, kita telah melihat beberapa elemen-elemen hingga ikon Indonesia yang semakin sering muncul di Google Doodle. Mulai dari doodle HUT RI hingga kemunculan ikon Benyamin Sueb baru-baru ini, sedikit demi sedikit, budaya Indonesia telah diperkenalkan secara global lewat karya-karya seni tersebut. Melihat platform digital yang semakin beragam ini, tentunya seniman-seniman Indonesia mempunyai kesempatan lebih untuk memperlihatkan karya-karya mereka. Dengan itu, kami berbincang dengan beberapa ilustrator Google Doodle dari beberapa tahun lalu hingga kini tentang proses berkarya bersama Google, hingga peran seni rupa dan ilustrasi sebagai jendela budaya kita.
Hari Prast
Desainer Grafis / Ilustrator
Seni rupa merupakan salah satu jendela terbesar dalam suatu budaya. Lewat pengalaman pribadi, bagaimana seni rupa telah membantu kalian untuk lebih mendalami budaya sendiri?
Menurut saya, budaya Indonesia itu sangat kaya dan beragam. Hal-hal yang sudah akrab dengan keseharian Indonesia sekalipun, masih memiliki ruang untuk dieksplorasi jika kita benar-benar ingin mengamati dan mengenal budaya itu. Semakin saya menuangkan dan menggabungkan berbagai unsur budaya Indonesia pada karya saya, maka semakin saya mengenal dan mencintai budaya Indonesia.
Mengenal budaya Indonesia yang begitu kaya, seperti apakah brief awal tim Google untuk pembuatan doodle ini? Apakah ada keinginan yang spesifik?
Tema yang diberikan Google Doodle adalah tentang Kemerdekaan Indonesia ke-74. Selain harus memiliki unsur Indonesia yang kuat dan fun tidak ada keinginan spesifik dari Google Doodle. Selama proses pengerjaan, saya diberikan kebebasan seluas mungkin dalam menggarap karya, bahkan ketika saya menginginkan ilustrasinya bisa bergerak (animated). Tim Google Doodle mengupayakan agar itu bisa terjadi.
Bisa ceritakan sedikit proses kreatif dan brainstorming bersama tim Google?
Saya memberikan 3 alternatif sketsa kepada Google Doodle dengan tema yang berbeda. Dari ketiga alternatif tersebut, Tim Google Doodle memilih 1 alternatif untuk dieksekusi lebih lanjut. Mereka juga memberi masukan untuk mengganti tulisan Google yang tadinya berupa huruf pada bentangan bendera menjadi gambar berbagai macam karakter orang Indonesia di bagian depan yang mewakili warna dan karakter huruf Google. Masukan ini saya akomodir dan menurut saya membantu karya saya jadi semakin eksploratif dari segi ide.
Seni seringkali terasa eksklusif. Dengan adanya platform-platform kasual seperti doodle ini, apakah hal tersebut membuka ruang bagi seniman / ilustrator Indonesia untuk memperlihatkan karya mereka ke khalayak yang lebih luas?
Menurut saya, Google Doodle dapat menjadi wahana bagi illustrator Indonesia untuk memperkenalkan unsur Indonesia kepada khalayak yang lebih luas. Semoga kedepannya makin banyak ilustrator Indonesia yang diajak untuk membuat karya Google Doodle.
Antares Hasanbasri
Ilustrator
Seni rupa merupakan salah satu jendela terbesar dalam suatu budaya. Lewat pengalaman pribadi, bagaimana seni rupa telah membantu kalian untuk lebih mendalami budaya sendiri?
Ketertarikan awalku terhadap seni rupa itu dipicu oleh kebutuhan untuk mengekspresikan diri. Sadar tidak sadar, yang mulanya hanya iseng-iseng saja, tiba-tiba malah berkecimpung di dalam seni rupa.
Kalau kaitannya dengan mendalami budaya sendiri, dari pengalaman pribadi, aku merasa seni rupa yang menekankan ekspresi pribadi seringkali menanyakan pertanyaan tentang ‘aku’. Siapakah aku? Apakah aku? Bagaimanakah aku? Seperti yang tercermin di dalam kebiasaan ilustrator untuk ‘mencari-cari’ gaya ilustrasinya masing-masing. Meskipun aku berpendapat gaya gambar itu refleksi dari pribadi sesuai perkembangan pengetahuannya, bukan sesuatu yang perlu dicari, aku rasa perilaku mencari ini menuntun lebih dalam dari sekadar gaya ilustrasi.
