Berkenalan dengan Rayssa Dynta
Mengenal musisi solo wanita pendatang baru yang akrab dikenal dengan nama Rayssa Dynta.
Teks: Vania Almira
Foto: Contemp.studio
Di awal tahun ini, dunia permusikan Indonesia telah diwarnai dengan kehadiran musisi solo wanita pendatang baru yang akrab dikenal dengan nama Rayssa Dynta. Di bawah naungan salah satu label musik elektronik Double Deer Records, Rayssa menyajikan nuansa musik yang cukup berbeda dalam aliran musik elektronik popnya. Setelah sebelumnya berduet dengan beberapa musisi, bersama produsernya Ario, akhirnya Rayssa telah memproduksi musik dengan karakternya sendiri yang sukses dikemas dalam debut EP yang bertajuk “Prolog”.
Sebelum dikenal sebagai musisi, Rayssa justru menggeluti dunia modelling. Latar belakang apa yang membuat Anda ingin mengeskplorasi musik?
Sebenarnya dari awal itu memang tujuan utama saya bermusik. Tapi karena sempat dapat beberapa tawaran dan kesempatan modelling, membuat saya sempat tertarik mencoba hal lain. Tapi kalau untuk kenapa jadi musisi tiba-tiba, ini sepertinya juga karena saya bertemu dengan orang-orang yang lebih berpengalaman dalam bidang musik dan membuat aku lebih interested.
Musik pop memiliki pengaruh besar terhadap musik Rayssa. Namun, bagaimana Anda mengolah hal tersebut bersama produser; Arrio, dalam proses kreatif hingga akhirnya menjadi kreasi pop elektronik – yang memiliki impresi jauh dari pop pada umumnya?
Jadi sebenarnya produser saya memiliki dasar musik yang sangat berbeda dari saya, sedangkan musik saya memang sangat pop. Tapi bukan hanya pop, terkadang saya juga mendengarkan beberapa genre musik lain, contohnya old jazz, psychedelic, dan lain-lain. Sedangkan produser saya pada dasarnya memang menekuni musik elektronik sejak dulu. Tapi mengapa musik Rayssa Dynta dapat menjadi kreasi elektronik pop itu, sebenarnya muncul karena dua orang dalam proses kreatif ini mengerjakan dua musik yang berbeda, dan kami akhirnya menemukan middle ground dari hal ini.
Bicara genre musik, elektronik pop di Indonesia memang berkembang cukup pesat, namun sayangnya belum menyentuh publik secara meluas. Apakah Anda mempertimbangkan hal tersebut ketika ingin mengeksplorasi musik di skena alternatif?
Awalnya mempertimbangkan, cuma kembali lagi ke apa yang membuat saya senang saja ketika membuat musik. Dan kebetulan walaupun di Indonesia pop itu terkesan terlihat di mana-mana, menurut saya sebenarnya ketika kita membuat musik yang apapun pasti akan ada saja pendengarnya. Alhamdulillah sejaksaya rilis EP ini, respon orang-orang terhadap EP-ku sangat positively overwhelming.
Apa yang membuat Rayssa ingin membuat EP “Prolog” berisi konten yang membahas refleksi diri Anda sebagai perkenalan?
Karena pada dasarnya saya sangat susah untuk membuat fiction. Ketika saya menulis, saya lebih suka untuk make something up – for most of the time – from my own experience dan what I’ve been thinking. Sadar tidak sadar, yang terselip di dalam musik saya memang menjadi tentang self exploration itu sendiri. Sebelum ini memang saya tidak pernah serius dan intense dalam menulis musik.
Hadir di bawah naungan Double Deer yang dikenal memproduksi sound distinctive, karakter seperti apa yang Anda tekankan dalam musik Anda?
Dibandingkan dengan orang-orang yang ada di dalam Double Deer, yang saya bawakan itu lebih easy listening dan menyentuh publik. Karena menurut saya memang orang-orang di Double Deer itu sangat mahir dalam bermusik, tapi mungkin musiknya dapat dikatakan lebih segmented. Tapi kembali lagi ke peran saya yang awalnya memang mendengarkan musik pop, jadi musik Rayssa Dynta memang lebih mudah dibawa ke pop yang lebih umum.