Mengurai Paradoks Persepsi dan Stigma Seputar Gen Z
Kami berbincang dengan beberapa Gen Z mengenai stigma-stigma yang dilekatkan pada generasinya.
Words by Whiteboard Journal
Teks: Ahmad Baihaqi, Marsha Huwaidaa, Shania Indah Adiyobikenia
Ilustrasi: Mardhi Lu
Muda-mudi gaul dengan gadget di genggaman adalah bayangan instan ketika “Generasi Z” disebut. Generasi ini dianggap memiliki tingkah laku yang unik, dan tak jarang dianggap menjengkelkan. Stigma tersebut muncul dan sering kali diamini masyarakat.
Tapi, apakah stigma tersebut tidak berdasar?
Jawabannya: iya dan tidak.
Hidup dengan gadget dan informasi yang eksesif membuat mereka sadar sedang tinggal di bumi yang renta serta kesenjangan yang semakin ekstrem. Belum lagi tuntutan untuk bersaing di pasar sumber daya yang semakin berorientasikan pada teknologi. Di sisi lain, mereka juga memikul harapan sekaligus konsekuensi yang dibebankan oleh para generasi yang lebih tua. Realita yang mereka hadapi menjadikan mereka generasi yang rentan dan, ironisnya, paling melek mengenai gangguan mental.
Kekhasan tersebut tentu dipengaruhi oleh berbagai hal yang tidak dirasakan langsung oleh generasi lainnya. Oleh karenanya, kami mencoba berbicara dengan beberapa Gen Z mengenai stigma-stigma yang dilekatkan pada generasinya.
Azzura Yumna
Journalism Student at Politeknik Negeri Jakarta
Frasa “Generasi Z” kerap kali digunakan untuk mewakili karakteristik dan stigma tertentu dibandingkan penanda sebuah generasi. Apa kekurangan dan kelebihan yang biasa dimiliki oleh Generasi Z?
Menurut saya globalisasi sangat mempengaruhi karakteristik Gen Z, dampak positifnya cukup banyak Gen Z yang dapat memanfaatkan keterbukaan informasi saat ini. Tak sedikit Gen Z yang teredukasi mengenai banyak ragam hal karena cakap dalam memanfaatkan internet. Namun, tentunya terdapat dampak negatifnya juga, yaitu minimnya filtrasi konten oleh peselancar internet Gen Z ini. Sehingga tak sedikit mereka yang menyalahgunakan informasi tersebut untuk hal-hal yang negatif.
Akhir-akhir ini banyak pendapat yang muncul mengenai tutur kata dan perilaku Generasi Z di lingkungan perkuliahan. Fenomena ini seakan menjadi testamen pudarnya budaya luhur akibat paparan budaya barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Betul adanya fenomena tersebut, namun di setiap generasi saya rasa memang ada bahasa “gaul” nya tersendiri. Seperti contohnya pada era 90an, generasi pada saat itu cukup banyak bahasa2 “gaul” yang muncul bahkan masih sering terdengar hingga kini.
Generasi Z sering dikaitkan erat dengan social and mental awareness. Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Apa dampak yang paling terasa dari fenomena tersebut?
Saya senang cukup banyak masyarakat terutama Gen Z yang teredukasi mengenai kesehatan mental, namun mereka yang kerap mengklaim memiliki penyakit mental tanpa dasar ini yang sedikit “aneh”.
Berkat teknologi, Generasi Z dikaruniai bakat multitasking yang baik. Namun, disisi lain, dengan segala hal yang cepat bergerak, generasi ini juga disebut-sebut memiliki attention span yang terbatas. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Tidak ada salahnya bukan? Karena saya lihat sebuah tren modern sangat sedikit yang longlasting.
Apa satu hal yang Anda harap orang-orang pahami mengenai Generasi Z?
Tidak ada satupun generasi yang paling baik dari generasi lainnya, karena pasti akan ada sebuah perbedaan dari setiap generasi yang ada.
Muhammad Bilal
Graphic Design Student at Politeknik Negeri Jakarta
Frasa “Generasi Z” kerap kali digunakan untuk mewakili karakteristik dan stigma tertentu dibandingkan penanda sebuah generasi. Apa kekurangan dan kelebihan yang biasa dimiliki oleh Generasi Z?