Seni rupa seperti pintu ke mana saja milik Doraemon. Bukan saja tempat untuk berekreasi menumpahkan ekspresi alam pikiran, namun juga pintu untuk menemukan kesadaran akan diri sendiri, yang seringkali menggiring pelakunya kepada kesadaran akan identitas kebudayaannya sendiri. Kesenanganku terhadap sejarah dan budaya kupikir dimulai ketika aku berkecimpung di dalam seni rupa yang kemudian melahirkan kesadaran tentang diri.
Mengenal budaya Indonesia yang begitu kaya, seperti apakah brief awal tim Google untuk pembuatan doodle ini? Apakah ada keinginan yang spesifik?
Waktu itu, dalam pengerjaan proyek Google Doodle yang saya kerjakan, aku di-supervisi oleh seorang ilustrator lain yang kebetulan juga ada keturunan orang Indonesia, Shanti Rittgers. Beliau yang menemani proses penciptaan karya Google Doodle waktu itu.
Mendapatkan kesempatan ini menegangkan sekaligus menggembirakan. Di satu sisi rasanya sulit dipercaya kenapa bisa tiba-tiba dapat kesempatan untuk mengisi Google Doodle, di sisi lainnya ada beban mental yang rasanya cukup berat karena nantinya karya ilustrasi ini akan ditayangkan di seluruh Indonesia. Untuk mengelola dua emosi itu saja sudah berat rasanya haha.
Brief pertama yang diberikan pihak Google sebenarnya untuk membuat ilustrasi Google Doodle untuk menyambut Hari Kemerdekaan 17 Agustus, namun karena mereka menilai aku lebih sering gambar portrait, akhirnya brief diganti menjadi menyambut ulang tahun ke-70 Chrisye.
Namun ternyata, proses yang dijalani cukup menyenangkan karena pihak Google Doodle memberikan kebebasan yang luas untuk berkarya. Untuk brief yang aku terima juga sederhana, pihak Google cuma menjelaskan kalau kali ini tentang ulang tahun Chrisye ke-70. Kemudian aku dikasih satu lembar .jpeg yang isinya referensi foto-foto Chrisye dari berbagai macam sudut, juga sedikit notes tentang beberapa elemen yang menjadi ciri khas Chrisye seperti baju koko, syal, gaya rambut dan gitar. Pihak Google hanya memberikan itu, kemudian terserah kita ingin dikreasikan seperti apa.
Bisa ceritakan sedikit proses kreatif dan brainstorming bersama tim Google?
Pihak Google memberikan waktu cukup luang, kalau tidak salah ingat, di akhir bulan Juli brief lengkap sudah turun, jadi ada waktu sekitar satu bulan lebih untuk proses pengerjaannya.
Awal mula pengerjaan, aku banyak melihat referensi Google Doodle sebelumnya seperti apa saja. Satu hal yang membuat beberapa Google Doodle menarik itu menurutku karena setiap doodle punya general shape yang unik-unik. Dari situ aku berangkat mengerjakan sketsanya, menentukan general shape dari Google Doodle.
Setelah membuat beberapa sketsa bentuk-bentuk yang cukup menarik, aku merasa ada tiga elemen yang bisa dikreasikan di dalam Google Doodle: latar belakang, tipografi dan karakter. Untuk karakter mungkin sudah ada gambaran besarnya dari brief, namun untuk tipografi Google bisa menjadi banyak kemungkinan. Di dalam tipografi ini banyak permainannya. Dari beberapa sketsa dicoba beberapa kemungkinan, entah itu rangkaian tulisan dibentuk menjadi not balok, pita rekaman, kaset, susunan lilin dan lain semacamnya.
Sampai akhirnya yang disepakati adalah kata Google yang disusun dari lilin-lilin karena ini memperingati ulang tahun. Awalnya jumlah lilin mau dicoba sebanyak 70 batang, namun ternyata kebanyakan, malah jadi seperti garis, akhirnya disusun sebisanya membentuk tulisan Google tanpa mengurangi keterbacaan sekaligus memberikan ide bahwa kata tersebut tersusun dari lilin. Setelahnya latar belakang dan karikatur Chrisye mengikuti.
Pada mulanya, pelajaran lilin-lilin akan dianimasikan secara khusus oleh tim Google Doodle, namun karena keterbatasan waktu akhirnya tidak jadi.
Seni seringkali terasa eksklusif. Dengan adanya platform-platform kasual seperti doodle ini, apakah hal tersebut membuka ruang bagi seniman / ilustrator Indonesia untuk memperlihatkan karya mereka ke khalayak yang lebih luas?
