Usaha Menuju Energi Bersih dan UMKM Sejahtera bersama Arsjad Rasjid
Kami berbicara mengenai peran memahami nilai-nilai diri, memperkuat laju ekonomi, dan merenungi kebutuhan akan energi bersih bersama ketua KADIN saat ini.
Words by Shadia Kansha
Foto: Yusuf Yanuar
Dengan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan untuk generasi ke depan, Arsjad Rasjid membuktikan bahwa sebagai Presiden Direktur PT. Indika Energy ia dapat membawa perusahaan energi tersebut ke arah yang lebih bersih. Berlaku sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), ia berkomitmen untuk memotivasi pertumbuhan UMKM dan bisnis yang bermanfaat, baik dalam skala kecil hingga skala nasional.
Dalam salah satu konten Instagram Anda, ada wejangan sebagai berikut: Kita tidak harus selalu sempurna, tapi kita harus selalu autentik. Bagaimana cara untuk menjadi diri sendiri dalam situasi apapun?
Pertama adalah you have to know yourself. Memperlihatkan [diri sendiri] ke orang lain itu gampang, yang susah ada melihat ke dalam diri sendiri. Lihatlah diri sendiri, lalu bertanya “who am I?” – the more you know yourself, the more you know how to improve yourself.
Kalau sudah mengerti siapa diri sendiri, dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “Bagaimana sih hidup telah membentuk saya?” dan “Apa yang telah saya pelajari dari proses-proses tersebut?”, kita semakin mantap doing things from the heart. Melakukan hal-hal yang apa adanya saja. Semua berakar dari knowing ourselves and knowing why we do it.
Wah, kalau sekarang lumayan susah ya melakukan hal tersebut? Terutama ketika semua orang berlomba-lomba mengikuti tren yang ditetapkan orang lain.
Nah, itulah yang saya heran. Kenapa harus jadi orang lain? Belajar dari orang lain itu boleh-boleh saja, tapi kita juga harus percaya pada apa yang sudah kita miliki. Jadi, selain know yourself, kita juga harus know your values. Nilai-nilai apa yang kita miliki. Tuhan itu adil kok, pasti memberikan kita keunikan yang nggak dimiliki orang lain.
Sebagai pebisnis, Anda harus berani beradaptasi dengan perubahan situasi dan keadaan. Seperti contoh, melihat potensi dari sektor energi bersih, Indika Energy melakukan diversifikasi portofolio yang ditawarkan. Beradaptasi bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Bagaimana cara Anda memberanikan diri untuk menjalani suatu hal baru yang tak pasti?
Saya punya anak perempuan. Suatu hari, sepulangnya dari London karena libur kuliah, kami pergi makan siang bersama. Setelah makan, kami pergi ngopi untuk menghabiskan waktu bersama. Tiba-tiba, putri saya menunjukkan handphone-nya, “Coba lihat deh”. Saya sempat bingung harus melihat ke mana, sampai akhirnya foto yang ditunjukkan di-zoom dan kemudian ada tulisan “The Killers of The World.” Apaan, nih? Lalu, dia menunjukkan lagi satu bagian dalam artikel tersebut. Di sana ada nama saya. Kenapa? Ya, karena perusahaan batu bara ini.
That knocked me. That’s the trigger.
Anak saya juga mengeluhkan banyak sekali plastik sekali pakai yang ada di rumah kami. “It’s time to change, Pa” katanya. Sejak saat itu, kami mulai merubah kebiasaan, mulai dari botol minum hingga hal-hal yang lebih berdampak.
Merubah diri manusia itu tidak mudah, apalagi perusahaan yang merupakan kumpulan dari manusia-manusia lainnya.
Apa yang saya lihat dari pengalaman ini? Kita harus berpikir tentang masa depan. Tentang anak, cucu, dan generasi penerus Indonesia. Sederhana saja. Apakah kita mau hidup di antara udara kotor? Tidakkah kita ingin hidup di Indonesia yang lebih sehat? Let’s go back to basics. Apa yang kita inginkan. Apa yang kita butuhkan.
Dari situlah saya ajak berbicara teman-teman di perusahaan. I think it is time for us to change.