Seiring berkembangnya teknologi dan segala informasi yang tersebar di internet, Gen Z menjadi memiliki kebiasaan untuk berpikir terbuka. Ketika ada perbedaan budaya dan norma, biasanya para Gen Z tidak mudah marah dan menanggapi hal tersebut dengan biasa saja. Kekurangannya, Kemajuan teknologi dengan segala kemudahannya justru membuat Gen Z menjadi lebih suka hal yang instan, karena sudah dibiasakan untuk mendapatkan segala hal dengan mudah. Hal ini tidak baik karena dapat mempengaruhi kualitas dari SDM Gen Z itu sendiri.
Akhir-akhir ini banyak pendapat yang muncul mengenai tutur kata dan perilaku Generasi Z di lingkungan perkuliahan. Fenomena ini seakan menjadi testamen pudarnya budaya luhur akibat paparan budaya barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Menurut saya, fenomena tersebut dikarenakan tidak sedikit Gen Z yang belum bisa menyaring masuknya budaya barat. Ada hal yang mungkin cocok dan kurang cocok jika diterapkan di lingkungan tertentu, oleh karena itu sebaiknya Gen Z bisa lebih memilah mana budaya dari luar yang pantas untuk diterapkan di lingkungannya, termasuk lingkungan perkuliahan.
Generasi Z sering dikaitkan erat dengan social and mental awareness. Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Apa dampak yang paling terasa dari fenomena tersebut?
Sebenarnya saya setuju jika hal tersebut tidak di salah gunakan. Mungkin dampak yang terasa adalah, Gen Z menjadi lebih bijak menyikapi permasalahan yang menyangkut sosial dan mental oleh karenanya orang-orang yang mungkin memerlukan bantuan dan pembelaan bisa lebih terbantu. Tetapi ada pula yang menyalahgunakan “budaya” ini untuk menjatuhkan salah satu orang atau instansi tertentu hanya berdasarkan “mental” nya yang tidak sekuat generasi-generasi sebelumnya atau mungkin punya tujuan/maksud tertentu.
Berkat teknologi, Generasi Z dikaruniai bakat multitasking yang baik. Namun, disisi lain, dengan segala hal yang cepat bergerak, generasi ini juga disebut-sebut memiliki attention span yang terbatas. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Menurut saya, Gen Z harus memiliki prinsip bahwa untuk menjalankan satu hal harus ada hal yang dikorbankan karena tidak semua pekerjaan bisa dikerjakan semua sendiri mengingat kapasitas dan waktu yang dipunya.
Apa satu hal yang Anda harap orang-orang pahami mengenai Generasi Z?
Saya berharap orang-orang paham bahwa segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki Generasi Z didasari oleh berkembangnya teknologi dan segala kemajuan yang ada, sehingga apabila ada nilai-nilai yang harus dimiliki oleh setiap generasi dan surut di Gen Z, orang-orang bisa memahami dan memberikan edukasi/pemahaman lebih untuk Gen Z itu sendiri tanpa perlu menyudutkan mereka.
Herzha Agustian
BUMN Staff
Frasa “Generasi Z” kerap kali digunakan untuk mewakili karakteristik dan stigma tertentu dibandingkan penanda sebuah generasi. Apa kekurangan dan kelebihan yang biasa dimiliki oleh Generasi Z?
Kelebihan yang dimiliki Gen Z ialah mereka orang yang peka terhadap perkembangan zaman seperti teknologi, tren, maupun budaya. Hal ini disebabkan oleh kemudahan akses informasi yang bisa didapatkan kapan pun sehingga Gen Z ini bisa dibilang orang yang oportunis. Hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa sosmed yang ada hal yang “viral” ini dilakukan oleh Gen Z. Akan tetapi hal tersebut juga terkadang mempengaruhi Gen Z melakukan hal diluar nalar untuk sekedar mencari atensi publik atau ketenaran. Kemudahan akses informasi ini terkadang juga membuat Gen Z merasa dirinya telah menguasai sesuatu, dan kemudian hanya mementingkan hasil, tidak dengan prosesnya.
