Saat Norak dan Keren Bersatu di Musik Kita Hari Ini
Membahas fenomena musik terkini yang mengaburkan batas keren dan norak bersama Pemuda Sinarmas, Feel Koplo hingga Wok the Rock.
Words by Whiteboard Journal
Teks: Wintang Warastri & Stefano William A.
Jika sebelumnya musik lokal Indonesia mulai dari dangdut, koplo dan sejenisnya masuk dalam daftar guilty pleasure banyak orang, saat ini banyak bermunculan garapan musik yang menggabungkan antara elemen-elemen suara kerakyatan tersebut dengan genre lebih populer seperti elektronik dan dance. Kini, anak-anak tak malu bernyanyi dengan musik yang dulu dibilang norak, beberapa yang lain bangga berjoget di antara alunan musik yang dulu dihindari. Di luar sana, Boiler Room ikut mengamini dengan merekam penampilan unit yang mengangkat musik tradisional, Gabber Modus Operandi di salah satu programnya. Kami berbincang dengan beberapa dari pelaku fenomena ini untuk menggali perspektif mereka lebih lanjut.
Wok The Rock
YESNOWAVE
Bagaimana Anda mendefinisikan tren musik lokal hari ini?
Tren yang mana ya. Di tiap skena dan jenis musik selalu punya tren-nya masing-masing. Saya atau Yes No Wave sih tidak terlalu peduli dengan tren yang sedang digemari.
Bagaimana Anda melihat perkembangan musik lokal alternatif akhir-akhir ini yang berani menantang konstruksi musik pada umumnya, seperti adanya Feel Koplo atau Gabber Modus Operandi?
Apa yang dilakukan mereka bukan hal yang baru sih. Mereka hanya meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh band/musisi/produser sebelumnya – ingat kita punya Soneta, Oslan Husein, Sapto Raharjo, Igor Tamerlan, Semakbelukar, Senyawa, TerbujurKaku, Marjinal, Jogja Hip Hop Foundation, dll. Yang terjadi sekarang sebenarnya adalah adanya perhatian dari media dan promotor yang mulai tertarik sama gaya mereka aja. Dari dulu media dan event-organizer atau promotor memang selalu telat dan gumunan dalam menanggapi fenomena kebaruan atau yang terjadi di luar radarnya.
Keberadaan tren musik Indonesia dengan sound lokal yang ‘dikerenkan’ ini menjadi fenomena menarik di dunia musik Indonesia maupun dunia. Menurut Anda apa daya tarik yang ditawarkan dari tren musik ini?
Saat ini, pengembangan musik tradisi ke bentuk-bentuk musik urban di ranah kelas menengah memang lagi gencar. Hal ini tentunya merupakan bagian dari apropriasi budaya dari grassroot ke kelas menengah. Adanya kesadaran untuk menciptakan kebaruan karakter bunyi dan personifikasinya dari hal-hal yang dekat di sekitar kita. Di situ ada daya upaya untuk membongkar dominasi pengaruh budaya Barat yang sudah sangat menubuh terutama di komunitas indie atau underground.
Mungkin salah satu hal yang mendorong praktik ini terlihat ‘nampak’ adalah adanya kebuntuan estetika di poros Amerika-Eropa saat ini yang masih sangat white-male-centric. Media, promotor dan label dari kawasan tersebut merasa apa yang mereka miliki saat ini hanya bergerak di ranah mereka sendiri aja. Mereka sama sekali tidak tahu apa yang terjadi di luar. Anehnya, kita juga selama ini justru selalu mengandalkan produk-produk budaya mereka untuk menjadi yang terdepan atau terbaru. Lupa jika apa yang kita miliki punya nilai kebaruan yang setara. Dalam kondisi tersebut, musisi-musisi akar rumput macam NDX, Ska 86, Herman Penceng punya karakter yang kuat dalam karyanya. Musisi-musisi indie/underground yang lebih melek soal kemajuan peradaban malah meniru musik-musik di Barat.
Menurut Anda, seberapa besar pengaruh tren ini dalam dinamika musik di Indonesia?
Jika semua musik di Indonesia memiliki karakter lokal yang kuat (tidak mesti menggabungkan kesenian tradisional, lho) dan mampu menciptakan karakter atau komposisi yang benar-benar baru, saya yakin dinamika musik Indonesia akan sangat beragam dan bisa-bisa jadi poros dunia.