Merubah diri manusia itu tidak mudah, apalagi perusahaan yang merupakan kumpulan dari manusia-manusia lainnya. Namun, pembicaraan itu tetap harus ada. Saya jelaskan keadaan sekarang seperti apa. Lalu tahapan selanjutnya adalah menyentuh hati mereka. Dengan apa? Dengan menyelaraskan nilai,“Do we want to be sustainable or not?”
Kenapa demikian? Kita nggak bisa berhenti menjadi bahasan kosong. Jika sudah sepakat, kemudian harus menyusun strategi yang mengikuti. What’s for the next 5 years? 20 years? What’s the change we’re going to implement for Indika Energy?
Melakukan diversifikasi portofolio berarti melakukan perombakan besar-besaran. Apa saja perubahan yang Anda terapkan dan mengapa hal tersebut penting untuk dilakukan?
Dari berbagai pembicaraan itu kami sadar bahwa kami tidak hanya berbicara mengenai energi secara harfiah, tapi juga energizing sustainable development in Indonesia. Visi dan misi kami ikut berubah dan disesuaikan dengan nilai baru yang telah kami miliki. Kami jadi lebih termotivasi dengan perubahan besar ini. Salah satu komitmen kami adalah menjadi net zero emission pada tahun 2050.
Dalam prosesnya, kami tidak lupa bahwa kebutuhan akan energi harus tetap terpenuhi. Maka dari itu, transisi ini kami lakukan dengan hati-hati. Walaupun fossil fuel memang kotor, batu bara di Indonesia itu banyak dan mampu memenuhi kebutuhan energi kita. Di sisi lain, daya Indonesia akan energi bersih juga tinggi. Kita punya pembangkit listrik tenaga angin, arus sungai, sinar matahari, dan lain sebagainya. Intinya, ada berbagai macam cara menghasilkan energi. Yang paling penting adalah menjamin aksesnya terhadap masyarakat, karena ketahanan energi adalah hak seluruh masyarakat.
Dengan berbagai keunikan yang dimiliki Indonesia, dengan segala potensi alam yang dimilikinya, justru perubahan harus datang dari memahami diri sendiri. Memahami negara kita sendiri. Apa yang dilakukan di luar negeri belum tentu efektif dilakukan di sini. We should do it the Merah Putih way. Menyusun strategi yang paling tepat dan sesuai dengan apa yang negara kita miliki.
Dengan semakin banyak anak muda yang terjun ke dunia bisnis, mereka pun membutuhkan bimbingan dari sosok-sosok yang sudah lebih lama berkecimpung di dalamnya. Bagaimana Anda melihat pentingnya mentorship untuk menghadirkan peluang yang lebih baik bagi semua?
Mentorship itu penting. Saya selalu mengatakan ini: Jika ingin mulai usaha, jangan malu untuk bertanya. Mengapa? Karena kita harus terus belajar. Kalau malu bertanya, bagaimana kita mau belajar?
Kita bisa memantau dulu—free visibility—ke usaha di sektor yang ingin kita tekuni. Kemudian, mulai muncul pertanyaan-pertanyaan, kesempatan sampai network baru, dan akhirnya kita akan menemukan orang-orang yang bisa membimbing kita untuk masuk ke dalam ekosistem industri itu.
Mencari mentor pun nggak boleh salah. Kita harus mencari seseorang dengan nilai yang selaras. Dengan frekuensi yang sama, kita bisa lebih percaya diri berbagi mengenai kapabilitas diri dan usaha yang ingin kita miliki. Kalau bisa, jangan cuma cari satu mentor. Cari lebih dari itu agar mendapat perspektif yang beragam.
Dengan mindset dan respect yang diberikan, kita bisa fokus untuk membesarkan usaha tersebut sebagaimana berusaha pada umumnya
Dari situ kita menggali. Menggali apa? Pertama, knowledge. Cara-caranya, the know-hows. Kedua, experience. Pengalaman yang dimiliki oleh mentor-mentor kita. Teori yang kita pelajari dari sekolah maupun YouTube tidak bisa memberikan kita pengalaman, karena pengalaman-pengalaman tersebut yang membantu mempertajam apa yang kita lakukan. Mau itu dari cerita-cerita maupun kritik aktif terhadap apa yang sedang kita kerjakan. Kita bisa mulai bertanya, “Apa yang bisa saya lakukan? Apa yang bisa saya tingkatkan?”
