Melihat Sejarah New Media Art Untuk Memetakan Masa Depan Seni Rupa Kita
Membaca perkembangan seni media dan kesempatan untuk mengembangkannya bersama VH Awards.
Words by Whiteboard Journal
In partnership with 4th VH Award
Foto: Chansook Choi, Black Air, Finalist of the 3rd VH AWARD, powered by Hyundai Motor Group
Jika dihitung mundur, new media art telah memasuki dekade ketiga dalam kehadirannya di Indonesia. Dihitung dari tahun ‘90an, sejak masuknya teknologi digital dan informasi ke ranah publik, bahasan ini telah cukup lama hidup di sekitar kita. Meski ada pula pendapat yang melihat bahwa prototip konsep new media art telah hadir jauh-jauh hari dalam bentuk wayang yang menggabungkan beberapa bentuk seni dalam setiap gelarannya.
Tahun 1990’an: Kemunculan dan Medium Kritik
Source: Kumparan
Source: Nininmenulis.com
Dalam sejarah pencatatan seni, tiga nama awal yang membawa bibit seni media ke ranah seni kita adalah Harry Roesli, Krisna Murti dan Heri Dono. Mereka kerap mempresentasikan karya yang menggunakan teknologi terkini juga teknologi sederhana (low tech) berupa barang elektronik rakitan. Beberapa bentuk karya di era ini berupa pertunjukan yang menggabungkan seni tradisi dengan teknologi sebagai medium untuk protes pada kekuasaan Orde Baru, ada pula karya yang bersifat lebih personal seperti karya Krisna Murti yang menggunakan medium TV untuk mengkritik kontrol pemerintah atas media.
Tahun 2000’an: Kultur Pop dan Ranah Publik
Bermula dari acara-acara musik, seni media kemudian berkembang dalam karya-karya yang berbasis pada konsep pertunjukan. Di Bandung, perkembangan ranah ini banyak lahir dari kampus ITB. Beberapa penggeraknya adalah Common Room, juga Biosampler, kolektif multimedia asal Bandung yang beranggotakan beberapa sosok yang kini aktif di Cerahati. Di Yogyakarta, gagasan akan seni media banyak hadir di ruang-ruang Cemeti, Mes56, hingga HONF. Di Jakarta, seni media hidup dalam eksistensi ruangrupa yang juga menggagas OK Video, salah satu festival yang membawa konsep seni media ke khalayak yang lebih luas. Di era ini pula, kiprah seniman new media juga mulai merambah ranah internasional dengan beberapa kali pameran lintas negara, mulai dari Australia, Jepang, hingga Belanda.
Source: ruangrupa.id
Source: ruangrupa.id
Source: ruangrupa.id
Sejak itu, seni media menjadi bentuk yang semakin populer dengan karya yang juga semakin berkembang dengan akses terhadap teknologi dan informasi yang semakin terbentang luas. Jika dulu publik umum hanya memaknai karya seni dalam bentuk lukisan atau patung, melalui karya sosok-sosok seperti Jompet, Tromarama, hingga Ricky Janitra kita dibuat semakin familiar dengan new media art. Pameran yang mengangkat seni media secara spesifik juga semakin sering digelar oleh galeri juga pihak komersil.
Pasca Pandemi: Bagaimana Bentuknya di Masa yang Akan Datang?
Lalu bagaimana perkembangan seni media di tengah pandemi? Ternyata, pandemi justru menjadi blessing in disguise bagi bidang ini. Dengan segala keterbatasan akan akses ruang fisik, pendekatan new media menawarkan solusi bagi seniman untuk terus berkarya, terus membagi inspirasi dalam situasi normal yang baru ini. Dalam bentuk virtual exhibition, seniman diajak untuk menjelajahi pendekatan-pendekatan baru dengan memanfaatkan media dan teknologi untuk berkarya. Publik pun semakin dekat dengan pendekatan ini dengan semakin banyaknya tawaran pameran virtual di luar sana.
Ke depan, diperlukan penyegaran perspektif supaya bidang new media ini terus berkembang. Salah satu caranya adalah regenerasi talenta dan dukungan bagi seniman-seniman di bidang ini untuk terus mengembangkan karyanya. Salah satu tawaran untuk terus mengembangkan ranah seni media ini hadir dari VH Award, salah satu platform yang terdepan dalam pengembangan seni media di Asia. Dipersembahkan oleh Hyundai Motor Group, VH Award berupaya memberdayakan seniman new media asal Asia untuk membawa karya mereka ke hadapan dunia. Di tahun keempatnya, VH Award sedang mencari lima talenta baru melalui submisi di www.vhaward.com untuk mendapatkan grant sebesar $25,000, juga kesempatan residensi daring di Eyebeam, sebuah institusi seni asal New York yang berfokus pada pengembangan karya yang beririsan dengan teknologi.
Chansook Choi, Black Air, Finalist of the 3rd VH AWARD, powered by Hyundai Motor Group
Youngkak Cho, Highway like A Shooting Star, Finalist of the 3rd VH AWARD, powered by Hyundai Motor Group
Dongjoo Seo, A Thousand Horizons, Grand Prix of the 3rd VH AWARD
Dikuratori oleh Sook-Kyung Lee (Senior Curator, International Art (Hyundai Tate Research Centre: Transnational) Tate Modern), Christopher Phillips (Independent Curator & Critic), Roderick Schrock (Curator, Executive Director of Eyebeam), Aaron Seeto (Director, Museum MACAN), June Yap (Director, Curatorial, Collections and programmes, Singapore Art Museum), VH Award membuka submisi hingga tanggal 19 Maret 2021.
Segera ambil partisipasi untuk ikut membentuk sejarah seni media di Indonesia.