Komentar Desainer Grafis pada Atribut Kampanye Kita Hari Ini
Berbincang dengan sosok desain grafis lokal tentang pandangan mereka terhadap atribut kampanye yang memenuhi ruang publik kita.
Words by Ghina Sabrina
Semakin dekat dengan tanggal dilaksanakannya Pemilu serentak, setiap sudut ruang publik semakin dipenuhi dengan sederet atribut kampanye dari para peserta yang saling berkompetisi untuk mencari perhatian sekaligus mengambil hati masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya di tanggal 17 April mendatang. Mulai dari poster, baliho hingga spanduk, pemasangannya yang sembarangan pun berimbas menjadi sampah visual yang mengotori pemandangan. Sedangkan, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 tahun 2018, terdapat klausul mengenai pemasangan alat peraga kampanye yang seharusnya mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota.
Atribut kampanye ini bukan alat komunikasi dua arah, melainkan hanya sekadar salah satu channel untuk mengingatkan masyarakat akan nama, nomor urut, partai politik yang bersangkutan dan sedikit tentang program yang dijanjikan. Namun, sayangnya aspek desain dan konsep yang menyeluruh dari atribut-atribut ini kerap diabaikan, padahal sebenarnya jika diterapkan dengan baik dapat mempromosikan pesan-pesan yang ingin disampaikan dengan efektif. Oleh karena itu, kami berbincang dengan sosok-sosok desainer grafis lokal mengenai pandangan mereka terhadap atribut kampanye yang dapat dilihat ruang publik.
Sebagai seorang desainer, apa tanggapan Anda atas poster-poster kampanye politik yang bermunculan?
Mungkin akan menarik kalau ada yang mengumpulkan semua contoh poster kampanye politik maupun semua design yang berhubungan dengan kampanye politik seperti yang dilakukan oleh The Centre for American Politics and Design (CAPD).
Menurut Anda, apakah poster kampanye politik yang bertebaran dapat mempengaruhi keputusan seorang pemilih?
It depends. The campaign poster is supposedly used to raise awareness, get the voters attention and hopefully, they then want to know more about the candidate’s programs or background. But the poster is just one small part/stage of the campaign machine, if there’s no other media or platform that has more information about the candidate’s campaign programs or reasons why we should vote for them, then frankly speaking the poster serves no purpose aside from declaring the candidate’s existence and hoping for a mere-exposure effect. But whether it can or cannot influence someone’s vote, I guess that depends on something more than just a poster.
Beberapa poster politik memiliki tampilan yang mengambil perhatian dengan gimmick yang unik (ie. gambar terbalik), menurut Anda, apakah hal tersebut dapat mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan?
Yang pasti poster tersebut berhasil menarik perhatian. Apakah pesannya tersampaikan? Dalam contoh ini (gambar terbalik) tergantung dari persepsi masing-masing mengenai kata “jungkir balik.”
Pada pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2008 lalu, poster politik milik Obama “Hope” menjadi salah satu desain poster paling ikonik pada masanya. Menurut Anda, apakah Indonesia bisa mengadopsi approach seperti ini untuk kampanye di lain waktu?
Mungkin saja bisa, jika approach yg dimaksud disini adalah bentuk support perseorangan dan mungkin juga sudah ada. Seperti halnya poster Obama “Hope” itu sendiri merupakan support perseorangan dari sang artist, Shepard Fairey yang sebelumnya sudah minta izin ke tim kampanye Obama karena dia tidak mau mengambil resiko menjadi liability untuk kampanye Obama. Mungkin untuk approach ini pertanyaan-nya bukan mengenai bisa atau tidak, tapi boleh atau tidak.
Ada satu lagi hal menarik yang dilakukan oleh tim kampanye Obama di tahun 2008 yang mungkin dapat diadopsi atau mungkin juga sudah, dimana kampanye politik Obama pada tahun 2008 menjadi kampanye politik pertama dalam sejarah yang memperlakukan design dan strategi marketing-nya seperti sebuah corporate branding identity program.
Menurut Anda, bagaimana relevansi poster politik di tengah era digital? Apakah sebuah kampanye politik seharusnya sudah berpindah ke ranah online saja?
Tetap relevan selama sesuai fungsi, ada konteks serta konten dan juga karena belum semua daerah ataupun calon pemilih yang sudah cukup melek digital. Mungkin untuk sekarang ini yang terbaik adalah bergerak secara offline dan online. Seperti jawaban sebelumnya, saya kira fungsi poster itu seharusnya membuat para calon pemilih “aware” dan ingin tahu lebih banyak mengenai seorang kandidat, dan karena ukuran poster terlalu kecil untuk memuat semua informasi ini maka seharusnya ada platform atau media lain yang memuat informasi tersebut, baik online (website, youtube, twitter, etc) maupun offline (buku, booklet, etc).