Salah satu dari empat pilar KADIN saat ini adalah “Meningkatkan Kewirausahaan dan Kompetensi.” Generasi saat ini digadang-gadang sebagai generasi yang paling antusias dalam membangun usaha dan menjadi bagian dari berbagai startup. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Ayo kita bahas dulu, KADIN itu apa. KADIN adalah satu-satunya organisasi untuk usahawan, ekonomi, investasi, serta industri yang lahir karena Undang-Undang No. 1 tahun 1987 (tentang Kadin). Dalam UU tersebut, dijelaskan hak, kewajiban, dan tanggung jawab Kadin.
Tanpa perlu melihat ke belakang, saya ingin fokus ke depan. KADIN yang kita jalankan sekarang adalah KADIN baru. Kenapa? Setelah pandemi, kita dihadapkan dengan normal yang baru. Berarti kita juga dihadapkan dengan realita dan fakta-fakta yang baru. Dalam ekosistem baru ini, kami menyadari dua hal penting yang dibutuhkan oleh industri dan bisnis: inklusif dan kolaboratif. Dimana sebenarnya dua nilai itu pada dasarnya adalah perwujudan dari nilai gotong royong.Ya, dengan bahasa yang lebih keren aja kali ya? (tertawa).
Dalam UU-nya dikatakan sebagai berikut (kurang lebihnya): Semua pengusaha/perusahaan Indonesia adalah milik KADIN. Mau itu dimiliki oleh negara, swasta, hingga koperasi; semua milik KADIN. Mau itu yang besar, menengah, kecil, mikro, hingga ultra-mikro; semua milik KADIN. Jadi KADIN adalah rumah untuk segala bentuk usaha.
Nah, UU juga menyampaikan fokus utama KADIN. Pertama, menciptakan lebih banyak pengusaha atau perusahaan. Tidak hanya membantu menciptakan, tapi juga membantu meningkatkan kelasnya. Scale up.
Maka dari itu, sekarang kita ada ketua umum bidang kewirausahaan supaya mencakup seluruh usaha dalam berbagai spektrum. Bagi kami, nggak ada yang namanya “tukang bakso” yang ada adalah “pengusaha bakso.” Walaupun itu hanya usaha keluarga, namun jika menghasilkan pendapatan dan lapangan kerja, bagi kami dia adalah pengusaha. Dengan mindset dan respect yang diberikan, kita bisa fokus untuk membesarkan usaha tersebut sebagaimana berusaha pada umumnya. Kalau dia rajin, usaha bakso yang awalnya di rumah saja bisa berangkat menjadi 10 cabang di lokasi yang berbeda-beda. Menyerap lebih banyak angkatan kerja dan menghasilkan lebih banyak pendapatan.
Jika dilihat secara kasat mata, peran KADIN jauh lebih terasa untuk perusahaan-perusahaan berskala besar yang telah berjalan selama bertahun-tahun. Apa strategi Anda untuk mengikis kesenjangan antara KADIN dengan UMKM dan pengusaha muda?
Untuk mempermudah akses bantuan, kami sedang mengembangkan Wiki Wirausaha. Konsepnya seperti Wikipedia tapi bisa digunakan untuk mencari informasi-informasi yang membantu pelaksanaan usaha. Seperti contoh, mempermudah proses cari informasi tentang supplier, menjadi wadah untuk bertukar pikiran dan pengalaman bersama wirausaha lainnya, dan juga informasi-informasi lain untuk dipelajari. Harapannya, hal ini dapat memantik interaksi yang kemudian menjadi kolaborasi.
Sekarang kita sudah mulai di Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur, yang harapannya akan segera beroperasi merata di tingkat nasional. Siapa tahu, jika berhasil baik, bisa kita tingkatkan lagi ke tingkat internasional. Saat ini pun, kami sedang menyusun program pilot bersama Jepang. Dengan membangun konektivitas dan diskusi antar usaha, kita bisa lebih memahami apa yang pasar inginkan dan apa yang pasar butuhkan.
Kami juga memberikan pembelajaran vokasi. Terutama untuk mengantarkan usaha-usaha ini ke ranah digital. Kadang, usaha-usaha itu bisa bertambah nilai jika bisa go digital. Misal, seorang pengusaha batik yang berusaha dari rumah, membuat akun media sosial dan memasarkannya lewat sana. Nilai usahanya meningkat drastis dan pasar yang ia cakup jadi lebih luas. Kita tidak hanya berbicara mengenai transaksi antar daerah saja, dengan digitalisasi, transaksi antara negara pun mungkin. Produktivitas usaha semakin tinggi, peluang usaha semakin besar, jadi lebih mudah untuk diperkuat.
