Teks: Wintang Warastri
Foto: Goethe Institut

Gelaran Alur Bunyi bulan depan akan kembali dengan edisi kedua. Seperti edisi perdananya, persembahan tahunan Goethe Institut ini masih berada dibawah Harsya Wahono sebagai kurator, juga masih mengangkat tema besarnya yaitu eksperimentasi dengan hibriditas. Jika di bulan Mei Alur Bunyi menampilkan Julian Abraham Togar dan Nissal Nurafryansah, edisi di bulan Juli ini akan membawa grup musik situasional asal Bandung, GURU.

GURU yang terdiri dari Mira Rizki, Bayu Pratama, Fahma Rosmansyah dan Gazza Ryandika hadir menerjemahkan tema hibriditas dengan kebisingan jaringan media sosial dan vokalisasi media cetak. Kedua sumber suara tersebut menjadi asal dari penataan ataupun kekacauan bunyi yang akan dihasilkan. Sementara itu, eksperimentasi akan dilakukan lewat praktek semi-chance operation yang diterapkan dalam metode komposisi. Benturan tonal dan atonal adalah titik keberangkatan GURU dalam mengeksplorasi lapisan narasi satir untuk menanggapi keadaan aktual.

Seperti nama grup mereka, Mira, Bayu, Fahma, dan Gazza memiliki profesi sehari-hari sebagai guru dalam berbagai bidang dan tingkat pengajaran. Di samping itu, Mira, Bayu dan Fahma juga menggeluti dunia seni visual lewat ekspresi dan metode masing-masing. Mira mengerjakan ilustrasi dan karya tiga dimensi kontemporer, sementara Bayu pernah beberapa kali berpameran grup dan membawa karyanya sebagai seniman printmaking, juga Fahma yang menangani seni karakter permainan digital tiga dimensi. GURU merupakan bentuk grup musik situasional bentukan mereka yang lahir dari macam-macam peluang dan ketidakpastian setiap kali mereka bertemu, tersalurkan dalam karya-karya eksploratifnya.

“Alur Bunyi” edisi kedua dapat ditonton di Goethe Institut pada Rabu, 31 Juli 2019 mulai dari 20.00 WIB.