Di sisi lain, lagu-lagu seperti ini cenderung segmented. Menurut Anda apa yang membuat musik seperti ini jarang masuk ke arus utama?
Arus utama sudah mulai hancur. Yang diperlukan adalah bermacam-macam hub yang menautkan apa yang muncul dalam ruang-ruang kecil yang dinamis tersebut.
Menurut Anda, akan sejauh mana tren ini akan bertahan dan memancing munculnya aransemen unik yang bisa mewakili Indonesia di kancah musik dunia?
Lupakan apa yang Anda sebut dunia itu. Kita ini adalah dunia.
Bagaimana Anda mendefinisikan tren musik lokal hari ini?
Menarik, wacananya makin besar tapi bahasanya makin personal. Banyak bibit baru dari luar arus utama yang akhirnya membuat sesuatu yang unik dengan racikan khas tanpa harus selaras dengan pasar nasional a.k.a wacana ibukota. Hip hop lafal keras dari Indonesia Timur (cek G Pvblic – Kazekage), album “Theory of Discoustic Sulawesi” yang terasa seperti surat sahabat yang tak pernah berkenalan, bedah ketukan dan singkup sakral ala DIVISI62 atau manifesto epos budaya ala Rajakirik dan PotroJoyo, juga musik ambisius setelah GSP via Zoo di album barunya Kawaghaka. Ditambah sederet nama seperti Sattle, Sarana, Penceng oleh Herman Barus, Rave Palembang, Senyawa, Setabuhan, Morgue Vanguard x Doyz, Kembalinya Ata Ratu dan generasi Gamelan Bali baru ala Balot & Janu via Insitu Recording. Sangat menarik dan terlalu banyak untuk disebutkan. Eh kita ngomongin Indonesia kan ya?
Bagaimana Anda melihat perkembangan musik lokal alternatif akhir-akhir ini yang berani menantang konstruksi musik pada umumnya, seperti adanya Feel Koplo atau Gabber Modus Operandi?
Permasalahan sebenarnya ada di wacana “konstruksi musik pada umumnya”. Ketika kata ‘umumnya’ seolah mewakili umum besarnya Indonesia. Klaim yang membosankan. Saya sendiri tidak pernah punya niat buat menantang selain menselebrasi yang ada di sekitar. Orang suka ya amin, ndak suka ya sudah. Simple.
Keberadaan tren musik Indonesia dengan sound lokal yang ‘dikerenkan’ ini menjadi fenomena menarik di dunia musik Indonesia maupun dunia. Menurut Anda apa daya tarik yang ditawarkan dari tren musik ini?
Dikerenkan? Begini. “Akira” (anime) itu keren kan? Di salah satu epos terbaik anime kontemporer, 30 Tahun yang lalu komposer Geinoh Yamashirogumi menasbihkan Gamelan Jegog dari Negare menjadi soundtrack adegan terbaiknya. Apa ini soal keren atau tidak? Berfungsi! Tidak ada bunyi paling kontras untuk mewakili Perang “Manusia” di Future Dystopia “Akira” selain bunyi komunal riuh akustik gamelan bambu unik ini, ironi primal. Kembali lagi, bunyi spesifik ini punya fungsi lewat konteks yang jelas. Jadi masalahnya soal konteks.
Karena jebakan dangkal keren atau tidak itu juga bakal terus berputar sampai kiamat, frame yang bikin (misalnya) Joget dan musik Ebeg Banyumasan itu katrok dan kampungan sampai Diplo datang dan nyomot, lalu khalayak berbondong memuja “Wah budaya gua, nih”. Fokusnya di Diplo kan? Bukan Ebeg. Nah ini. Juggling identitas politik yang bodoh. Sebodoh kita murka soal Lancang Kuning Zapin dibawakan di Malaysia (yang sebenarnya serumpun) tapi senang kalau diremix Daft Punk (misalnya) (tertawa). Drama budak koloni.
Menurut Anda, seberapa besar pengaruh tren ini dalam dinamika musik di Indonesia?
Besar! Tapi saya tidak melihatnya sekerdil kata tren. Ini soal bahasa keseharian, asupan keseharian sampai bunyi tradisi sekitar. Mungkin sudah waktunya memberi ruang lebih ke identitas lokal masing-masing daerah, bukan soal tradisi murni atau sakralisasinya tapi versi 2.0 dari akulturasinya. Remaja enerjik metal yang mendengarkan Slayer tapi juga main Gamelan atau penari gay tradisional yang mendengarkan Frank Ocean pasti punya sesuatu tawaran lebih dibanding purist konservatif yang membosankan. Hei ini 2019, move on lah.