Mengapa UMKM menjadi fokus penting dalam KADIN era ini?
Banyak yang beranggapan bahwa pekerjaan itu datang paling banyak dari perusahaan-perusahaan besar. That’s not true. Ternyata yang paling cepat menyerap angkatan kerja adalah UMKM, yaitu dengan menyediakan hingga lebih dari 90% lapangan kerja di negeri ini.
UMKM di Indonesia juga berkontribusi hingga lebih dari 60-70% pada perekonomian Indonesia. Bisa dibayangkan jika kita memperkuat UMKM kita, seberapa besar tambahan kontribusi yang bisa diberikan.
Generasi saat ini digadang-gadang sebagai generasi yang paling antusias dalam membangun usaha dan menjadi bagian dari berbagai startup. Bagaimana pendapat Anda mengenai fenomena tersebut?
Saya juga banyak berpikir, semakin muda generasinya, semakin beda keadaan dan pandangannya. Jadi saya banyak belajar untuk memahami apa yang ada di lapangan saat ini. Data pun berbicara, sekitar 72% siswa-siswi Indonesia ingin belajar berusaha. Mahasiswa pun lumayan, sekitar 64% ingin belajar menjadi pengusaha.
Ini bagus menurut saya. Dengan lebih banyaknya usaha, semakin kuat juga ekonomi kita. Salah satu hal yang patut kita antisipasi adalah kebiasaan generasi-generasi baru ini, yang tidak hanya ingin do business tapi juga ingin do something. Jadi ada yang menjadi wirausahawan biasa (entrepreneur) ada juga yang menjadi wirausahawan sosial (social-entrepreneur). Para social-entrepreneur ini tidak hanya mengembangkan bisnis, tapi juga mengembangkan solusi untuk permasalahan-permasalahan bangsa.
Jadi, fenomena ini saya terima dengan positif. Apalagi dengan semakin meningkatnya populasi kita saat ini. Kalau tidak ada yang menciptakan lapangan kerja, siapa yang akan menghidupi mereka?
Memperhatikan perkembangan industri, sumber daya manusia yang dibutuhkan menjadi lebih spesifik. Menurut Anda, apa kualitas yang patut dimiliki oleh calon angkatan kerja yang ingin berkutat di industri dagang/bisnis saat ini?
Nobody’s perfect, only God is.
Walaupun demikian, kita tetap harus mengejar (setidaknya) hampir sempurna. Menjadi pribadi yang terus menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Pertama, kita harus memahami diri sendiri. Apa nilai yang kita miliki. Apa kemampuan yang bisa aku tawarkan. Apa kekurangan yang harus diwaspadai.
Bagi saya, ketika menyusun tim, saya mencari pribadi-pribadi yang bisa saling melengkapi. Baik itu dari segi kompetensi maupun karakteristik. Ibaratkan sebuah tim basket. Pasti ada yang lebih jago main offense, ada defense. Sama halnya dengan tim dalam suatu usaha. Ada yang lebih jago mendengarkan, ada yang lebih jago berbicara.
Dan kembali lagi, bagi saya terpenting tetap the alignment of values. Seberapa selaras sih nilai-nilai yang kita miliki? Setidaknya basic foundation harus sama. Sisanya bisa disama-samain (tertawa).
Di tengah maraknya G20, forum B20 banyak menarik perhatian para delegasi, terkhusus para pelaku bisnis yang ingin mengambil andil dalam penyusunan rekomendasi kebijakan ekonomi dan bisnis.
Selaras dengan visi KADIN, B20 tahun ini juga ingin menggerakkan pelaksanaan bisnis ke arah yang lebih inklusif dan kolaboratif. Boleh dijelaskan lebih lanjut tentang konsep tersebut dan mengapa nilai-nilai tersebut harus ditanamkan ke dalam ekosistem bisnis?