Akhir-akhir ini banyak pendapat yang muncul mengenai tutur kata dan perilaku Generasi Z di lingkungan perkuliahan. Fenomena ini seakan menjadi testamen pudarnya budaya luhur akibat paparan budaya barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Menurut saya hal tersebut dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan Gen Z untuk menyeleksi budaya barat yang masuk, karena sebenarnya tidak semua budaya barat mengajarkan hal yang berlawanan dengan budaya luhur. Mengenai hal ini, saya rasa yang perlu dikuatkan ialah sikap selektif Gen Z untuk memilah mana hal yang bisa diterima dan diterapkan di lingkungan sekitar. Ketika sikap selektifnya membaik, tidak menutup kemungkinan budaya barat dan luhur hidup berdampingan.
Generasi Z sering dikaitkan erat dengan social and mental awareness. Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Apa dampak yang paling terasa dari fenomena tersebut?
Saya setuju dengan pernyataan yang menyatakan bahwa Gen Z dekat dengan social and mental awareness. Menurut saya, hal ini terjadi akibat kemudahan penyebaran informasi melalui media sosial, sehingga kini Gen Z sudah lebih terbuka terhadap kesehatan mental. Namun, lagi-lagi hal ini tetap membawa dampak negatif, di mana tak sedikit Gen Z yang self-proclaim terhadap apa yang ia rasakan setelah mencocokan keadaan dirinya dengan apa yang ia baca, padahal ia belum melakukan pengecekan kepada psokolog atau psikiater.
Berkat teknologi, Generasi Z dikaruniai bakat multitasking yang baik. Namun, disisi lain, dengan segala hal yang cepat bergerak, generasi ini juga disebut-sebut memiliki attention span yang terbatas. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Mengenai hal tersebut, menurut saya kembali ke pribadi masing-masing pasalnya tak semua orang dapat melakukan multitasking, begitu juga dengan attention span yang dimiliki. Semuanya memiliki kemampuan dan batasannya masing-masing. Yang terpenting adalah Gen Z seharusnya tetap bisa memilah mana hal yang harus didahulukan sehingga apa yang dikerjakan juga menjadi lebih optimal.
Apa satu hal yang Anda harap orang-orang pahami mengenai Generasi Z?
Yang saya ingin orang pahami mengenai Gen Z ialah generasi ini memang memiliki karakternya tersendiri. Jadi, tak seharusnya orang memaksakan standar yang ia miliki kepada Gen Z, karena memikul pengharapan orang bukan lah tanggung jawab Gen Z. Sadarilah bahwa setiap angkatan setiap generasi memiliki ciri khasnya tersendiri, selama apa yang dilakukan tidak melanggar norma atau hukum yang berlaku biarkan lah Gen Z berjalan di kakinya sendiri.
Aryo Damarseto
Cultural Anthropology Student at Universitas Padjajaran
Frasa “Generasi Z” kerap kali digunakan untuk mewakili karakteristik dan stigma tertentu dibandingkan penanda sebuah generasi. Apa kekurangan dan kelebihan yang biasa dimiliki oleh Generasi Z?
Pertama-tama, kelebihan yang paling terlihat dari Generasi Z terletak pada faktanya bahwa kita tumbuh sebagai digital native. Dengan begitu, kita lebih terekspos terhadap berita-berita yang berujung pada meleknya Gen Z terhadap kesehatan mental. Tapi kekurangannya sendiri terlihat dari bagaimana jadinya banyak insiden bandwagoning, dimana banyak yang memakan informasinya secara mentah-mentah dari individu yang sebenarnya bukan ahli dalam topik-topik sensitif tersebut. Bandwagoning ini muncul baik dari sisi yang pro social and mental awareness maupun yang kontra ya.
