Irama Nusantara Rayakan Satu Dekade Pengarsipan Digital Musik Populer dalam Acara Rangkaian Irama
Perayaan satu dekade Irama Nusantara dimeriahkan dengan diskusi terkait industri musik, pameran arsip musik populer Indonesia era lampau, konferensi arsiparis budaya populer, dan tentunya festival musik.
Teks: Arif Ibrahim
Foto: Irama Nusantara
Perayaan satu dekade Irama Nusantara, Rangkaian Irama, telah selesai digelar pada minggu pekan lalu (15/10), di Museum Kebangkitan Nasional. Irama Nusantara adalah yayasan nirlaba yang fokus pada pengarsipan digital musik populer Indonesia. Berdiri sejak tahun 2013, yayasan ini telah mengarsipkan sekitar 70.000 lagu. Rilisan yang diarsipkan berasal dari dekade 1920-an hingga 2000-an, serta berbagai media massa dan pustaka terkait industri musik populer Indonesia.
Dari sederet acara yang diadakan Rangkaian Irama, diskusi musik menjadi acara yang paling awal digelar, karena telah diadakan selama satu bulan. Serangkaian diskusi dengan tajuk “Bisik-Bisik Musik” tersebut diisi oleh sejumlah figur penting dalam industri musik saat ini, seperti Oi Swara Gembira, Aprilia Apsari, Rizky Aulia Ucup, dan masih banyak lagi. Selain diskusi, Rangkaian Irama yang didukung oleh Kemendikbudristek ini juga dimeriahkan dengan pameran arsip musik populer Indonesia era lampau, konferensi arsiparis budaya populer, dan tentunya festival musik.
Konsep besar dari Rangkaian Irama adalah memperkenalkan kembali akar musik populer di Indonesia dalam bentuk sajian yang relevan dengan konteks kesenian hari ini. Dalam diskusi penutup Rangkaian Irama, Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, mengapresiasi kerja pengarsipan Irama Nusantara selama sepuluh tahun. Dalam Bisik-Bisik Musik yang bertajuk “Membentuk Wacana Kesejarahan Budaya Populer di Indonesia”, Hilmar mengingatkan bahwa tantangan dalam pengarsipan tidak berhenti sampai pengumpulan materi arsip, namun membangun sistem pengarsipan yang berkelanjutan.
Bisik-Bisik Musik terdiri dari sembilan diskusi terkait industri musik populer. Diskusi tersebut di antaranya, “Merekam Kota Lewat Musik”, “Menjaga Arsip Lokananta di Masa Lalu, Kini dan Akan Datang”, “Mengakses Ingatan Musikal Lewat Arsip Visual”, dan “Festival Musik dan Penghadiran Kembali Musik Lawas Indonesia.”
Festival musik Irama Berdendang dalam penutupan Rangkaian Irama: Satu Dekade Irama Nusantara dimeriahkan oleh White Shoes & The Couples Company (WSATCC) yang didaulat sebagai penampil pamungkas. WSATCC membawakan lagu lawas “Aksi Kucing” ciptaan Oey Yok Siang yang populer pada era ‘50-an. WSATCC juga membawakan lagu-lagu daerah, antara lain “Lembe Lembe”, “Tjangkurileung”, dan “Tam Tam Buku.”
Selain WSATCC, Irama Berdendang juga menampilkan The Panturas, Endah N Rhesa, Bangkutaman, Nonaria, Louis Monique – Gallaby – Gusty Pratama, Batavia Collective berkolaborasi dengan Fariz RM, dan Mondo Gascaro. Seluruh penampil membawakan karya-karya musisi Indonesia dari masa lalu dengan pendekatan kreatif hari ini.
“Kami bukan sekadar membawakan lagu musisi lampau, tetapi inilah musik Indonesia. Karena ini roots kita, dari musik populer maupun umum. Kita enggak akan bisa ke mana-mana kalau kita enggak tahu roots-nya. Apa yang dilakukan Irama Nusantara selama sepuluh tahun ini sangat bernilai,” kata Mondo.