“The First Purge” Menghadirkan Mimpi Utopis dan Isu Black Activism
“The First Purge” hadir tak hanya sebagai prekuel dari “The Purge”.
Foto: Google
Ketika film “The Purge” muncul di tahun 2013, premisnya sederhana dan sangat utopis – bagaimana jika manusia diberi kebebasan dari hukum dan diberikan kesempatan untuk berbuat kriminal atas dasar apapun dan kepada siapapun – kecuali politisi. Wajar jika kemudian respon yang didapat untuk franchise film ini selalu diikuti dengan excitement dari penikmat maupun kritikus film. Namun siapa sangka franchise film ini mencapai episode keempat, lewat dirilisnya “The First Purge”.
Seakan merespon kondisi Amerika Serikat saat ini, “The First Purge” hadir tak hanya sebagai prekuel dari “The Purge” dimana penonton mendapati latar belakang dibuatnya eksperimen sosial ‘the purge’, tapi juga memposisikan aktivisme dari orang-orang berkulit hitam sebagai tulang punggungnya. Walau premisnya terlihat jelas dengan penceritaan yang tak muluk, prekuel ini berhasil menggambarkan horor yang mungkin bisa terjadi di dunia nyata. Karena ketika manusia beraksi atas respon maupun tekanan yang diterima, wajar jika agresi ringan hingga brutal – seperti pembunuhan – dapat terjadi.
Di film ini, ‘the purge’ digambarkan sebagai sebuah eksperimen, namun beralih menjadi sebuah ‘alat’ untuk membinasakan kaum marjinal oleh pemerintah. Terdengar familiar? Adapun tensi akan isu ras sangat kuat di film ini dan terasa relatable hari ini. Namun apakah “The First Purge” menunggangi situasi Amerika Serikat sejak terpilihnya Trump menjadi presiden untuk kesuksesannya? Bisa jadi. Ada banyak hal yang patut dipertimbangkan dari film ini, tapi langkah besar yang dilakukan franchise ini dengan mengajak sutradara baru – berkulit hitam – Gerard McMurray, nampaknya menjadi bumbu menarik untuk menyimak perilisan film ini pada bulan juli mendatang.