Keberadaan internet benar-benar memberikan ruang yang luas untuk seniman-seniman khususnya seniman visual berbagi karya. Platform yang seringkali dipakai seperti Instagram aku banyak memperhatikan artis-artis baru bermunculan dan saling berjejaring. Selama lima tahun ini ada banyak sekali rasanya orang-orang baru yang terus bermunculan, apalalgi sekarang akses teknologi sudah lebih mudah ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
Sekarang siapa saja bisa jadi seniman atau illustrator, baik yang belajar secara formal/akademis ataupun yang belajar secara otodidak. Banyak sekali artist baru bermunculan, saya sendiri meksipun terhimpun di dalam jaringan seniman/ilustrator di media sosial kadang kewalahan mengidentifikasi artis-artis baru ini karena saking banyaknya bermunculan! Ini menjadi indikasi baik penerimaan seniman/ilustrator di kalangan masyarakat yang lebih luas kalau sebelumnya seniman seringkali dikaitkan dengan ketidakjelasan hidup haha. Industri semakin vibrant, persaingan semakin banyak, melahirkan karya-karya baru yang fresh!
Isa Indra Permana
Ilustrator
Seni rupa merupakan salah satu jendela terbesar dalam suatu budaya. Lewat pengalaman pribadi, bagaimana seni rupa telah membantu kalian untuk lebih mendalami budaya sendiri?
Tumbuh besar di lingkungan yang dekat dengan budaya Jawa sangat membentuk pribadi, cara pandang dan menginspirasi dalam berkarya. Mulai dari kuliner seperti makna Nasi Tumpeng, simbol Gunungan pada seni pewayangan, esensi upacara Larung Sesaji hingga filosofi Sedulur Papat Limo Pancer dalam struktur rumah Jawa.
Mengenal budaya Indonesia yang begitu kaya, seperti apakah brief awal tim Google untuk pembuatan doodle ini? Apakah ada keinginan yang spesifik?
Brief yang diberikan Tim Google tidak terlalu spesifik. Mereka hanya ingin menampilkan sosok jenaka yang menyenangkan dari Benyamin Sueb, juga kedekatan beliau dengan budaya Betawi.
Bisa ceritakan sedikit proses kreatif dan brainstorming bersama tim Google?
Hal pertama yang saya lakukan adalah membaca riwayat Benyamin Sueb dan melakukan riset untuk elemen ilustrasi yang akan saya masukan ke dalam sketsa. Terlebih dalam memasukan unsur budaya Betawi ke dalam Doodle tersebut, agar atribut baju adat dan kesenian terlihat jelas. Kemudian mengumpulkan referensi, menentukan color palette serta konsep visual untuk dijadikan 3 alternatif mood board. Selanjutnya proses feedback dari tim Google memilih salah satu dari ke-3 mood board sketch yang telah saya ajukan. Ada beberapa masukan untuk revisi kecil dibagian warna kulit dan elemen berupa ‘ledakan’ (yang pada akhirnya harus diganti dengan objek dekorasi lain karena alasan objek tersebut sangat sensitif). Selebihnya Tim Google sangat membebaskan eksplorasi visual pada saya.
Seni seringkali terasa eksklusif. Dengan adanya platform-platform kasual seperti doodle ini, apakah hal tersebut membuka ruang bagi seniman / ilustrator Indonesia untuk memperlihatkan karya mereka ke khalayak yang lebih luas?
Terasa eksklusif jika hanya dapat dinikmati kalangan tertentu saja. Menurut saya berkat platform-platform kasual seperti Google Doodle, orang di luar ranah seni dapat lebih mudah mengakses dan memberikan apresiasi terhadap suatu karya.
Cella Liunic
Ilustrator
Mengenal budaya Indonesia yang begitu kaya, seperti apakah brief awal tim Google untuk pembuatan doodle ini? Apakah ada keinginan yang spesifik?
Open brief sih dari google jadi aku kasih 3 alternatif
Bisa ceritakan sedikit proses kreatif dan brainstorming bersama tim Google?
Pengen ngangkat yang Indonesia banget temanya dan ngangkat alamnya juga makanya di ilustrasiku ada bunga raflesia arnoldi dan ada harimau sumatera. Pastinya mereka juga ingin mengangkat keragaman budaya Indonesia.
Seni seringkali terasa eksklusif. Dengan adanya platform-platform kasual seperti doodle ini, apakah hal tersebut membuka ruang bagi seniman / ilustrator Indonesia untuk memperlihatkan karya mereka ke khalayak yang lebih luas?
Pastinya. Semua orang pasti buka google kan tiap hari jadi dengan adanya google doodle jadi bisa showcase karya juga.