Di sisi lain, lagu-lagu seperti ini cenderung segmented. Menurut Anda apa yang membuat musik seperti ini jarang masuk ke arus utama?
Wah, justru karena segmented itulah yang menarik. Tidak semua orang bertarget ngetop atau ngepop, lagian konteks segmented itu sendiri bias, terima kasih internet! Yang membuat direct contact antara pembuat dan penikmat karya tanpa filter usang soal pasar dan komunikasi purba.
Persetan sih sama publik luas, bikin yel-yel kampanye atau jingle iklan saja kalo targetnya publik luas. 250 juta lebih orang di Indonesia? Karya kami bisa dinikmati 0.005% populasi sudah cukup kok (tertawa).
Menurut Anda, akan sejauh mana tren ini akan bertahan dan memancing munculnya aransemen unik yang bisa mewakili Indonesia di kancah musik dunia?
Sejauh ini tidak menjadi sekadar tren belaka melainkan paket kesadaran selebrasi identitas itu sendiri. Seperti nasi, tempe dan sambal buat saya pribadi. Saya rasa kancah musik dunia tidak akan peduli kamu bisa masak pasta enak atau tidak, karena sudah mentok di sananya. Mungkin pasta di kasih sambal, sambal terasi. Mungkin memang soal sambalnya. Selama masih ada keinginan untuk buat sambal yang paling pedas, yang paling bau, yang paling absurd buat disuguhkan di wacana rasa dunia, aransemen unik akan tumbuh subur menjamur dan makmur. Gemah ripah loh jinawi bunyi 2.0. Yeay!
M. Fajrintio
PEMUDA SINARMAS
Bagaimana Anda mendefinisikan tren musik lokal hari ini?
Menurut saya, tren musik lokal tahun ini sangat beragam sekali. Bahkan genre-genre yang bisa dibilang oldskool bermunculan lagi di belantika musik Tanah Air. Musisi-musisi eksplorasinya juga gokil-gokil sih tahun ini, ditambah lagi kolaborasi-kolaborasi di antara mereka yang super duper keren. Sangat seru pokoknya tahun ini.
Bagaimana Anda melihat perkembangan musik lokal alternatif akhir-akhir ini yang berani menantang konstruksi musik pada umumnya, seperti adanya Feel Koplo atau Gabber Modus Operandi?
Bagus banget itu – menjadikan musik lokal tambah beragam dan lebih berani untuk mengenalkan dangdut, funkot, koplo ke era sekarang ini.
Keberadaan tren musik Indonesia dengan sound lokal yang ‘dikerenkan’ ini menjadi fenomena menarik di dunia musik Indonesia maupun dunia. Menurut Anda apa daya tarik yang ditawarkan dari tren musik ini?
Daya tarik dari tren musik ini tuh, dari aransemen musik yang dibuat ulang lagi dari aransemen musik-musik yang nge-pop diubah menjadi koplo, funkot, dangdut dan itu jadi “twist” tersendiri bagi orang-orang yang dengar.
Menurut Anda, seberapa besar pengaruh tren ini dalam dinamika musik di Indonesia?
Pengaruhnya cukup besar, karena koplo, funkot, dan dangdut sendiri adalah musik asli Indonesia. Bahkan sekarang juga beberapa musisi mengeksplorasi musik mereka dengan memasukan unsur-unsur dangdut, koplo dll.
Di sisi lain, lagu-lagu seperti ini cenderung segmented. Menurut Anda apa yang membuat musik seperti ini jarang masuk ke arus utama?
Karena masih ada beberapa orang yang berasumsi musik koplo, dangdut, funkot, breakbeat koplo itu adalah musik yang norak, kampungan, musik kalangan bawah dan lain-lain. Padahal musik itu adalah musik asli Indonesia. Bohong sekali kalau mereka tidak bergoyang kalau dengar musik dangdut, koplo, funkot, dan sebagainya.
Menurut Anda, sejauh mana tren ini akan bertahan dan memancing munculnya aransemen unik yang bisa mewakili Indonesia di kancah musik dunia?
Menurut saya tren ini akan selalu bertahan karena genre-genre seperti koplo, funkot, dangdut itu musik asli Indonesia. dan selama regenerasinya terus ada, tren ini akan selalu bertahan sih.
