Mengulik Sejarah Gerakan Seni Rupa Fluxus
Fluxus hadir untuk menyingkirkan batasan-batasan yang ada pada dunia seni, bahwa untuk menciptakan sebuah karya tidak perlu sesuatu yang mahal atau pun pengalaman yang matang.
Foto: Pinterest
Dengan kemajuan dan perkembangan teknologi hari ini, semua orang harus turut bahagia karena diberikan kesempatan untuk bisa mengekspresikan diri dan menggunakan medium untuk berkarya sebebas-bebasnya. Akan selalu ada tempat untuk menyalurkan ide-ide baru, dan jika beruntung, ide tersebut tentu bisa terlaksana. Sebelumnya, juga ada sebuah gerakan seni rupa yang berjasa karena telah memperkenalkan semangat kebebasan dalam berkesenian lewat bentuk ekspresi diri. Gerakan tersebut dikenal dengan sebutan Fluxus yang dikemukakan secara resmi lewat sebuah manifesto oleh George Maciunas pada tahun 1963 yang merupakan buah respon dari kegiatan dan kondisi seni rupa pada saat itu – ketika seni masih dianggap sebagai sesuatu hal yang mahal dan bernilai tinggi. Berangkat dari alasan tersebut, Maciunas dalam manifestonya memberikan definisi atas pemikiran-pemikiran yang menolak paradigma elitis tersebut.
Fluxus hadir untuk menyingkirkan batasan-batasan yang ada pada dunia seni, bahwa untuk menciptakan sebuah karya tidak perlu sesuatu yang mahal ataupun pengalaman yang matang. Bagi Maciunas, seni bisa diartikan seluas-luasnya, lewat pengalaman sehari-hari atau bahkan humor. Fluxus lekat dengan gerak, dimulai dengan gerakan-gerakan pengorganisasian, pertunjukan seni, dan selalu fokus pada permasalahan bentuk makna yang tercipta dari hubungan antara seniman, karya dan audiens. Fluxus menjadi sebuah gerakan yang lebih mementingkan hubungan daripada karya itu sendiri, yang secara tidak langsung seperti menanamkan presepsi bahwa seharusnya bagian terpenting dari sebuah karya adalah prosesnya.
Salah satu seniman yang tergabung di awal pergerakan ini adalah Yoko Ono yang memperkenalkan karyanya lewat seni pertunjukan. Inilah yang juga menjadi salah satu semangat gerakan Fluxus, bagaimana para seniman yang terlibat tidak memamerkan karya-karya lewat museum maupun galeri-galeri seperti seniman pada umumnya. Tidak jarang, kebanyakan dari karya mereka adalah sesuatu yang tidak dapat dikoleksi, bahkan ada juga yang sulit terlihat.
Pada tahun 1978 Manciunas meninggal dan mengantarkan kelompok ke titik akhirnya. Sebelum menutup umur, Manciunas meminta para anggota Fluxus untuk tampil pada pemakamannya dan penampilan tersebut dikenal sebagai “Fluxfuneral.”
Meskipun pada saat itu, gerakan ini tidak mendapatkan banyak respon positif akibat seni terus dianggap sebagai sesuatu hal yang mahal, Fluxus memberikan dampak yang sangat besar pada perkembangan seni rupa hari ini. Semangatnya bisa menjadi contoh yang bisa diterapkan pada perjalanan kreatif semua orang. Dengan menyingkirkan batasan-batasan yang ada, tentu akan lebih banyak mendapatkan inspirasi berkarya dan bisa menghasilkan beragam karya-karya segar untuk meramaikan skena seni rupa hari ini.