Mengingat Munir, Dua Windu Setelah Kematiannya
Fatia Maulidiyanti mengingat sosok Munir 16 tahun sejak kematiannya serta membahas tentang semangat Munir yang terus hidup pada gerakan masyarakat sipil kita hari ini.
Words by Whiteboard Journal
Bulan September ini, dua windu yang lalu, seorang pembela HAM dibunuh karena memperjuangkan keadilan. Sampai sekarang kasusnya jauh dari kata tuntas. Hanya pelaku lapangan yang ditumbalkan dengan hukuman ringan, dan kini pun sudah mentas. Dalangnya masih bebas, mereka menyusup dan bahkan menentukan keputusan-keputusan besar yang mengatur hidup kita sampai sekarang.
Di antara enam belas tahun ini, nama Munir timbul dan tenggelam. Namanya masih sering kita dengar, tapi apa yang terbayang di generasi sekarang tentang nama beliau? Apakah mereka tahu, apa yang terjadi kepada Munir, kenapa ia sampai harus dibunuh?
Jika dilihat dari sudut pandang pesimis, kita perlu khawatir. Dengan sejarah yang dituliskan oleh pemerintah yang tidak transparan, generasi terkini bisa saja disetir untuk jadi kendaraan politik pihak-pihak yang sebenarnya turut berada di kereta yang sama dengan pembunuh Munir dalam jalan menuju angkara murka.
Tapi di sisi yang lain, ada harapan pada generasi kita yang juga jauh lebih melek literasi dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Generasi ini punya cara-cara sendiri untuk mengangkat kesadaran akan isu-isu sosial melalui medium yang tak terpikirkan sebelumnya. Kini, kita bisa melihat isu-isu sosial hadir di meme, video Tik Tok, juga di medium-medium populer seperti lagu, hingga podcast.
Yang menarik adalah kemudian membayangkan, jika Munir masih hidup sekarang, bagaimana cara pandangnya terhadap potensi anak muda kita?
Di masa hidupnya, Munir adalah sosok yang lekat dengan generasi muda. Ia tak henti menyokong poros pergerakan mahasiswa dan basis generasi muda di berbagai daerah di Indonesia. Bersama anak muda pula Munir dan pejuang hak asasi manusia membawa kita pada masa reformasi.
Semangat Munir ini terus hidup pada gerakan masyarakat sipil kita hari ini. Salah satu contohnya hadir pada aksi #ReformasiDikorupsi yang menunjukkan bahwa Munir-Munir baru lahir dan melanjutkan perjuangan atas hak asasi manusia, tak peduli siapa yang menghadang di depan.
Munir merupakan bagian sejarah yang tidak bisa kita lupakan. Mungkin saja, mereka yang sedang berkuasa saat ini sedang berusaha membuat kita lupa akan perjuangannya. Tapi, nafas Munir masih mengalir di darah kita. Kasihnya yang memanusiakan manusia, abadi adanya. Kita akan selalu ingat bahwa Munir pernah ada dan membuat kita bisa menghirup udara segar hari ini.
Racun itu mungkin bisa membunuh raga, tapi racun itu tidak bisa meluruhkan nilai-nilai yang ia bawa. “Munir ada dan berlipat ganda.”