Bagaimana Anda mendefinisikan tren musik lokal hari ini?
Kalau menurut saya, sekarang ini musik lokal sedang liar-liarnya sih. Banyak banget yang menggebrak dengan memunculkan keunikannya masing-masing.
Bagaimana Anda melihat perkembangan musik lokal alternatif akhir-akhir ini yang berani menantang konstruksi musik pada umumnya, seperti adanya Feel Koplo atau Gabber Modus Operandi?
Adanya mereka itu saat ini kayak virus sih, mewabah! Apalagi cara nge-branding identitas mereka juga out of box. Saya pribadi suka sekali dengan GMO! Adanya mereka ini seperti membuka pintu sebebas-bebasnya untuk berekspresi tanpa takut tidak ada yang mendengar, berani tampil beda dan sangat all out. Dan buktinya, musik-musik mereka cukup banyak yang mengapresiasi, lebih segar saja.
Keberadaan tren musik Indonesia dengan sound lokal yang ‘dikerenkan’ ini menjadi fenomena menarik di dunia musik Indonesia maupun dunia. Menurut Anda, apa daya tarik yang ditawarkan dari tren musik ini?
Keunikan, ciri khas dan lebih eksploratif. Hal-hal baru ini, apalagi yang mengangkat unsur lokal seperti ini yang membuat orang-orang menjadi penasaran dan kemudian akhirnya menjadi suka dengan hal-hal yang mereka usung.
Menurut Anda, seberapa besar pengaruh tren ini dalam dinamika musik di Indonesia?
Mungkin tidak terlalu besar dibandingkan dengan dominasi musik arus utama saat ini. Tapi setidaknya, ada upaya untuk membuat jenis musik ini mendapatkan pendengar dan penikmatnya tersendiri.
Pada akhirnya, lagu-lagu unik ini bersifat segmented dan sulit dinikmati publik luas. Menurut Anda, apa yang membuat musik seperti ini jarang masuk ke arus utama?
Mungkin bagi sebagian orang, jenis musik ini dibilang aneh atau tidak enak didengar, kurang lebih sama dengan pelaku musik underground atau eksperimental. Tapi kembali lagi ke selera masing-masing orang, sampai di mana mereka mau mengeksplorasi telinga mereka dengan musik-musik yang kurang awam di telinga.
Menurut Anda, sejauh mana tren ini akan bertahan dan memancing munculnya aransemen unik yang bisa mewakili Indonesia di kancah musik dunia?
Menurut saya, tren ini akan semakin berkembang di masa depan, apalagi saat ini Indonesia sedang panas-panasnya dan menjadi banyak sorotan dengan adanya beberapa nama yang berkesempatan untuk menjajal panggung di beberapa festival. Selama mereka bisa konsisten dengan apa yang mereka bawa dan bisa memberikan inovasi, selama itu juga mereka akan membara dengan musik mereka.
Maulfi Ikhsan & Tendi Ahmad
FEEL KOPLO
Bagaimana Anda mendefinisikan tren musik lokal hari ini?
Zaman sekarang menurut kami sudah tidak ada lagi indie-mainstream, sudah tidak ada lagi lokal-interlokal. ini semua berkat SLJJ, fiber optik, dan Mas Zuckerberg.
Bagaimana Anda melihat perkembangan musik lokal alternatif akhir-akhir ini yang berani menantang konstruksi musik pada umumnya, seperti adanya Feel Koplo atau Gabber Modus Operandi?
Sebenarnya kami tidak menentang konstruksi musik pada umumnya, sebaliknya kami merayakan.
Keberadaan tren musik Indonesia dengan sound lokal yang ‘dikerenkan’ ini menjadi fenomena menarik di dunia musik Indonesia maupun dunia. Menurut Anda apa daya tarik yang ditawarkan dari tren musik ini?
Sebenernya sound dangdut sudah sangat familiar dengan orang Indonesia, kami membawa dangdut menjadi relevan dengan cara merekayasa lagu yang didengarkan atau secara kolektif diingat oleh pendengar musik jaman sekarang, yang merasa telinganya paling keren.
Menurut Anda, seberapa besar pengaruh tren ini dalam dinamika musik di Indonesia?
Ya lumayan mengacak-acak linimasa dan membuat algoritma rekomendasi platform-platform zaman sekarang untuk terus menampilkan konten kami di layar telepon genggam banyak orang.
