Mondo Gascaro Membahas Cerita Di Balik Lagu “April”
Kami berbincang dengan Mondo mengenai inspirasi di lagu “April”, caranya menulis lirik, dan rencana proyek albumnya mendatang.
Teks: Carla Thurmanita
Foto: Ivy League Music
Jika bicara mengenai penulisan lagu Indonesiana dengan lirik mumpuni yang mampu menggenggam perasaan siapapun yang mendengarkan, Mondo Gascaro merupakan salah satu nama dari sedikit orang yang memiliki kemampuan untuk keduanya sekaligus. Kepiawaiaan yang dimilikinya ini terlihat dengan jelas sejak masih bersama bandnya terdahulu, Sore, dan album pertamanya sebagai solois, “Rajakelana”, yang disebut-sebut sebagai salah satu album lokal yang mampu menjadi karya ‘klasik’ sepanjang masa.
Tepat di bulan April kemarin, Mondo kembali lagi dengan single terbarunya yang bertajuk sama, “April”. Pun kehangatan musik dan lirik yang sama manisnya masih bisa dirasakan di lagu ini. Untuk mengetahui bagaimana dirinya dapat tiba di pencapaian ‘rasa’ tersebut, kami berbincang dengan Mondo mengenai inspirasi di lagu “April”, caranya menulis lirik, dan rencana proyek albumnya mendatang.
Selain karena ulang tahun pernikahan Mondo yang jatuh di bulan April, alasan Mondo memilih “April” sebagai judul karena terinspirasi dari beberapa lagu favorit yang membawa tema bulan April di dalamnya. Boleh beritahu apa saja lagu-lagu yang dimaksud? Dan apakah mereka juga turut andil mempengaruhi Mondo saat menulis lagu ini – terutama untuk musiknya?
Jadi begini. Karena anniversary kami jatuh di bulan April, saya ingin menulis sebuah lagu bertema April atau mengandung kata tersebut dalam judul maupun liriknya. Untuk melodi atau tema saya berpikir untuk mengeksplor gaya “oldies-crooner” seperti lagu-lagu standard Amerika karena memang banyak lagu-lagu dalam tradisi tin-pan-alley atau jazz standards yang menggunakan kata “April” atau “Spring..” dan semacam itu; seperti “April in Paris”, “I’ll Remember April” atau “April Snow” dan sebagainya.
Dilemanya adalah, ketika saya ingin menulis lirik lagu ini dalam bahasa Indonesia, tidak banyak landasan tradisi lagu yang mengusung tema “April” dalam musik pop Indonesia. Sempat kepikiran, “kayanya ga cocok deh..” Kita punya “September Ceria” (Vina), “Januari Yang Biru” (Andy Meriam), dan “Desember” (Efek Rumah Kaca), dan nyaris tidak ada “April” sepengetahuan saya, soalnya di sini tidak ada musim semi. Tapi justru itu, saya malah makin kekeh membuat lagu ini dalam bahasa Indonesia.
Di puisi milik T.S. Eliot terdapat line “April is the cruellest month / breeding / Lilacs out of the dead land / mixing” menunjukkan bulan April tidak melulu soal musim semi yang penuh dengan bunga bermekaran dan cinta. Kalau di lagu ini sendiri apa yang ingin Mondo sampaikan – selain romansa dan kehangatan bulan April?
“…breeding / Lilacs out of the dead land / mixing memory and desire / Stirring dull roots with spring rain..” Sepertinya di sini Eliot masih berbicara tentang musim semi dan cinta, hanya dari kacamata yang berbeda. Baginya musim semi membangkitkan memori akan cintanya yang hilang. Selain romansa April adalah tentang awal mula dan harapan, jadi dalam setiap fase perjalanan kita selalu ingat akan asal dan tujuan.
Mondo dikenal dengan penulisan liriknya yang romantis dan puitis namun tetap mudah dicerna. Di lagu “April” sendiri Yang diproduksi dalam 1 bulan, line “T’lah tertulis sayang / di ufuk sang persada / Tiada gunjing puisi berukir / Hidup ini hanya sekali ia datang dan pergi” sangat mengena. Bagaimana proses pembuatan lirik untuk lagu ini – apakah ada pertimbangan tertentu?
Pada dasarnya saya musisi, bukan sastrawan. Jadi ketika menulis lirik, lagu dan irama menjadi inspirasi, biasanya diawali dengan satu kata pertama, dalam hal lagu ini “April…dll”, selebihnya mengikuti. Misalnya, dalam kalimat “T’lah tertulis sayang..”, rangkaian nada So-La-Do-Mi-La-So, melahirkan kata “sayang..” di ujung frase.
Dalam frase “Tiada gunjing puisi berukir / Hidup ini hanya sekali ia datang dan pergi”, melodi dan irama beraksen yang diulang-ulang dan bermodulasi tidak sedikit menginspirasi kalimat di atas, yang merupakan bentuk penegasan. Biasanya setelah jadi satu bait, saya mulai bisa merasakan arah dan tema lirik lebih menyeluruh, yang akhirnya memberi saya koridor-koridor tersendiri untuk memilih kata-kata yang bisa mengekspresikannya.
Jika didengarkan lagi, “April” memang tidak semegah lagu-lagu di album sebelumnya. Apakah memang Mondo ingin mencoba arahan baru – salah satunya dengan mengajak beberapa teman, dari Christianto Ario hingga Lafa Pratomo?
Memang dari awal saya terpikir untuk membuat lagu ini dengan aransemen dan format yang lebih straightforward. Lalu Lafa Pratomo dan Petrus Bayu kan juga dari awal yang mengisi parts gitar dan bass di album “Rajakelana”, juga Christianto Ario sering hadir memberi masukan saat proses mixing. Selain itu hampir 2 tahun kami bersama Afirniar Mutsrin, Venessa Adverta perform membawakan materi-materi dari album “Rajalekana”. Jadi untuk menggarap single ini saya pasti melibatkan mereka.
Apakah “April” secara tidak langsung memproyeksikan tone untuk album selanjutnya dari Mondo?
Bisa iya dan tidak, (tertawa). Kalau untuk album, saya sudah ada bayangan arahnya. Tapi kita liat saja nanti (tertawa).