Akhir-akhir ini banyak pendapat yang muncul mengenai tutur kata dan perilaku Generasi Z di lingkungan perkuliahan. Fenomena ini seakan menjadi testamen pudarnya budaya luhur akibat paparan budaya barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Menurut saya, pendapat-pendapat tersebut valid dan ada benarnya juga. Namun, perlu diketahui juga secara konseptual memangnya apa saja sih budaya luhur yang pudar itu? Apa saja budaya barat yang masuk ke Indonesia dan melunturkan budaya lokal? Saya secara pribadi mempertanyakan hal tersebut karena melihat konsep tersebut yang masih bersifat abstrak. Bisa jadi aksi-aksi yg seringkali dikonotasikan dengan yang Gen Z lakukan sekarang sebenarnya sudah terulang dari generasi sebelumnya, cuma bedanya dahulu belum ada eksposur media TIK. Hal ini sebenarnya saya pertanyakan terutama dengan melihat adanya catatan-catatan historis yang menunjukan kehadiran komunitas LGBT+ jauh sebelum masuknya budaya Barat ke dalam Indonesia. Sehingga, menurut saya, fenomena tersebut harus kita lihat lagi dari akarnya, karena tutur kata dan perilaku Gen Z saat ini belum tentu bisa dikatakan sebagai hasil dari budaya Barat. Ada kemungkinan fenomena tersebut terjadi karena faktor-faktor internal lainnya, atau bahkan kembalinya aspek-aspek budaya mendarah daging Indonesia yang sempat terlupakan.
Generasi Z sering dikaitkan erat dengan social and mental awareness. Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Apa dampak yang paling terasa dari fenomena tersebut?
Saya sendiri setuju dengan pernyataan tersebut. Pernyataan itu menurut saya ada benarnya terutama dengan bagaimana generasi kita ini benar-benar tumbuh dibawah ajangnya revolusi mental dunia. Sehingga kita ini sebenarnya merupakan produk dari bantuan individu-individu generasi atas yang terus mempelopori isu-isu sensitif tersebut juga. saya sendiri secara pribadi awal mula mendapat perkenalan terhadap kepentingan mental health itu dari orang-orang diatas saya yang lebih tua. Maka dari itu, dampak fenomena tersebut terletak dalam bagaimana generasi online kita, yang memiliki akses unlimited terhadap ruang publik digital, lebih terdengar suaranya dalam mengadvokasikan hal-hal tertentu.
Berkat teknologi, Generasi Z dikaruniai bakat multitasking yang baik. Namun, disisi lain, dengan segala hal yang cepat bergerak, generasi ini juga disebut-sebut memiliki attention span yang terbatas. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Personally, saya setuju dengan hal itu, namun perlu ditarik garis merah faktanya bahwa sifat fast-paced tersebut sebetulnya dicetus oleh generasi diatas kita, yaitu generasi milenial. Menurut saya sendiri, kakak-kakak generasi milenial yang membangun budaya ini dengan meng-encourage kita untuk terus explore potensi kita. Sehingga, kita anak-anak Gen Z lebih mudah untuk mempelajari hal yang baru, dan lebih terbiasa untuk beradaptasi dalam era digitalisasi. Dengan begitu, menurut saya anak Gen Z yang jago multitasking akan menjadi individu yg diuntungkan, baik di kerjaan maupun lingkungan sekolah.
Apa satu hal yang Anda harap orang-orang pahami mengenai Generasi Z?
Semoga suara kita, anak-anak Gen Z, tidak dianggap lebih rendah dan sebaliknya dinilai juga sebagai valid dan relevan. Pendapat saya ini dilatarbelakangi mainly dari bagaiman semua generasi berhak untuk menyuarakan pendapatkan mereka dan ikut serta aktif dalam society tanpa adanya kecaman. Secara keseluruhan, harapan saya adalah adanya rasa saling menghargai dari semua generasi, baik dari Gen Z yang bisa lebih menghargai generasi atas, dan sebaliknya dari generasi atas ke bawah. Sebenarnya hal tersebut cukup standar, namun bisa dikatakan bare minimum.
Fadila Irawan
Graphic Design Student at Institusi Teknologi Bandung
Frasa “Generasi Z” kerap kali digunakan untuk mewakili karakteristik dan stigma tertentu dibandingkan penanda sebuah generasi. Apa kekurangan dan kelebihan yang biasa dimiliki oleh Generasi Z?
Menurut saya kelebihan dari Gen Z itu kami lebih aware terhadap hal-hal seperti pengertian gender, sekualitas, sex education, dan mental health. Hal-hal yang dianggap tabu oleh generasi tua, orang tua kita. Tapi berkat perlengkapan yang memadai juga, jadi kita mencari tahu sendiri tanpa menganggap hal tersebut sebagai tabu. Untuk kekurangannya, jadinya banyak yang malah jadi ignorant dan menyepelekan hal-hal tersebut dengan candaan. Padahal itu sebenarnya topik yang serius dan nggak bisa dibecandain, cuma tetap aja ada ya. Jadinya, ada pandangan-pandangan buruk tersendiri yang menghalangi aksesibilitas informasi terkait topik-topik tersebut.