Di sisi lain, lagu-lagu seperti ini cenderung segmented. Menurut Anda apa yang membuat musik seperti ini jarang masuk ke arus utama?
Kayaknya tidak deh, malah kami merasa mempreteli segmen-segmen yang ada ke dalam satu kolam.
Menurut Anda, sejauh mana tren ini akan bertahan dan memancing munculnya aransemen unik yang bisa mewakili Indonesia di kancah musik dunia?
Selama pelatih kami masih menerapkan formasi 5-3-2 kami tetap akan bertahan.
Ican Harem
GABBER MODUS OPERANDI
Bagaimana Anda mendefinisikan tren musik lokal hari ini?
Hal-hal yang kami hindari sebagai santri di pondok pesantren adalah, mengikuti mode tren yang selalu tampil tanpa ada habisnya. Dan barangsiapa yang mengikuti tren pasti adalah orang orang yang merugi, karena tren musik lokal akan sangat mudah untuk diikuti dan juga ditinggalkan. Persis seperti kelakuan ninjamu saat bayar bill di restoran waktu nongkrong sama reunian.
Bagaimana Anda melihat perkembangan musik lokal alternatif akhir-akhir ini yang berani menantang konstruksi musik pada umumnya, seperti adanya Feel Koplo atau Gabber Modus Operandi?
Apabila berbicara tentang perkembangan, malah tidak berkembang. Malah mundur, wong sample-nya koplo sama gabber. Itu kan mundur, tidak ngembang.
Keberadaan tren musik Indonesia dengan sound lokal yang ‘dikerenkan’ ini menjadi fenomena menarik di dunia musik Indonesia maupun dunia. Menurut Anda apa daya tarik yang ditawarkan dari tren musik ini?
Keren dari perspektif seperti apa? Apalagi kata kata ‘dikerenkan’ kan memaksakan sekali, seakan-akan apa yang dilakukan sebelumnya tidak keren. Daya tarik bukan jadi tujuan utama, utamakan keterbukaan kita, dalam berbagi hal apapun. Termasuk ‘ketidak-kerenan’ itu sendiri.
Menurut Anda, seberapa besar pengaruh tren ini dalam dinamika musik di Indonesia?
Lagi lagi pertanyaan nyangkut tentang tren, tidak akan ada juntrungnya. Tapi bagaimana distribusi media dan musik itu sendiri, masak Jaksel lagi Jaksel lagi. Potatohead lagi Potatohead lagi. Jancuk, capek!
Di sisi lain, lagu-lagu seperti ini cenderung segmented. Menurut Anda apa yang membuat musik seperti ini jarang masuk ke arus utama?
Arus bisa bikin sendiri, mau arus gorong-gorong dengan sedikit cahaya, atau arus rooftop dengan tingkat bright colour outstanding prima. Sesuai kebutuhan. Manusia berusaha, wi-fi menentukan.
Menurut Anda, akan sejauh mana tren ini akan bertahan dan memancing munculnya aransemen unik yang bisa mewakili Indonesia di kancah musik dunia?
Tren semudah kita membaca dan memahami, “Habis pakai harap disiram”.
Bagaimana Anda mendefinisikan tren musik lokal hari ini?
Kalau yang dimaksud dengan tren musik lokal di sini adalah ranah musik elektronik kontemporer, saya rasa audience yang aware dengan pertumbuhan musik lokal yang diverse dalam konteks format dan gaya mulai bertambah. Tapi mungkin di sini yang saya lihat, cycle dari suatu tren untuk timbul ke permukaan dan kemudian tenggelam lagi cukup cepat. Ada plus dan minus nya. Plus-nya bagus untuk iklim scene & infrastrukturnya. Minus-nya mungkin sebuah tren yang tanpa akar akan susah menjadi matang.
Bagaimana Anda melihat perkembangan musik lokal alternatif akhir-akhir ini yang berani menantang konstruksi musik pada umumnya, seperti adanya Feel Koplo atau Gabber Modus Operandi?
Kedua contoh tersebut merupakan entitas musik yang berkembang karena beberapa unsur lama yang dibawa dengan konteks baru. Koplo Remix dari lagu-lagu pop bukanlah hal baru dan sudah merakyat sejak dulu, mungkin sekarang sedang banyak ruang-ruang karaoke massal sebagai bentuk apresiasinya. Sedangkan kalau musik bergaya Gabber Jathilan dengan MC yang suka tari saman di atas DJ booth, cuma bisa keluar dari otak Kas & Ican sih.
