Cerita Muram dan Gelisah Kehidupan Kota dalam Album Debut Pelteras “Peranjakan”
Penantian panjang unit post-punk asal Jakarta, Pelteras, akhirnya terbayar dengan rilisnya “Peranjakan”.
Teks: Ahmad Haetami
Foto: Juan Akbar
Band post-punk asal Jakarta, Pelteras, yang telah aktif di skena musik tanah air sejak akhir 2016 lewat single perdana “Meranggas”, akhirnya merilis album panjang debut “Peranjakan” baru-baru ini pada Jumat, 13 Oktober 2023. Band beranggotakan Techa Aurellia (vokal), Adam Pribadi (gitar), Adam Bagaskara (bass), dan Achmad Raditya (drum), memilih menggunakan cover album potret ciptaan Juan Akbar yang menampilkan seorang anak muda bertelanjang dada memakai kalung liontin sigil. Cover hitam putih tersebut merepresentasikan cerita album yang berfokus pada jalinan problem diri sendiri dengan kota sebagai arena pertarungannya.
Pelteras menyuguhkan 12 lagu dalam album debutnya. Keseluruhan lagu konsisten berlirik bahasa Indonesia yang ditulis oleh sang personel band, Adam Bagaskara. Beberapa lagu dalam album tersebut sebenarnya telah lebih dulu dirilis dalam bentuk single, seperti “Meranggas”, serta “Diadem”, “Sarang/Kubangan”, “Palang”, yang rilis pada Februari 2023. Selain itu, “Floren” yang juga masuk dalam track album, dirilis pada awal Juli.
“Dengar derap jari para peringkik/ Yang berpacu dan mendengus payah/ Lihat gedung menjulang lelah/ Mesin bergemuruh resah,” merupakan sepenggal lirik “Meranggas” yang mencoba melukiskan betapa keresahan kehidupan seseorang bertahan di tengah kota. Pendengar bisa merasakan kegelisahan semacam ini di hampir seluruh lagu yang tersaji dalam album. Dalam beberapa wawancara, Adam Bagaskara mengatakan, kesan muram dan gelap sepanjang album ini turut dilatarbelakangi oleh pembangunan masif yang berlangsung cepat di Jakarta, salah satunya pembangunan MRT dan LRT. Menurutnya, pembangunan infrastruktur tersebut sering diikuti dengan unsur celaka, seperti menjadi mandek, atau bahkan berakhir menjadi masalah baru.
Lirik-lirik Adam Bagaskara dilengkapi dengan alunan musik bernapaskan post-punk yang kental terdengar sejak track lagu pertama ini diputar, “Peranjakan I”. Namun, Pelteras juga mencoba untuk bervariasi dengan menggabungkan rock hingga new wave pada lagu-lagunya. Pendengar bisa menjumpai lagu-lagu di album tersebut memiliki tempo yang bervariasi tetapi tetap berada dalam lingkup sama. Keragaman dinamika lagu-lagu Pelteras yang kadang berjalan lempeng dan penuh aksi, juga bisa dinikmati oleh pendengar.
Track menarik dalam album ini bisa pendengar simak dalam “Diadem”, urutan ketiga dalam album kuartet post-punk yang menjadi pengingat diri untuk tidak selalu berpaling ke tawaran informasi yang justru malah mendistraksi perhatian yang seharusnya lebih penting untuk menjadi perhatian. Cerita-cerita semacam itu turut hadir melengkapi beragam jenis kegelisahan yang bisa orang lain rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keresahan akan perkembangan teknologi seperti artificial intelligence, juga turut digaungkan oleh Pelteras.
Lirik-lirik Adam Bagaskara juga diperkuat dengan vokal yang diisi oleh Techa Aurellia. Pendengar bisa langsung mudah meresapi bait-bait keresahan tersebut berkat vokal Techa yang terdengar magis dan di beberapa kesempatan terdengar mencekam.
Bunyi-bunyi Pelteras yang muram sekaligus cadas ini bisa didengarkan pada platform musik digital.