Akhir-akhir ini banyak pendapat yang muncul mengenai tutur kata dan perilaku Generasi Z di lingkungan perkuliahan. Fenomena ini seakan menjadi testamen pudarnya budaya luhur akibat paparan budaya barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Untuk tutur kata dan perilaku Gen Z sih menurut saya ada hubungannya dengan pandemi, bukan karena paparan budaya Barat. Saya diceritakan oleh guru SMP saya dulu bahwa anak-anak kelas 7 SMP tahun ini masih mengidap mental anak SD dan bagaimana pandemi mempengaruhi keterbelakangan mental tersebut. Merujuk secara langsung juga dari pengalaman kuliahku pribadi, aku melihat bagaimana perilaku mahasiswa pandemi masih banyak yang tersangkut dalam mentalitas SMA. Dalam hal tersebut, kami harus lebih memandu kepada adik-adik generasi online yang kurang memahami lingkungan sosial akibat pandemi.
Generasi Z sering dikaitkan erat dengan social and mental awareness. Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Apa dampak yang paling terasa dari fenomena tersebut?
Saya setuju bahwa Generasi Z memang betul berkaitan dengan social and mental awareness. Menurut saya sendiri, dampak hal tersebut terlihat dari bagaimana generasi Z lebih memahami cara untuk menyikapi generational trauma yang dibawa oleh generasi sebelum kita. Jadi dampak yang paling terasa adalah bagaimana orang-orang lebih aware aja dan bisa memilih sikap yang positif dalam menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut.
Berkat teknologi, Generasi Z dikaruniai bakat multitasking yang baik. Namun, disisi lain, dengan segala hal yang cepat bergerak, generasi ini juga disebut-sebut memiliki attention span yang terbatas. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Saya sangat setuju dengan pernyataan tersebut, karena saya pribadi bukan orang yang tenang kalau tidak ada kerjaan. Jadi saya harus constantly working on something, dan terkadang hal tersebut mengganggu attention span saya. Ada masanya dimana saya bingung mengaturnya agar tidak keteteran. Sebagai salah satu konsekuensi dari perasaan FOMO (Fear of Missing Out) yang sedang marak di kalangan Gen Z, saya sendiri bisa vouch dengan merujuk teman-teman sebaya saya yang kewalahan dalam membagi semua tanggung jawabnya. Menurut saya sendiri, permasalahan tersebut dapat diakali dengan mengatur prioritas sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Oleh karena itu, meskipun Gen Z terkenal dengan budaya fast-paced, ada baiknya untuk lean back dan istirahat sebentar untuk napas.
Apa satu hal yang Anda harap orang-orang pahami mengenai Generasi Z?
Satu hal yang saya harap adalah bahwa kita Gen Z itu kita bukan semata-mata sok tahu tentang social and mental awareness, kita hanya berusaha untuk meng-campaign-kan hal tersebut. Terutama mengingat sumber daya yang kita miliki, Gen Z hanya sekedar meningkatkan level urgensi pada topik-topik tersebut.
Clara Cynthia
International Relations Student At Universitas Brawijaya
Frasa “Generasi Z” kerap kali digunakan untuk mewakili karakteristik dan stigma tertentu dibandingkan penanda sebuah generasi. Apa kekurangan dan kelebihan yang biasa dimiliki oleh Generasi Z?
Kekurangan yang sering saya dengar adalah bagaimana Gen Z itu lebih lembek. Lembek itu sendiri mengacu pada emotional capacity Gen Z yang gampang rapuh, seperti gampang kecewa, gampang kehilangan semangat dan lain-lain. Namun, sebaliknya hal tersebut, menurut saya, juga menjadi kelebihannya. Gen Z mementingkan emotional health dibanding generasi-generasi sebelumnya. Sehingga Gen Z merupakan pelopor kampanye emotional health dengan memfokuskan kepentingannya dalam lingkungan sehari-hari.
