YAY / NAY: Mengeluh Soal Volume Adzan di Masjid, Meiliana Divonis 18 Bulan di Penjara, Bagaimana Pendapat Kalian?
Apakah ini awal dari kelunturan nilai toleransi di Indonesia? Mari kita bicarakan!
Foto: Antara Foto / Septianda Perdana
Setelah mengeluh tentang suara adzan yang terlalu keras, Meiliana, warga asal Tanjung Balai ini dibuktikan melanggar pasal penistaan agama oleh warga sekitarnya. Walau kasus ini telah berlarut waktu selama dua tahun, Meiliana tetap dikenakan vonis selama 18 bulan.
Kasus ini dimulai di tahun 2016, dimana suatu sore, Meiliana mengeluh kepada salah satu warga sekitar bahwa volume adzan jauh lebih kencang daripada suara adzan dulunya, perkataan Meiliana membercak amarah warga saat perkataannya diceritakan kepada jamaah setelah Shalat Maghrib. Untungnya, suami Meiliana langsung turun tangan dan meminta maaf kepada jamaah dan masalah ini sempat reda sementara. Namun, karena Meiliana kembali memprotes suara yang terlalu besar saat adzan Isha, dimulai lah konflik yang bertahan selama dua tahun ini.
Kediaman Meiliana serta berbagai rumah ibadah lain ikut dirusak oleh warga lingkungan sekitar, bahkan mengundang warga diluar kota Tanjung Balai. Telah dilaporkan bahwa kurang lebih 3 Vihara, dan 8 Kelenteng dirusak oleh warga, sebagai aksi protes atas perkataan Meiliana yang dipercaya sebagai penistaan agama Islam. Meiliana pun dikucilkan oleh warga sekitarnya dan dengan tekanan dari warga, akhirnya dituntut oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru atas penistaan agama.
Tanggal 21 Agustus 2018 lalu, tanpa bukti yang konkret, Meiliana dinilai melanggar Pasal 156 a KUHP atas memprotes suara adzan di lingkungannya, dan akhirnya divonis penjara selama 18 bulan. Vonis Meiliana ini telah mencetus gerakan sosial online yang sedang tersebar di Instagram, banyak orang yang mendukung gerakan ini dalam upaya untuk mengangkat kebebasan berpendapat yang secara langsung membela Meiliana.
#BebaskanMeiliana telah menjadi trending topic di twitter, dengan dukungan dari warga Indonesia, argumen yang sedang ribut dibicarakan adalah, protes akan volume adzan yang terlalu keras menghasilkan Meiliana untuk dipenjara selama 18 bulan, sedangkan para warga yang merusak Vihara dan kediaman Meiliana tidak dikenakan sanksi. Sebagai agama mayoritas di Indonesia, banyak yang memprotes bahwa warga Tanjung Balai dan sekitarnya telah memonopoli kejadian ini karena statusnya itu, tepatkah Meiliana dipenjara hanya karena mengeluh dan berharap volume adzan dikecilkan, bagaimana dengan warga yang merusak Vihara dan kediaman Meiliana? Apakah ini awal dari kelunturan nilai toleransi di Indonesia? Mari kita bicarakan di comment section.