Seperti Api, Seringai Terus Membara
Sebuah review untuk album terbaru Seringai, Seperti Api.
Words by Whiteboard Journal
Seringai adalah soal musik keras, semburan protes, dan semangat senang-senang. Apapun yang datang dari mereka tidak akan lepas dari setidaknya satu dari tiga elemen tadi. Meneruskan estafet dari album-album terdahulu, Seperti Api adalah semacam surat garansi bahwa bertambahnya usia para personel di seputaran kepala empat tak lantas membuat Seringai mengendurkan akselerasi pedal gas.
Sejujurnya tak banyak hal baru yang dibawa oleh Seperti Api. Laju kencang “Sekarang Atau Nanti”, mengingatkan kita pada “Dilarang Di Bandung” yang melaju pada kecepatan maksimum. “Ishtarkull” yang berambat pada frekuensi rendah, sekilas mengingatkan pada “Marijuanaut” yang mengaburkan kesadaran. Beberapa hal seru yang ada pada rilisan terdahulu justru malah tak muncul di album ini. Ode santai pengiring minum-minum macam ”Lisoi” yang bisa jadi jeda di antara nomor-nomor keras pengantar perang tak bisa kita temukan di Seperti Api. Epos instrumental megah seperti “Gaza” juga tak bisa ditemui, yang oleh karenanya pantas disayangkan.
Tapi tentu Seperti Api tidak datang dengan tangan kosong. Malah, album ini datang dengan energi tumpah ruah bagai perjaka paruh baya yang baru merancap untuk kali perdana. “Omong Kosong” adalah satu nomor superfun yang barangkali tak pernah kita temukan di nomor-nomor Seringai sebelumnya. Dengan repetisi lirik monoton berbunyi “omong kosong” bergantian dengan penggalan sampling berisi parodi dialog yang menertawakan banyak hal – mulai soal kampanye SARA politisi moralis busuk, korupsi, hingga stigma negatif terhadap kaum perempuan – lagu ini pasti seru untuk dinyanyikan di tengah arena, plus dengan kejutan ngehe di bagian akhir lagu yang bisa membuat anda terpengkal!
Untuk level kesadaran yang lebih berbobot, “Enamlima” yang sangat personal bagi Arian 13, membawa tema baru yang selama ini belum tersentuh. Nomor ini bisa jadi sepak mula bagi generasi metal termutakhir negeri ini untuk memahami lembar kelam sejarah negeri ini di masa lampau – meskipun penggalan “kebenaran telah datang, kebenaran pasti menang” agak terdengar klise untuk ukuran Seringai yang biasanya kaya kosa kata. “Bebal” juga jadi salah satu favorit saya dengan barisan hook yang menonjok mental tempe di sebagian anak muda.
Saya selalu suka semangat Seringai bahwa usia hanya soal angka. Dan untuk itu semua, “Selamanya” juga “Adrenalin Merusuh” adalah dua nomor yang tepat mewakili prinsip ini. Saat Arian 13 memuntahkan potongan lirik, “aku tidak punya keluhan….hidupku seolah liburan”, anda tahu, itu adalah acungan jari tengah tepat di muka untuk stereotipe sosial tentang bagaimana standar hidup normal harus dijalankan.
Bagian lead gitar Ricky Siahaan di “Seteru Membinasa” terdengar gagah menggilas rektum seolah heavy metal kembali berjaya dan mendeportasi semua musisi EDM ke kutub utara. Porsi bass dan drum yang dari dulu mengisi penuh di setiap sudut karya Seringai, tak lupa tampil prima di sekujur album ini. Selalu menyenangkan untuk menebak bagaimana drum akan dihajar di tikungan selanjutnya. Seringai tahu bagaimana mambagi partisi yang jelas pada setiap lagu; pada bagian mana lagu dapat menjaga badai mosh pit harus berputar, kapan waktunya menghela nafas sambil menunggu komando, untuk kemudian melempar koor massal dengan tangan terkepal menghantam udara.
Well, barangkali Seperti Api bukanlah album paling monumental yang Seringai pernah buat, dengan nomor-nomor seperti “Membakar Jakarta” atau “Mengadili Persepsi (Bermain Tuhan)” yang sukses menantang norma usang. Tapi itu bukan soal. Menurunkan mistar ukur terkedang bisa jadi kunci untuk menjaga agar kadar senang-senang tetap tinggi. Akuilah, bagi banyak musisi, menjaga api tetap menyala memasuki usia kepala empat tak pernah jadi perkara mudah. Alih-alih mati menua, Seperti Api membuktikan bahwa dapur pacu Seringai tetap bekerja, dan selayaknya api, membakar segala di sekitarnya.