Untuk Teman Yang Sering Terlupakan
Belajar kesetiaan dari Toy Story dan meneladani naluri dari sahabat yang sering terabaikan.
Words by Whiteboard Journal
Aku selalu menangis setiap menonton “Toy Story”, termasuk saat nonton seri keempat dari Woody dan teman-teman. Satu yang aku ambil dari sana, benda mati bisa punya koneksi dan relasi sedalam itu dengan manusia. Bagaimana rasa cinta Andy kepada seluruh mainannya membuatku berpikir, kita sebagai manusia bisa menafsirkan cinta yang menurutku abstrak – tidak bisa dideskripsikan dan sangat universal. Ia bisa muncul dan tumbuh terhadap apapun.
Pada ulang tahun ke-15, aku meminta hadiah puppy kepada ayah. Aku masih ingat betul bagaimana aku memohon izin pada beliau. Saat izin datang, kami lalu memandangi layar ponsel, berdua mencari-cari anak anjing untuk dibawa pulang. Di tengah-tengah puluhan anjing dalam peternakan di daerah Jakarta Timur itu, aku diberikan kesempatan untuk memilih anjing yang ingin aku miliki. Tante pemilik tempat itu mempertemukan aku dengan si bulu coklat dengan ras shih-tzu yang kemudian aku beri nama Scott. Pertemuan pertama dengannya jelas sangat mengejutkan. Ia lain dari beberapa anjing yang malu untuk bertemu dengan orang baru, ia keluar kandang lalu berlari pelan ke arah aku, ayah, dan ibu.
Aku bawa ia pulang, kuperkenalkan ia dengan rumah barunya. Tiap pagi, aku menghampiri kandangnya. Siang hari aku memberinya makan, dan malam adalah waktunya main. Setiap hari dia menunggu aku pulang. Salah satu yang membuatku tak sabar pulang adalah ketika ia menyambut kedatanganku dengan ekornya yang naik melengkung ke punggung – tanda ia mengajak bermain. Sambutannya tentu menjadi bagian dari rutinitasku.
Scott adalah pelipur lara di rumah kami. Ketika semua orang lelah beraktivitas di luar rumah, ia menggantikan letih kami dengan tingkahnya yang tak kunjung habis. Mulai dari melompat, berlari bagai gasing, atau sekadar tiduran di lantai. Namun, seiring waktu berjalan, aku semakin sibuk dan merasa dunia di luar rumah jauh lebih menarik. Pelan-pelan, posisi Scott di hari-hariku mulai tergantikan.
Suatu malam, aku masuk rumah tanpa menyapanya, ia menggonggong marah. Ia tak senang dengan sikapku. Ayah lalu mengingatkanku, “Scott bukan sekadar hewan peliharaan, dia anggota keluarga kita – dia sahabat kamu.” Aku lalu ingat bahwa ia hanya ingin disapa dan diajak bermain. Sebuah hal yang sepertinya tak ia dapatkan di rumah sebelumnya.
Di episode ketiga, Woody gundah gulana karena merasa terbuang oleh Andy yang beranjak dewasa. Padahal, Andy tak pernah melupakannya, karena Andy percaya bahwa woody adalah mainan yang setia, “The thing that makes Woody special is he’ll never give up on you…ever. He’ll be there for you, no matter what”. Aku ingin belajar menjadi Woody yang setia pada Andy. Semoga aku bisa begitu padamu, Scott. Maaf bila selama ini perhatianku tak mencukupi.