Akhir-akhir ini banyak pendapat yang muncul mengenai tutur kata dan perilaku Generasi Z di lingkungan perkuliahan. Fenomena ini seakan menjadi testamen pudarnya budaya luhur akibat paparan budaya barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Saya setuju dengan pernyataan tersebut, terutama dengan melihat seberapa banyaknya akulturasi budaya Barat yang masuk ke Indonesia. Sehingga hal tersebut mempengaruhi bagaimana Gen Z menyikapi suatu masalah dalam lingkungan-lingkungan tertentu. Terutama, dengan maraknya sosial media, banyak sekali anak-anak Gen Z yang menerima informasi budaya Barat secara mentah-mentah dan mencoba mengaplikasikannya ke dalam lingkungan Indonesia tanpa mempertimbangkan aksinya dengan lebih lanjut.
Generasi Z sering dikaitkan erat dengan social and mental awareness. Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Apa dampak yang paling terasa dari fenomena tersebut?
Saya sendiri ada setuju dan tidak setuju-nya dengan pernyataan tersebut. Saya mau mencatat bahwa dampak tersebut paling terasa bahwa dengan adanya mental awareness, stigma masyarakat Indonesia kepada ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) mulai terkikis. Namun saya tidak setuju-nya dimana dalam beberapa instansi, isu mental health tersebut digunakan sebagai solusi instan untuk keluar dari konflik.
Berkat teknologi, Generasi Z dikaruniai bakat multitasking yang baik. Namun, disisi lain, dengan segala hal yang cepat bergerak, generasi ini juga disebut-sebut memiliki attention span yang terbatas. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Menurut saya pastinya ada kekurangan dalam fenomena tersebut, terutama terhadap tingkat attention span pada Gen Z. Meskipun berbagai individu berhasil melakukan multitasking dengan baik, saya melihat bahwa banyak sekali anak-anak Gen Z yang masih bersekolah mengalami kesusahan untuk fokus. Saya sendiri berpendapat bahwa hal tersebut difaktori oleh dinamika media sosial yang terus berubah dan cepat, sehingga dalam satu hari saja kita bisa menerima beratus-ratusan informasi baru. Terutama terdukung dengan platform–platform seperti Tiktok, Twitter, Youtube, dll, dimana kita hanya diberikan konten secara terus menerus tanpa adanya waktu untuk memproses dan mencerna informasi-informasi yang baru tersebut.
Apa satu hal yang Anda harap orang-orang pahami mengenai Generasi Z?
Sebetulnya Gen Z itu adalah generasi yang maju, hanya saja akibat dari kecepatan budaya teknologi dan sistem informasi saat ini, serta perkembangan budaya dunia, membuat attitude Gen Z kurang mengenakan di mata beberapa orang.
Rachel Aurellia Irawan
Actuarial Science Student at Universitas Indonesia
Frasa “Generasi Z” kerap kali digunakan untuk mewakili karakteristik dan stigma tertentu dibandingkan penanda sebuah generasi. Apa kekurangan dan kelebihan yang biasa dimiliki oleh Generasi Z?
Sebagai Generasi Z kami dekat dengan stigma Fear of Missing Out mungkin karena mulai tumbuh juga kesadaran sebagai young adults bahwa mengemban tanggung jawab sebagai calon orang dewasa merupakan suatu hal yang tidak mudah. Namun, kami tetap memiliki kelebihan seperti generasi lainnya. Salah satunya adalah dengan memiliki tingkat kesadaran akan perubahan lingkungan yang tinggi. Bukan hanya itu, isu-isu yang awalnya dianggap irrelevant dengan anak muda’ pada akhirnya menjadi suatu isu yang generasi kami anggap penting. It has always been for us, and future us.
Akhir-akhir ini banyak pendapat yang muncul mengenai tutur kata dan perilaku Generasi Z di lingkungan perkuliahan. Fenomena ini seakan menjadi testamen pudarnya budaya luhur akibat paparan budaya barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Nah, kalau ini sepertinya memang suatu masalah yang akan ditemukan dari remaja terlepas dari pengelompokkan generasinya. It’s just a phase, trust me! Mungkin karena Generasi Z merupakan kelompok yang umumnya baru mau dewasa dan memiliki keingintahuan yang besar untuk bisa berbeda dari yang lainnya. Jika hal tersebut masih terjadi sesuai waktu, tempat, dan situasi sepertinya bukan hal yang masalah. Apalagi, kami sepenuhnya paham untuk mengontrol diri dan berperilaku tidak melebihi batas norma yang ada.