Sebelumnya, ayo kita pahami bersama dulu. G20 adalah 20 ekonomi terbesar dunia. Tahun ini, Indonesia menjadi presidennya. Nggak hanya itu, Indonesia menjadi presiden pertama dari negara berkembang. Kali ini, kami membahas mengenai polusi. Apa saja sih yang perlu kita lakukan sebagai negara maupun kolektif, untuk menyelesaikan permasalahan polusi? Tentunya ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan: mulai dari kondisi eksternal maupun internal tiap negara hingga keadaan ekonominya. Hal-hal tersebut cukup sering berubah kan? Maka dari itu negara-negara ini bertemu secara berkala. Tahun ini pertemuannya diadakan di Indonesia.
Berbicara mengenai ekonomi negara, bisnis ada di dalam pusatnya. Sehingga B20 diadakan untuk menjadi wadah diskusi bisnis-bisnis dari 20 negara tersebut. Tahun ini, KADIN diamanahkan sebagai tuan rumahnya. Hasil dari diskusi ini akan menjadi rekomendasi bagi negara-negara dalam menyusun strategi kebijakan untuk diterapkan.
Kali ini, kami ingin membawa agenda negara berkembang, yaitu UMKM. Selama ini UMKM jarang menjadi sorotan diperbincangkan G20. Kami ingin mengubah hal tersebut. November nanti, seluruh perhatian dunia ada di Indonesia. Kami ingin menyoroti kekuatan ekonomi Indonesia dalam kegiatan-kegiatan pariwisata maupun usaha-usaha lokalnya, melalui event-event yang kami susun selama setahun ini. Jadi inklusif di sini adalah melibatkan semuanya, tidak hanya usaha-usaha besar namun juga usaha-usaha kecil.
Nah, kolaborasinya dimana? Indonesia, tidak hanya akan menampung 20 negara dari G20, tapi juga mengundang 26 negara lainnya. Jadi kita akan kehadiran 46 pemimpin negara yang sama-sama memiliki semangat kolaborasi. Bagaimana tidak? Pandemi yang kita hadapi kemarin bisa kita lalui berkat kolaborasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Nggak mudah lho melaksanakan vaksinasi untuk 270 juta orang, apalagi menyediakannya.
Di sini kita bisa lihat kekuatan dari nilai gotong royong dan Bhinneka Tunggal Ika. Unity in diversity.
Indonesia dengan segala kekayaan sumber daya yang ditawarkannya, jika dibarengi oleh manajemen yang baik, berpotensi besar untuk unggul dalam sektor Green Business.
Pasokan nikel Indonesia yang melimpah ruah termasuk yang paling unggul di dunia. Bersamaan dengan status quo tersebut, bisnis baterai mobil listrik, jika ditekuni dengan baik, dapat meraup valuasi keuntungan hingga 6-7 kali lipat investasi awalnya. Sebagai salah satu penggerak aktif untuk mewujudkan hal tersebut, mengapa kita patut ikut antusias mengenai industri ini?
Jika berbicara mengenai baterai dan energi, kita berbicara mengenai energy transition. Bagian dari energy sustainability adalah energy transition. Untuk mengakomodasi transisi energi ini, kita perlu wadahnya. Indonesia sudah mulai berjalan menuju industri kendaraan listrik—baik yang beroda 2 maupun 4.
Saya sangat mendukung Pak Jokowi. Beliau sangat visioner. Selama ini, kita menjual nikel sebagai bahan mentah untuk kemudian diproduksi oleh negara lain. Pak Jokowi kemudian mulai membatasi hal tersebut. Beliau percaya bahwa harus ada proses hilirisasi, harus ada added value. Dengan demikian, kita bisa meningkatkan harga jual hingga 7 kali lipat. Bagaimana caranya? Dengan mengubahnya menjadi baterai. Baterai ini kemudian akan digunakan untuk kendaraan listrik hingga kebutuhan listrik sehari-hari.
Bayangkan, 37% dari suplai nikel dunia itu disediakan oleh Indonesia. Apalagi sekarang dengan laju politik Rusia dan Ukraina, Indonesia mungkin harus menyediakan lebih banyak lagi. Dengan menunjang industrialisasi di masa-masa seperti ini, kita semakin optimis dalam mencapai Indonesia Emas 2045. Sebuah hadiah yang indah untuk 100 tahun merdekanya Indonesia.
Ayo kita bergotong royong untuk memastikan pada saat itu, tidak ada lagi orang miskin di Indonesia. Semuanya harus sehat dan sejahtera.
Di sini kita bisa lihat kekuatan dari nilai gotong royong dan Bhinneka Tunggal Ika. Unity in diversity.