Para Ilmuwan Menggunakan AI untuk Memproyeksikan Molekul Protein Baru yang Revolusioner
Mengutip dari Nature, kemajuan besar perangkat lunak ini mampu menyimpulkan urutan asam amino yang sesuai dengan bentuk molekul protein tersebut dalam hitungan detik.
Teks: Adinda R. Syam
Foto: Ian C Haydon/UW Institute for Protein Design
Pada bulan Juni, regulasi pemerintahan di Korea Selatan mengizinkan vaksin COVID pertama dari protein buatan yang dirancang oleh manusia. Vaksin ini didasarkan pada partikel nano protein utuh yang dibuat oleh para peneliti pada satu dekade lalu.
Sekarang, berkat kemajuan besar dalam artificial intelligence (AI), tim yang dipimpin oleh David Baker, ahli biokimia di University of Washington (UW) di Seattle, melaporkan di majalah Science bahwa ia dapat merancang molekul tersebut dalam hitungan detik, bukan bulan.
Sebagian besar upaya ini memang difokuskan pada alat yang dapat membantu membuat protein asli yang bentuknya tidak seperti yang ditemui di alam, tanpa berfokus pada apa yang dapat dilakukan molekul ini. Tetapi, para peneliti dan banyak perusahaan yang menerapkan AI pada desain protein tersebut ingin merancang protein yang dapat memberikan hal-hal yang bermanfaat. Mulai dari membersihkan limbah beracun hingga mengobati penyakit. Di antara perusahaan yang bekerja menuju tujuan ini adalah DeepMind di London dan Meta (sebelumnya Facebook) di Menlo Park, California.
Mengutip dari Nature, laboratorium Baker adalah salah satu perusahan telah menghabiskan tiga dekade terakhir untuk membuat protein baru. Perangkat lunak bernama “Rosetta” yang mulai dikembangkan di labnya pada 1990-an membagi proses menjadi beberapa langkah. Awalnya, para peneliti menyusun bentuk untuk protein baru dan seringkali dengan menggabungkan potongan-potongan protein lain. Sementara perangkat lunak ini menyimpulkan urutan asam amino yang sesuai dengan bentuk molekul tersebut.
Pada bulan Juli, tim tersebut menjelaskan sepasang metode AI yang memungkinkan peneliti untuk menanamkan urutan atau struktur tertentu dalam protein baru. Mereka menggunakan pendekatan ini untuk merancang enzim yang mengkatalisis reaksi tertentu; protein yang mampu mengikat molekul lain; dan protein yang dapat digunakan dalam vaksin melawan virus pernapasan yang merupakan penyebab utama rawat inap bayi.
Tahun lalu, DeepMind meluncurkan perusahaan spin-off bernama Isomorphic Labs di London yang bermaksud menerapkan alat AI seperti AlphaFold untuk penemuan obat. Kepala eksekutif DeepMind, Demis Hassabis, mengatakan bahwa dia melihat desain protein sebagai aplikasi yang jelas dan menjanjikan untuk teknologi pembelajaran mendalam, dan untuk AlphaFold pada khususnya.“We’re working quite a lot in the protein design space. It’s pretty early days.”