Keberadaan tren musik Indonesia dengan sound lokal yang ‘dikerenkan’ ini menjadi fenomena menarik di dunia musik Indonesia maupun dunia. Menurut Anda apa daya tarik yang ditawarkan dari tren musik ini?
Bagi saya exploration & development yang dibawa sebuah tren jadi daya tarik utama. Kalau yang dimaksud dengan ‘dikerenkan’ adalah mengambil elemen estetika lokal yang distinct dan kemudian membuatnya menjadi relevan, saya rasa masih banyak juga contoh lainnya. Disebut menjadi fenomena mungkin karena banyaknya exposure dari media juga.
Menurut Anda, seberapa besar pengaruh tren ini dalam dinamika musik di Indonesia?
Pengaruh pasti ada, untuk besar kecilnya saya tidak punya tolak ukurnya. Yang perlu ditekankan mungkin adalah rekonstruksi dan dekonstruksi ide-ide lokal tadi lah yang menurut saya akan membuat dinamika yang dipertanyakan lebih menarik.
Di sisi lain, lagu-lagu seperti ini cenderung segmented. Menurut Anda apa yang membuat musik seperti ini jarang masuk ke arus utama?
Karena sifat majority audience di sini cenderung masih hanya menginginkan sound-sound yang menurut mereka familiar saja. Bentuk presentasi musik yang bersifat segmented ini juga penting, dan yang saya temui biasanya ini menjadi salah satu faktor utama.
Menurut Anda, akan sejauh mana tren ini akan bertahan dan memancing munculnya aransemen unik yang bisa mewakili Indonesia di kancah musik dunia?
Pemikiran di balik ‘mewakili Indonesia di kancah dunia’ itu kurang cocok rasanya ada di sini. Kalau yang dimaksud adalah sudahkah karya-karya ini merepresentasikan Indonesia secara utuh di mata global, hal tersebut akan sulit terjadi. Karena saya rasa identitas musik elektronik kontemporer Indonesia juga tidak dan belum definitif seperti apa bentuknya, jadi tren saja tidak cukup untuk mewujudkan itu.
Dea Barandana
STUDIO EKSOTIKA
Bagaimana Anda mendefinisikan tren musik lokal hari ini?
Jujur saya tidak terlalu mengikuti, cuma sepertinya sudah mulai berkembang. Kalau lihat karya teman-teman yang kemarin perform di Raung Raya kayaknya sudah lebih adventurous dana bebas bereksperimen.
Bagaimana Anda melihat perkembangan musik lokal alternatif akhir-akhir ini yang berani menantang konstruksi musik pada umumnya, seperti adanya Feel Koplo atau Gabber Modus Operandi?
Menurut saya ya berani mengangkat musik yang less sophisticated dengan estetika mereka yang bisa membuat musik itu jadi eksotis dan memiliki banyak penggemar, yang menurut saya tidak gampang untuk dilakukan.
Keberadaan tren musik Indonesia dengan sound lokal yang ‘dikerenkan’ ini menjadi fenomena menarik di dunia musik Indonesia maupun dunia. Menurut Anda apa daya tarik yang ditawarkan dari tren musik ini?
Mungkin sesuatu yang baru juga jadinya masih fresh.
Menurut Anda, seberapa besar pengaruh tren ini dalam dinamika musik di Indonesia?
Pengaruhnya pasti ada, orang kita kan latah, kalau ada yang mulai pasti nanti banyak yang mengikuti. Cuma namanya tren itu kan come and go.
Di sisi lain, lagu-lagu seperti ini cenderung segmented. Menurut Anda apa yang membuat musik seperti ini jarang masuk ke arus utama?
Popular music di zaman modern identik dengan brainwash marketing jadi di radio, di shopping mall atau di mana-mana dipasang biar sound-nya nyangkut dan akhirnya jadi suka. Nah, scene music ini bisa dibilang termasuk underground, jadi platform mereka untuk ke mainstream audience itu tidak ada dan mereka tidak secara intentional juga untuk jadi mainstream.
Menurut Anda, akan sejauh mana tren ini akan bertahan dan memancing munculnya aransemen unik yang bisa mewakili Indonesia di kancah musik dunia?
Wah saya tidak bisa prediksi akan sejauh apa, kan tadi saya bilang namanya tren itu come and go.