Sebagai seorang desainer, apa tanggapan Anda atas poster-poster kampanye politik yang bermunculan?
Secara pribadi, bagi saya poster-poster kampanye politik tersebut hanya sebuah polusi visual baik dari segi estetika (terutama potret wajah mereka) ataupun komunikasi. Bahasa dan komunikasi yang digunakan sangat klise dan membosankan. Sisi positifnya, ketika saya pulang for good (c. 2003), saya menyadari design di Indonesia belum sebaik itu karena poster-poster ini. Hal ini mendorong saya untuk memulai studio design sendiri dan melakukan design sebaik mungkin. So I must say thank you to those calegs.
Menurut Anda, apakah poster kampanye politik yang bertebaran dapat mempengaruhi keputusan seorang pemilih?
Untuk saya, tidak sama sekali. Poster-poster dengan slogan/janji dan wajah yang berpura-pura tersenyum/peduli itu tidak menggerakkan emosi saya untuk memilih mereka. Tetapi mungkin untuk masyarakat dengan status sosial ekonomi D atau E masih dapat terbeli oleh janji-janji yang dimuntahkan oleh para caleg tersebut.
Beberapa poster politik memiliki tampilan yang mengambil perhatian dengan gimmick yang unik (ie. gambar terbalik), menurut Anda, apakah hal tersebut dapat mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan?
Tidak. Malah menurut saya malah dapat menimbulkan persepsi-persepsi yang salah, bahkan mungkin akan dikira trying too hard.
Pada pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2008 lalu, poster politik milik Obama “Hope” menjadi salah satu desain poster paling ikonik pada masanya. Menurut Anda, apakah Indonesia bisa mengadopsi approach seperti ini untuk kampanye di lain waktu?
Sangat memungkinkan. Tapi belum tentu efektif untuk masyarakat dengan status sosial ekonomi D atau E, karena mayoritas penduduk Indonesia masih lebih efektif memakai approach yang straightforward, banal dan klise – irony
Menurut Anda, bagaimana relevansi poster politik di tengah era digital? Apakah sebuah kampanye politik seharusnya sudah berpindah ke ranah online saja?
Menurut saya akan lebih efektif di media online, karena sifatnya yang lebih dinamis, targeted dan dapat dengan mudah dibagikan atau diviralkan. Akan tetapi, melihat kondisi masyarakat kita yang pada umumnya belum dapat menyaring informasi dengan bijak dan kritis, kampanye online harus dilakukan secara hati-hati. Karena salah sedikit saja dapat dengan mudah menjadi bumerang ke para petinggi politik tersebut.
Sebagai seorang desainer, apa tanggapan Anda atas poster-poster kampanye politik yang bermunculan?
Eh, i think it’s fine, karena setiap musimnya kampanye sudah terbiasa bakal terjadi kondisi mata ini terasa perih setiap hari liat visual yang sudah tidak bisa dicerna lagi, jadi pada dasarnya saya rasa sudah lumrah liat poster kampanye yang setiap musimnya ga lebih baik, much worse malah.
Menurut Anda, apakah poster kampanye politik yang bertebaran dapat mempengaruhi keputusan seorang pemilih?
Tergantung perspektif setiap orang sih, ada yang memang terpengaruh karena lihat sosoknya secara kapabilitas si “calon-calon” ini, atau emang terpengaruh karena mengingat namanya yang hampir setiap sudut jalan kita lihat, atau emang bener-bener loyalis si “calon-calon” tersebut, tapi secara visual saya rasa semuanya sama sih, di mana pasti konten poster politiknya antara nampilin programnya, janjinya, even menegaskan bahwa “gue nomor sekian di kolom sekian, pilih gw ya!” ya something like that sih, tanpa ada hidden message yang biasa kita lihat di poster-poster grafis atau lainnya, semuanya serba to the point. But, itu poin yang menarik di poster-poster kampanye menurut saya.
Beberapa poster politik memiliki tampilan yang mengambil perhatian dengan gimmick yang unik (ie. gambar terbalik), menurut Anda, apakah hal tersebut dapat mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan?
Tidak juga sih, justru hal tersebut malah bikin segelintir orang-orang termasuk saya bingung, apa yang dia komunikasikan kalau memang hanya sekadar gimmick doang? Kalau memang ada pesan khusus, harus disampaikan secara singkat dan jelas karena orang mungkin tidak punya banyak waktu liat poster-poster tersebut bertebaran di jalan, karena poster politik itu saya rasa adalah sesuatu hal yang harusnya bisa bikin terpengaruh secara langsung melalui pesan tentang “political things” yang akan mereka komunikasikan.
