Sebagai pekerja yang dekat pada dunia fashion, Renel Harlan menjadi saksi mata akan musim dan tren yang cepat berganti di bidang ini. Melalui essai "Fashion dan Pusaran Dunianya", Renel menulis mengenai observasi sekaligus opininya mengenai peran fashion dalam kehidupan seseorang di tahun 2016.
Pada esainya kali ini, Febrina Anindita mencoba untuk meretas fantasi yang ditawarkan dalam film untuk mengerti hasrat manusia yang tak akan pernah terpuaskan. Karena pada hakekatnya, ternyata ekspektasi berlebih dapat mengakibatkan suatu marabahaya akan realita yang dijalani oleh manusia.
With the subject of racism being a part of international news, Ken Jenie stumbled online upon activist Jane Elliot famous Blue Eyes-Brown Eyes experiment, and this is his first impression on the exercise.
Pada tulisannya kali ini, Muhammad Hilmi menjelajahi area baru yang belum pernah ia jelajahi, tulisan fiksi. Menceritakan fenomena kelas menengah, dilema personal keseharian, serta permasalahan dalam mewujudkan impian, cerita ini merupakan seri pertama dari seri tiga tulisan fiksi yang berjudul "What If There's No What If".
Pada esainya kali ini, Idhar Resmadi menuliskan tentang bagaimana musik memiliki sebuah dimensi yang cukup mendalam, yakni spiritualisme. Tak peduli apapun genre-nya spiritualisme merupakan salah satu sisi dari musik. Dengan mengkaji dari sejarah, juga secara filosofis, Idhar mendedah bentuk spiritualisme yang tersembunyi dalam alunan musik.
Pada esainya ini, Iman Fattah menanggapi tulisan Ferri Ahrial tentang kemacetan di Jakarta. Bahwa kadang keadaan yang paling tidak menyenangkan sekalipun bisa menjadi inspirasi untuk karya baru ketika dipahami dengan semangat untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan dan kesenian.