Kiprah Elon Musk di Twitter Tunjukkan Betapa Rentan Media Sosial jadi Alat Abuse of Power
Hanya berawal dari kicauan mengenai Super Bowl miliknya yang tak banyak menerima respon masyarakat Twitter.
Teks: Alissa Wiranova
Sebagaimana yang kemarin sempat kami beritakan, Elon Musk baru saja menggunakan kekuasaannya untuk mendominasi penyebaran informasi di laman Twitter.
Dalam laporan milik Platformer, aksi CEO Twitter yang satu ini mulanya berawal dari kemarahan Musk akibat sedikitnya perhatian publik yang ia dapatkan. Kala itu, presiden Joe Biden mengunggah tweet berisikan dukungan kepada salah satu tim Super Bowl justru mendapat lebih banyak exposure bila dibandingkan dengan tweet serupa milik Musk.
Kejadian ini berbuntut kepada beredarnya setiap tweet Musk di lini masa para pengguna Twitter, bahkan pada mereka yang tidak mengikuti–atau bahkan memblokir–akun pria satu ini.
Tindakan Musk ini rupanya menyita perhatian para ahli. Menurut seorang peneliti di German Council on Foreign Relations, Katja Munoz, tindakan Musk ini termasuk dalam perlakuan ‘manipulatif’ dengan tujuan untuk memusatkan perhatian audiens terhadap konten miliknya.
Menariknya, tuduhan mengenai penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan petinggi perusahaan dalam memanipulasi paparan informasi di platform terkait ini sendiri sebelumnya pernah menjadi bahan hangat pembicaraan. Dahulu, salah satu perusahaan yang dituduh akan melakukan hal seperti ini ialah Tiktok, yang mana merupakan milik China. Sebagian pemerintah di Amerika Serikat dan Inggris juga sempat melakukan pelarangan terhadap Tiktok karena dikhawatirkan akan terjadi pencurian data oleh pemerintah China terhadap para pengguna aplikasi ini.
Sayangnya, tuduhan yang dilayangkan kepada Tiktok tak terbukti benar adanya dan justru dilakukan oleh Twitter–atau lebih tepatnya oleh Elon Musk.
Kasus serupa juga sempat terjadi pada bulan Januari lalu. Kala itu, Musk juga sempat melakukan penyebaran disinformasi mengenai suami dari US house speaker Nancy Pelosi, yaitu Paul. Meski begitu, CEO Twitter yang satu ini telah meminta maaf kepada publik atas tindakannya.
Menurut Agnes Venema, seorang peneliti bidang keamanan nasional dan disinformasi di University of Malta, terdapat double standard yang terjadi dalam masyarakat ketika memandang penyalahgunaan kekuasaan yang dituduhkan kepada Tiktok serta yang benar dilakukan oleh Musk. “I imagine this at least in part has to do with security interests, Tiktok being Chinese, and the personality cult around Musk.”
“We all like to believe in this illusion that social media really is the marketplace of ideas, where everyone can gain an audience,” tegas Venema. “Musk is in a way essential in pulling back the curtain and showing that in fact, some people are given a megaphone, whereas others aren’t.”