Pada pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2008 lalu, poster politik milik Obama “Hope” menjadi salah satu desain poster paling ikonik pada masanya. Menurut Anda, apakah Indonesia bisa mengadopsi approach seperti ini untuk kampanye di lain waktu?
Mungkin iya, dilihat seiring berkembangnya pola pikir orang-orang yang sudah agak “sedikit tahu tentang desain”, mungkin masyarakat pun bisa menerima secara perlahan tentang konsep kampanye yang dilakukan sama Obama, tapi tentunya harus diolah dan terkonsep secara baik, takutnya kalo terlalu memaksakan dan ga tersusun secara baik malah jadi sampah dengan kualitas visual yang seadanya, dan juga tanpa adanya pesan khusus tentang konsep poster-poster tersebut.
Saya mendambakan dikemudian hari entah kampanye tahun berapa, di mana poster politik salah satu capres atau apapun itu memiliki benang merah konsep visual yang sama dalam kampanye posternya, hampir sama dengan kampanye-kampanye brand ketika mempromosikan produknya, yang tersusun rapi, message-nya dapet, harmonis, seirama, dan lain-lain. I don’t know, kenapa poster-poster politik tidak bisa mengikuti sistem seperti itu.
Menurut Anda, bagaimana relevansi poster politik di tengah era digital? Apakah sebuah kampanye politik seharusnya sudah berpindah ke ranah online saja?
Karena kultur kita adalah kultur yang emang totalitas banget, segala sesuatu harus dimaksimalkan, mungkin itu hal yang bikin kenapa poster cetak tidak bisa dipisahkan dari musim politik, karena mereka ingin segala sesuatu terpampang jelas buat semua orang, mengajak setiap elemen masyarakat, ingin terekspos, dan lain-lain. Kalau pun hanya secara online mungkin kurang efektif, karena kampanye politik ini bicara masyarakat secara luas, belum tentu beberapa kalangan bisa liat poster kampanye politik secara online. Tapi dark side dari poster politik yang kita lihat di jalan-jalan ini pada akhirnya menjadi sampah. Begitu kira-kira.
Sebagai seorang desainer, apa tanggapan Anda atas poster-poster kampanye politik yang bermunculan?
Polusi visual.
Menurut Anda, apakah poster kampanye politik yang bertebaran dapat mempengaruhi keputusan seorang pemilih?
Ya dan tidak. Keputusan individu untuk memilih, idealnya dilandaskan dari visi misi dan program kerja yangg terbaik. Visual grafis sebenarnya hanyalah perantara untuk mengemas semuanya jadi satu kesatuan.
Beberapa poster politik memiliki tampilan yang mengambil perhatian dengan gimmick yang unik (ie. gambar terbalik), menurut Anda, apakah hal tersebut dapat mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan?
Saya rasa tidak. Tapi sudah tentu poster ini akan mencuri perhatian.
Pada pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2008 lalu, poster politik milik Obama “Hope” menjadi salah satu desain poster paling ikonik pada masanya. Menurut Anda, apakah Indonesia bisa mengadopsi approach seperti ini untuk kampanye di lain waktu?
Ya, tentu.
Menurut Anda, bagaimana relevansi poster politik di tengah era digital? Apakah sebuah kampanye politik seharusnya sudah berpindah ke ranah online saja?
Ya, selain menertibkan polusi visual di jalan, solusi digital campaign juga membantu mengurangi limbah poster dan baliho yang tidak terhitung jumlahnya.
Walaupun beberapa caleg sudah ada yg menerapkan digital campaign, sayangnya sekarang printed campaign masih menjadi pilihan utama untuk mayoritas caleg. Ditambah lagi saat ini belum ada regulasi pemerintah yang jelas dan tegas untuk mengatur “traffic” poster dan baliho di jalanan.
Sebagai seorang desainer, apa tanggapan Anda atas poster-poster kampanye politik yang bermunculan?
Poster adalah salah satu alat promosi paling esensial. Untuk politik, poster yang proper dan representatif menurut saya penting karena di situ bisa mengedukasi masyarakat, membentuk rasa percaya, dan memperlihatkan sosok pemimpin yang dapat diandalkan.
Menurut Anda, apakah poster kampanye politik yang bertebaran dapat mempengaruhi keputusan seorang pemilih?
Sangat mempengaruhi, antara menjadi muak atau menjadi ingat.
Beberapa poster politik memiliki tampilan yang mengambil perhatian dengan gimmick yang unik (ie. gambar terbalik), menurut Anda, apakah hal tersebut dapat mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan?
Gimmick-gimmick aneh tersebut cukup mengambil perhatian tanpa peduli 100% pesannya sampai atau tidak. Segala sesuatunya harus dipikirkan dengan baik jangan cuma asal menarik perhatian saja.