Generasi Z sering dikaitkan erat dengan social and mental awareness. Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Apa dampak yang paling terasa dari fenomena tersebut?
Sepertinya hampir seluruh Gen Z dapat menyetujui pernyataan ini karena dampak yang signifikan dapat dirasakan setiap harinya. Kami menjadi jauh lebih antusias untuk mencari jalan terbaik demi menggapai kesehatan mental yang seutuhnya. Hal tersebut juga diterapkan ke dalam isu sosial, Generasi Z akan bersukarela untuk turun dalam proses pemecahan masalah yang mereka anggap penting. Kemudian hadir youth activism sebagai agen perubahan sebagai efek progresif dari meningkatnya kesadaran tentang isu sosial dan kesehatan mental.
Berkat teknologi, Generasi Z dikaruniai bakat multitasking yang baik. Namun, disisi lain, dengan segala hal yang cepat bergerak, generasi ini juga disebut-sebut memiliki attention span yang terbatas. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Mungkin hal ini dapat terjadi pada siapa saja kembali ke pribadi masing-masing. Karena selagi kami mengerjakan suatu hal yang disukai, pasti semuanya akan terasa menyenangkan selama prosesnya.
Apa satu hal yang Anda harap orang-orang pahami mengenai Generasi Z?
Generasi Z sebenarnya merasakan pressure setiap harinya. Persaingan mencari pekerjaan semakin ketat, tingkat pencarian validasi akademik yang semakin tinggi, dan masalah lainnya. Apalagi kami telah merasakan banyak hal yang mungkin generasi lainnya belum rasakan pada umur remaja. Salah satunya adalah pandemi, mungkin sekarang kami sedang dalam fase transisi dari keadaan yang berbeda. Jadi, semoga dapat lebih mengerti kami kedepannya ya!
Amelia Maharani
Computer Science Student at Universitas Indonesia
Frasa “Generasi Z” kerap kali digunakan untuk mewakili karakteristik dan stigma tertentu dibandingkan penanda sebuah generasi. Apa kekurangan dan kelebihan yang biasa dimiliki oleh Generasi Z?
Kelebihannya, kami sangat sadar akan isu lingkungan loh! Bagaimana aktivisme perubahan iklim hadir pada generasi kami sepertinya merupakan suatu representasi hal baik yang dapat kami persembahkan. Selain itu, kami dapat memanfaatkan information flow yang kami terima secara maksimal di era industri 4.0. Meskipun memiliki kemampuan pemanfaatan informasi yang maksimal, kadang kami belum terlalu bijak dalam pemanfaatannya. Sehingga, informasi baik yang awalnya untuk menambah pengetahuan bisa berubah mengganggu kesehatan mental.
Akhir-akhir ini banyak pendapat yang muncul mengenai tutur kata dan perilaku Generasi Z di lingkungan perkuliahan. Fenomena ini seakan menjadi testamen pudarnya budaya luhur akibat paparan budaya barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Untuk hal ini, sosial media dan pergaulan berperan penting dalam perilaku bergaul dan verbal dalam keseharian. Karena generasi ini merupakan kelompok melek teknologi, pastinya banyak pengaruh langsung dari hal yang diterima setiap harinya. Ini bukan mengenai benar atau salah, tetapi mengenai seberapa bijak untuk menggunakan suatu informasi.
Generasi Z sering dikaitkan erat dengan social and mental awareness. Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Apa dampak yang paling terasa dari fenomena tersebut?
Dampak signifikan dapat dilihat dari peningkatan kesadaran atas urgensi masalah yang dihadapi akhir-akhir ini. Banyak perubahan yang lebih baik sebagai akibat dari peningkatan hal ini, kepedulian kami juga terus meningkat seiring berjalannya waktu.
