Sutradara Ari Aster Melanggar Ekspektasi Penggemar Film Horror Lewat “Hereditary”
Beberapa alasan kenapa “Hereditary” dapat masuk dalam kategori film terseram tahun ini.
Foto: A24
Setiap kemunculan film horor yang baru saja rilis, pasti akan ada sebutan bahwa film tersebut adalah film terseram sepanjang masa. Lalu ada juga berita-berita tambahan yang mendukung ‘seramnya’ sebuah film dari kasus pingsannya penonton saat film berlangsung hingga adanya penonton yang walk-out sebelum film selesai. Hal-hal seperti ini pastinya berkontribusi besar pada ekspektasi para penonton tentang bagaimana sebuah film akan terlihat. Akan tetapi, seringkali sebuah film tidak memenuhi ekspektasi karena memang pada dasarnya tidak sebagus itu.
“Hereditary” merupakan debut film sutradara Ari Aster yang masuk dalam kategori film terseram tahun ini. Film ini menceritakan kisah sebuah keluarga yang mengalami teror yang tak terhenti sesaat meninggalnya sang nenek. Mulai dari atmosfer bernuansa intens dan plot yang tidak bisa ditebak hingga deretan review yang positif, film tersebut menyajikan perspektif baru tentang film horor kontemporer. Berikut adalah alasan kenapa “Hereditary” berbeda dengan film horor lainnya, spoilers included.
Fungsi karakter Charlie di luar dugaan
Saat menonton trailer “Hereditary”, yang terlintas di pikiran para penonton adalah bahwa karakter Charlie akan memiliki peran seperti Damien di film “The Omen”. Di mana seorang anak kecil membawa bencana pada semua orang di sekitarnya akibat roh jahat yang ada di dalam anak tersebut. Di filmnya pun begitu, pada 30 menit pertama sang sutradara berhasil meyakinkan penonton bahwa Charlie merupakan karakter penting dan pokok masalah dari segala hal yang akan terjadi. Urutan adegan yang ditampilkan terasa familiar dengan film-film horor lainnya seakan ending dari film tersebut mudah ditebak. Namun pemikiran itu pun buyar ketika Charlie tiba-tiba tewas dalam kecelakaan.
Tidak terpaku pada teknik jump scare
Banyak film horor yang terkenal seram karena karakter hantunya yang ikonik. Ada Valak dari “The Conjuring 2”, Sadako dari “Ring”, hingga boneka Annabelle. Selain bentuknya yang memang menyeramkan, seringkali karakter tersebut muncul di dalam suatu adegan dengan teknik jump scare yang mengagetkan penonton. Walau begitu, banyak film horor yang kerap menggunakan teknik tersebut secara berlebihan, hingga terkesan malas dan mudah ditebak. Di “Hereditary”, walaupun terdapat beberapa jump scare yang menyeramkan, teknik tersebut tidak diberlakukan berkali-kali hingga terkesan cliche. Menurut Aster, walaupun ia sendiri kurang menyukai jump scare, ada beberapa adegan yang memperlihatkan teknik tersebut karena memang diperlukan untuk mendukung storytelling.
Slow burn yang fokus pada membangun ketegangan
Seperti film horor dari studio A24 “The Babadook”, “Hereditary” juga termasuk film yang slow paced. Jika biasanya film horor terkesan tidak sabar dalam menampilkan adegan-adegan menyeramkan, film ini justru lebih memilih untuk membangun ketegangan dengan pacing yang lambat sehingga penonton dapat lebih merasakan suasana tegang sepanjang film. Film ini lebih bergantung pada disturbing imagery dan membangun atmosfer yang kelam untuk membangkitkan rasa takut pada penonton. Selain itu, dengan pacing yang lambat, penonton dapat lebih mengenal setiap karakter yang ada di film dan membangun simpati pada apa yang akan terjadi.
Alur cerita multi-layered
Selain kejadian yang menimpa karakter Charlie, banyak adegan di film ini yang membuat penonton penasaran akan adegan kelanjutannya. Namun, Aster tidak menyajikan potongan cerita tersebut tanpa memberikan petunjuk sebagai pertanda tentang apa yang akan terjadi. Petunjuknya pun bisa dalam bentuk dialog antar karakter maupun objek yang ditemukan sepanjang film. Seperti di awal film ketika karakter Annie menceritakan riwayat penyakit kejiwaan yang menimpa seluruh keluarganya yang tidak pernah ia ceritakan pada suami dan anak-anaknya karena tidak ingin menambah tekanan tak perlu pada keluarganya sendiri. Lewat adegan ini, Aster seakan memberikan petunjuk tentang apa yang akan terjadi dengan Annie dan keluarganya dalam waktu depan.
Akting yang apik
Banyak yang menyebut performa aktris Toni Collette sebagai Annie adalah “the performance of her career”. Saat menonton “Hereditary”, terlihat bahwa setiap aktor di film tersebut benar-benar mendalami peran mereka sehingga dapat menyentuh dan menyajikan berbagai perasaan dan ekspresi yang tepat. Aktris Milly Shapiro yang berperan sebagai Charlie juga mampu menunjukkan personifikasi karakter yang dimainkan secara apik tanpa terlihat berlebih-lebihan. Hal tersebut juga didukung dengan pernyataan aktor Alex Wolff yang berperan sebagai Peter di mana ia merasa “I don’t think you can go through something like this and not have some sort of PTSD afterwards.”