Pada pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2008 lalu, poster politik milik Obama “Hope” menjadi salah satu desain poster paling ikonik pada masanya. Menurut Anda, apakah Indonesia bisa mengadopsi approach seperti ini untuk kampanye di lain waktu?
Saya ingat betul, saya langsung mengidolakan Obama langsung pada saat itu. Begitu berpengaruh dan iconic-nya poster tersebut, sampai saya yang bukan warga negara sana bisa jatuh cinta dengan sosok Obama. Itu tahun 2008, sekarang sudah tahun 2019, saya kira di Indonesia sudah ada yang mengadopsi cara tersebut, ternyata belum.
Menurut Anda, bagaimana relevansi poster politik di tengah era digital? Apakah sebuah kampanye politik seharusnya sudah berpindah ke ranah online saja?
Tetap harus keduanya, karena masih banyak golongan masyarakat di Indonesia yang belum familiar dengan media online.
Sebagai seorang desainer, apa tanggapan Anda atas poster-poster kampanye politik yang bermunculan?
Hiburan urban kalau lagi terjebak macet atau di lampu merah, paling nggak ada bahan analisa soal self-branding caleg dan diam-diam bisa men-judge hal-hal nggak penting seperti arahan foto, desain, copy, dan banyak hal lainnya. Lebih fun lagi kalau ada poster yang di-vandalize jadi lebih artistik. Disisi bisnis terutama percetakan mungkin musim yang bagus. Di sisi keindahan kota tentu saja poster tersebut seperti sampah visual, yang awalnya sudah banyak sampah, makin banyak aja sampahnya disaat musim butuh suara seperti sekarang.
Menurut Anda, apakah poster kampanye politik yang bertebaran dapat mempengaruhi keputusan seorang pemilih?
Secara tidak langsung apabila poster atau spanduk tersebut ditempatkan di titik yang sama dan dilewati orang yang sama tiap hari, mungkin ‘subconsciously’ akan memilih calon legislatif tersebut walaupun mereka tidak mempromosikan program, mungkin sifatnya hanya random vote atau merasa pernah tahu orangnya saja. Atau malah sebaliknya, tiap hari dilihat makin nggak sayang, malah gak dipilih. Untuk kasus sekarang saking banyaknya nama seperti memilih kucing dalam karung.
Beberapa poster politik memiliki tampilan yang mengambil perhatian dengan gimmick yang unik (ie. gambar terbalik), menurut Anda, apakah hal tersebut dapat mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan?
Gestur tertentu dapat mengkomunikasikan sifat dari caleg tersebut tapi tidak dapat mengkomunikasikan program kerja. Fokus utama poster politik sepertinya lebih ke arah narsistik, yang penting Foto Diri, Partai Mana, Nomor berapa, ini 3 hal yang selalu ditonjolkan. Poster dengan copy seperti merakyat, amanah, untuk masyarakat, anti korupsi dan sejenisnya juga sudah overused. Jadi mungkin caleg yang memberikan gimmick unik ingin tampil beda dan visual / gestur lebih berani untuk menggaet suara voter millennials. Gestur sederhana seperti tersenyum manis menurut saya juga bagian dari gimmick klasik yang mungkin efektif kalau dikombinasikan dengan caleg ‘bening’ dan diposisikan di titik paling stressfull dalam kota, pesan politik? Nanti saja yang penting kepilih dulu kan?
Pada pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2008 lalu, poster politik milik Obama “Hope” menjadi salah satu desain poster paling ikonik pada masanya. Menurut Anda, apakah Indonesia bisa mengadopsi approach seperti ini untuk kampanye di lain waktu?
Untuk level caleg mungkin saya agak skeptis karena approach illustrative tersebut dan tidak banyak orang tahu caleg-caleg pendatang baru dan orang indonesia sepertinya lebih prefer untuk kenal caleg tersebut dalam format foto supaya dikenali wajah aslinya. Mungkin illustrative approach lebih efektif apabila yang dikampanyekan adalah tokoh, kiprahnya sudah kelihatan, dan basis kampanye di perkotaan, bukan di pelosok.
Menurut Anda, bagaimana relevansi poster politik di tengah era digital? Apakah sebuah kampanye politik seharusnya sudah berpindah ke ranah online saja?
Poster politik yang saya lihat lebih menarik kalau dibuat oleh artist yang memang cinta banget sama kandidatnya, lebih kelihatan ada jiwanya dalam artwork tersebut. Offline / online akan terus jalan, adapun media baru di masa depan, pasti akan jadi lahan kampanye politik juga. Sebenarnya apapun medianya, kampanye politik seharusnya berpindah ke ranah jual program, bukan jual diri.