Berkat teknologi, Generasi Z dikaruniai bakat multitasking yang baik. Namun, disisi lain, dengan segala hal yang cepat bergerak, generasi ini juga disebut-sebut memiliki attention span yang terbatas. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Kembali lagi pada kebiasaan masing-masing, walaupun hal ini dapat dipicu oleh banyaknya distraksi yang ditemukan pada zaman ini. Namun, penyebab internal sudah pasti menentukan lamanya perhatian yang dapat diberikan atas suatu hal yang sedang kami kerjakan.
Apa satu hal yang Anda harap orang-orang pahami mengenai Generasi Z?
Generasi Z itu kreatif kok, kami bertanggung jawab atas isu yang kami terima dengan ikut organisasi, dan ikut pergerakan lainnya. Ya anggap aja kami mau berusaha lebih atas hal yang kami ingin gapai bersama-sama. We initiate the world to be a better place!
Muhammad Maulana
Health Science Student
Frasa “Generasi Z” kerap kali digunakan untuk mewakili karakteristik dan stigma tertentu dibandingkan penanda sebuah generasi. Apa kekurangan dan kelebihan yang biasa dimiliki oleh Generasi Z?
Salah satu kelebihan dari Generasi Z salah satunya dengan memiliki ketersediaan kesempatan untuk memberikan kritik secara objektif karena mudahnya akses terhadap kanal media sosial. Namun, hal ini juga merupakan salah satu kekurangan Generasi Z yang terkadang belum bisa memilah-milah pendapat yang perlu disampaikan di ruang publik dan internal. Jadi kadang mengundang stigma orang lain kalau Gen Z itu ’sok tau dan tidak sopan’.
Akhir-akhir ini banyak pendapat yang muncul mengenai tutur kata dan perilaku Generasi Z di lingkungan perkuliahan. Fenomena ini seakan menjadi testamen pudarnya budaya luhur akibat paparan budaya barat. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Sepertinya hal ini telah menjadi sesuatu yang akan sering ditemukan pada setiap perilaku Generasi Z. Hal ini terjadi karena mudahnya akses terhadap trend yang sedang booming akhir-akhir ini, tetapi di sisi lainnya hal ini berdampak buruk dalam beberapa kasus komunikasi Gen Z. Salah satunya adalah komunikasi yang buruk dengan orang yang lebih tua tua sehingga kadang bisa dipandang rebellious dan abai dalam mendengarkan perkataan orang yang lebih tua.
Generasi Z sering dikaitkan erat dengan social and mental awareness. Apakah Anda setuju dengan pernyataan tersebut? Apa dampak yang paling terasa dari fenomena tersebut?
Setuju! Metaforanya gini, anak kecil tau cara pegang setir mobil tapi belum tau cara mengendarainya. Nah, ini sama saja dengan Generasi Z. Melek akan isu mental health tapi belum tau pengaplikasiannya dengan bijak. Generasi Z sepertinya belum bisa membedakan mana yang merupakan tanda-tanda kesehatan mental, mana yang memang kekurangan dari sifat kita sebagai manusia. Makanya, hal ini juga melahirkan self-diagnosis yang semakin hari sepertinya semakin lumrah digunakan oleh Gen Z. Sebenarnya, hal itu yang dapat merugikan orang lain di satu sisi.
Berkat teknologi, Generasi Z dikaruniai bakat multitasking yang baik. Namun, disisi lain, dengan segala hal yang cepat bergerak, generasi ini juga disebut-sebut memiliki attention span yang terbatas. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Betul! Apalagi dengan adanya fenomena hustle culture, kami jadi kurang sadar bahwa suatu hal akan lebih baik hasilnya jika dikerjakan satu per satu. Sepertinya memang kami lebih memilih sesuatu yang instan, walaupun akan berakibat memiliki attention span yang rendah. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi pemakaian gadget yang berlebihan. Jadinya, terkadang belum menyelesaikan sebuah pekerjaan tapi kayaknya kurang sah kalau minimal sesekali sambil cek pemberitahuan yang ada di layar ponsel.
Apa satu hal yang Anda harap orang-orang pahami mengenai Generasi Z?
Mungkin mau memberikan pemahaman kalau Generasi Z itu dibilang dewasa juga bukan, dibilang anak kecil juga bukan. Semuanya sepertinya butuh proses, apalagi proses untuk berkembang menjadi orang dewasa yang layak dan dapat diterima di masyarakat kedepannya.