Selebrasi Musisi Lokal Pada Hari Musik Nasional di The 9th Music Gallery
Wadah bagi para musisi lokal untuk bisa mengekspresikan karya-karya mereka dengan bebas.
Teks: Vestianty
Foto: Visual Design and Documentation Team The 9th Music Gallery
Musik merupakan sebuah ekspresi yang sifatnya universal dan multidimensional. Dengan berbagai genre yang ada, musik dibahasakan untuk membingkai suatu peristiwa dalam melodi-melodi indah dan menyenangkan hati. Perjalanan para musisi untuk memproses itu semua, masyarakat yang menikmati, dan proses lain-lainnya pada sebuah karya adalah bagian penting dari perkembangan musik itu sendiri yang pada akhirnya patut dirayakan. Setiap tahunnya sejak tahun 2013, tanggal 9 Maret diperingati sebagai Hari Musik Nasional dan bersamaan dengan tanggal itu pada tahun ini, The 9th Music Gallery telah kembali digelar. Dengan mengusung tema “An Undiscovered Resonance”, musisi independen lokal sebagai permata tersembunyi dengan bakat yang patut diapresiasi oleh banyak orang telah berhasil memberikan pengalaman tak terlupakan.
Berlokasi di Tennis Indoor Senayan, gelaran yang dibuat oleh BSO Band, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini telah menghadirkan beragam musisi lokal dan satu penampilan dari musisi internasional. Musisi-musisi tersebut di antaranya adalah Dara Muda, Dream Coterie, Elephant Kind, Kelompok Penerang Roket, Kurosuke, Oscar Lolang, Pamungkas, Rumahsakit, The Upstairs, The Changcuters, dan the Trees and the Wild. Untuk musisi internasionalnya sendiri yang dihadirkan adalah FUR, band asal Inggris beraliran dreamy pop yang musik-musiknya melantun dengan sentuhan melodi era 50-an dan alt-indie.
Tersedia dua panggung bagi para musisi untuk unjuk gigi menampilkan pertunjukan musik-musik mereka secara live, yaitu di Ashbury Stage (outdoor) dan Haight Stage (indoor). Di tengah-tengah transisi perpindahan antara dua panggung tersebut, dipamerkan pula beberapa artwork serta karya seni mural yang dilukis pada hari itu juga sebagai bagian dari perayaan festival musik ini yang tergabung dalam “visual art gallery”. Pengunjung pun dapat berelaksasi sejenak dengan melihat karya-karya visual tersebut sambil berpindah panggung untuk menonton pertunjukan selanjutnya.
Menariknya lagi, ada sesuatu hal mengejutkan yang telah dipersiapkan oleh tim penyelenggara. Hal ini terjadi bertepatan saat pengunjung baru saja selesai melihat penampilan dari Kurosuke. Ada sosok berkostum keseluruhannya putih yang memakai topeng dan hiasan kepala yang menari-nari di tengah keramaian. Ini merupakan pertunjukan visual dari kelompok bernama Orcyworld yang memadukan tarian kontemporer dengan instalasi digital. Suatu ruangan dipenuhi oleh kain-kain putih yang digambari oleh beraneka ragam simbol unik, lampu temaram, proyeksi visual abstrak disorot pada kain berjaring, dengungan suara latar musik dengan kalimat-kalimat semacam mantra yang diucapkan, hingga bau dupa menyengat menemani penampilan kelompok tersebut.
Secara keseluruhan, festival ini telah berhasil menjadi wadah bagi para musisi lokal untuk bisa mengekspresikan karya-karya mereka dengan bebas dengan segala ciri khas dan kreativitas mereka masing-masing. Dibalut dengan acara seni lainnya, seperti pameran artwork dan mural, serta pertunjukan tarian, bukan tidak mungkin jika gelaran ini akan merambah seni pertunjukan lainnya dengan tetap mengedepankan musik sebagai penafsiran utamanya. Tidak hanya mengedepankan musik sebagai panggung utamanya, namun kesenian lain dapat turut melengkapi sebagai bagian dalam perayaan musik di festival The 9th Music Gallery.