Teks oleh Ditya N. Subagja
Foto oleh dazeddigital
Sex mungkin adalah wacana yang tabu bagi sebagian orang. Banyak yang menganggap hal keseharian tersebut bukan barang yang layak untuk dicermati. Dalam sejarah Yunani kuno dan seni rupa klasik, figur yang dihadirkan selalu telanjang, tetapi jarang yang secara langsung menggambarkan persetubuhan. Seks dan erotisme dalam literatur dari mulai Aristophanes sampai Marquis de Sade menyediakan ruang interpretasi atas kegiatan intim yang menunjang hidup peradaban manusia itu.
Adalah Alba Hodsoll, seniman muda asal New York yang mencoba memberi diskursus seks hari ini dengan menggelar sebuah pameran tunggal berjudul “PoV.” Ia mengambil judul sebuah genre dalam film pornografi “Point of View” di mana penonton seolah-olah menjadi partisipan langsung dalam sebuah film porno. Dalam eksibisi di Cob Gallery, London itu ia menampilkan seri karya lukisannya bersama dengan pemutaran film dokumenter tentang kelas melukis figur telanjang dan sesi figure-drawing di tempat.
Psikolog Sigmun Freud mengatakan bahwa mungkin kemanusiaan tidak digerakkan oleh sesuatu yang mulia tapi justru karena hasrat sex. Apa yang Alba tawarkan adalah romantisisme akan sex yang selama ini dianggap tabu. Lukisan yang ia buat adalah tiruan fragmen adegan persetubuhan dengan pemberian tekanan warna yang erotis: merah.
Ruang atas sex selama ini tertutup dan jika meneruskan apa yang pernah Freud bahas tentang seksualitas bahwa represi seksual seseorang bisa menentukan gejala psikologisnya ke depan. Apa yang Alba tawarkan adalah ruang terbuka untuk membicarakan dan melihat seks sebagai persatuan antara dua orang; atau lebih, untuk bersama bersepakat dan melebur pada tatanan yang setara.