Album Review: Snail Mail – Valentine
Sebuah ulasan mengenai album Snail Mail “Valentine” yang ditulis oleh salah seorang anggota WBJ Discord server kami.
Words by Whiteboard Journal
Teks: Nadzifa Hidayati
Photo: Youtube/Snail Mail
Berdebar rasanya ketika September tahun 2021 lalu, Matador Records mengumumkan rilisnya album kedua Snail Mail berjudul Valentine di bulan November. Karena jarak waktu rilisan Snail Mail dari album pertama yang cukup jauh di tahun 2018, kemunculan album baru ini sangat saya nantikan. Dengan judul-nya, Valentine, sebagian dari kita mungkin akan berpikir klise, kenapa dirilis bulan November, ya? Gak sekalian aja dirilis bulan Februari ketika sedang Valentine biar pas? Namun tahun 2021 jadi cukup berwarna bagi saya, karena banyak musisi dan band kesukaan yang perlahan mulai merilis single dan album, salah satunya, Snail Mail.
Tema album Valentine tidak jauh dari album debut Snail Mail, Lush, yang dirilis ketika usianya masih 18 tahun. Keduanya bercerita soal moving on, merelakan perpisahan dengan orang yang mungkin pernah disayangi. Meskipun kedua album ini memiliki tema yang sama, secara musik dan lirik Lindsey Jordan jauh berkembang dari album pertama. Salah satu hal yang cukup saya perhatikan adalah dari segi komposisi musik, meskipun ya saya sejujurnya gak ngerti-ngerti banget soal teori musik. Kalau dibandingkan dengan album sebelumnya, Lushcukup ‘bawel’ dengan bunyi gitar. Di album Valentine, ada beberapa track sepertiValentine, Ben Franklin, Madonna, dan Automate yang memberikan kesempatan pada Lindsey untuk rehat sejenak tanpa menyentuh gitar.
Hal lain yang cukup menarik perhatian adalah karakter vokal Lindsey Jordan yang sangat berubah dibanding rilisan Snail Mail sebelumnya. Entah karena terlalu banyak mengonsumsi alkohol atau rokok, suara Lindsey jadi parau dan lebih nge-bass. Tapi hal ini bukanlah sesuatu yang saya sayangkan, malah saya cukup terkesan karena karakter vokal Lindsey yang benar-benar berbeda dibandingkan beberapa tahun lalu.
Secara lirik, sepertinya Valentine memiliki warna yang lebih ‘dark’ dibandingkan Lush. Di track Headlock, sebuah baris lirik berbunyi “Mr. Death wants my baby now” yang membuat bertanya-tanya, pengalaman patah hati seperti apa yang dialami Lindsey? Kira-kira kemana perginya perempuan yang Lindsey sayangi? Perpisahan seperti apa yang mereka alami, sehingga Lindsey ingin ikut menyusul sang kekasih? Atau bisa jadi baris-baris lirik tersebut hanya hiperbola? Karena katakan saja pengalaman putus dengan seseorang bisa membuat kita secara figuratif menganggap orang tersebut sudah ‘mati’ dari kehidupan kita. Headlock menjadi salah satu track favorit yang sering saya ulang. Meskipun liriknya gelap, musiknya lembut dan menyenangkan.
Selain tema soal percintaan, Lindsey juga cukup terbuka dengan pengalaman personal dan spiritualnya. Seperti di Ben Franklin, Lindsey tipis-tipis menyebutkan pengalamannya direhabilitasi. Atau pada lagu Madonna, dimana ia bercerita soal kegagalan hubungan percintaannya dengan menggunakan metafora religius. Dibesarkan sebagai seorang Katolik, banyak nilai-nilai spiritual yang Lindsey bawa sedari kecil. Dalam Madonna Lindsey mengungkapkan “Divine intervention was too much work, …, we’re not really talking now”.
Senang rasanya menelusuri album Valentine, yang rasanya seperti roller coaster, naik turun mengikuti perasaan-perasaan frustasi, sedih, dan marah yang Lindsey ungkapkan. Tetapi ada corak acceptance di album Valentine, karena di lagu Mia, track terakhir yang menutup album ini, Lindsey bernyanyi “But I’ve gotta grow up now, no, I can’t keep holding on to you anymore”. Lagu yang mengalun lembut, ditemani iringan orkestra dan vokal Lindsey yang diseret dan sayup-sayup tercekat.
Bagi saya pribadi, rasanya seperti ada keterikatan emosional dengan musik-musiknya, meskipun saya gak relate. Tetapi saya selalu tertarik untuk mengikuti interview Lindsey, baik dalam artikel maupun video. Senang menyimak ceritanya soal konsep dan musik yang ia inginkan untuk Snail Mail, juga kisah personal yang melatarbelakangi setiap lagu. Saya pun terkesan, di salah satu interviewLindsey mengungkapkan, ia memutuskan untuk lebih memiliki andil dalam creative control di album Valentine, tidak seperti di rilisan-rilisan sebelumnya. Ia tidak ingin menambahkan elemen suara terlalu banyak, kecuali jika itu memberikan elevasi untuk musiknya. Baginya, ‘less is more’. Seiring dengan berkembangnya musik Snail Mail, tercermin juga Lindsey yang semakin beranjak dewasa.
—
Tulisan ini adalah submisi dari pemenang Giveaway Valentine bersama Snail Mail.