Menjelajahi Pola Pikir Di Balik Gaya Hidup Minimalis
Melihat bagaimana filosofi minimalis telah mempengaruhi hidup pelakunya, mulai dari lifestyle blogger sampai pelukis.
Words by Whiteboard Journal
Desain: Kania Thea
Beberapa tahun ini, telah bangkit gerakan hidup baru yang mendorong publik untuk mengurangi ikatan mereka dengan harta duniawi, yakni minimalisme. Berkat popularitas Marie Kondo dan metode KonMari, gaya hidup ini telah menjadi topik pembicaraan sangat populer. Bagi banyak praktisi minimalisme, gaya hidup ini dipahami sebagai upaya menyingkirkan barang-barang berlebihan dan menjalani hidup berdasarkan pengalaman daripada harta duniawi. Maka dari itu, kami berbicara dengan beberapa tokoh dari lifestyle blogger sampai pelukis, mengenai daya tarik filosofi minimalis, dan apakah benar menjalani hidup dengan sedikit barang akan spark joy?
Naufal Abshar
Seniman
Apa opini Anda terhadap gaya hidup minimalis?
Hidup yang menarik, dimana kita memiliki gaya hidup yang tidak berlebihan. Semua kembali kepada kebutuhan dasar.
Menurut Anda, dapatkah gaya hidup konsumtif menghasilkan hidup yang menyenangkan?
Tidak, terkadang hidup konsumtif justru malah membuat timbul rasa insecurity, membuat ingin merasa lebih dan lebih. Tidak ada rasa puas dan yang lama kelamaan akan menggerogoti sifat humble kita.
Hal apa yang bisa mendorong Anda untuk belanja berlebihan?
Ego, pride dan hawa nafsu.
Ketika gaya hidup minimalis mulai marak jadi praktik, apakah hal ini bisa jadi solusi praktis di tengah harga tanah mahal, dsb?
Bisa jadi karena sekarang orang mulai meminimalkan standard hidup dan menjadi realistis.
Menurut Anda, manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari memiliki jumlah hal yang terbatas?
Lebih memaknai apa yang kita punya lebih banyak bersyukur dan menghargai sesuatu
Bagaimana opini Anda terhadap pernyataan bahwa gaya hidup minimalis bisa membuat hidup lebih berarti dengan mengalihkan perhatian kita dari hal-hal materialis?
Menurut saya benar. Hidup minimalis membuat kita jadi menghargai hidup dan menghindari dari gemerlap materialistis dan hedonisme.
Menurut Anda, apa tantangan dalam menjalani gaya hidup minimalis di tengah konsumerisme di media sosial dan kemudahan e-commerce?
Tantangan terbesar adalah menekan ego untuk tidak ikut arus glamor kehidupan hedonisme yang terkadang membuat kita lupa karena banyak kemudahan untuk kita menjadi konsumtif.
Fathia Izzati
Vlogger, Penyanyi
Apa opini Anda terhadap gaya hidup minimalis?
Gaya hidup minimalis – jika dilakukan dengan benar – bisa membantu kita dibanyak aspek dan sesuatu yang patut dicoba. Perlu space lebih? Minimalism. Perlu menabung? Minimalism. Perlu mengatur kehidupan yang berantakan? Minimalism. It’s a process, it doesn’t come overnight.
Menurut Anda, dapatkah gaya hidup konsumtif menghasilkan hidup yang menyenangkan?
Yang saya sadari setelah sekian lama menjadi orang yang konsumtif dan mudah terhibur oleh barang alias “retail therapy”, tibalah rasa yang ngeganjal dan malah merasa bersalah setiap beli barang baru. Terutama, baju. Sebenarnya kalau ditanya apakah hidup konsumtif bisa menyenangkan, ya pasti bisa. Tapi jangan pernah menaruh kebahagiaan kita ke barang, apalagi dengan mindset kalau kita memiliki sesuatu, kita akan bahagia. Karena dengan mindset itu kebahagiaan kita tidak akan pernah terpuaskan.
Hal apa yang bisa mendorong Anda untuk belanja berlebihan?
Rasa ingin menunjukkan kepemilikan, apalagi kalau mau mengikuti tren.
Ketika gaya hidup minimalis mulai marak jadi praktik, apakah hal ini bisa jadi solusi praktis di tengah harga tanah mahal, dsb?
Tentunya bisa banget. Hidup minimalis bisa membantu kita dalam planning, karena semua akan lebih teratur. Lucunya dari barang yang semakin sedikit, kita jadi tau apa yang perlu dan tidak perlu. Ini tentunya berpengaruh sama cara kita mengatur uang juga. With less shopping urges, comes more savings.
Menurut Anda, manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari memiliki jumlah hal yang terbatas?
Jawaban sama seperti yang di atas, lucunya dengan jumlah barang terbatas secara physically, kita jadi punya lebih banyak ruang secara mental untuk mengatur kehidupan kita. Less clutter, more room to grow.
Bagaimana opini Anda terhadap pernyataan bahwa gaya hidup minimalis bisa membuat hidup lebih berarti dengan mengalihkan perhatian kita dari hal-hal materialis?
Setuju banget. Saya pribadi jadi tidak terlalu memikirkan untuk beli hal-hal terbaru, tapi lebih peduli dan memberi perhatian ke barang yang ada.
Menurut Anda, apa tantangan dalam menjalani gaya hidup minimalis di tengah konsumerisme di media sosial dan kemudahan e-commerce?
Tantangannya adalah ketika ada sale besar-besaran. Kadang kita suka terlena dengan sale, padahal belum tentu kita perlu barangnya. Kita cuma berpikir dapat deal yang bagus, padahal ujung-ujungnya jadi clutter.
Nike Prima
Creative Director Living Loving
Apa opini Anda terhadap gaya hidup minimalis?
Menurut saya, gaya hidup minimalis sama sekali bukan tentang punya penampilan monokrom serba putih/hitam atau rumah dengan tidak ada isinya. Tapi gaya hidup yang memprioritaskan pada fungsi dan kualitas.
Menurut Anda, dapatkah gaya hidup konsumtif menghasilkan hidup yang menyenangkan?
Wah, kalau untuk masalah ini tentu kembali lagi kepada pihak yang menjalaninya. Pertama, seperti apa sih hidup menyenangkan versinya? Kedua, apakah definisi hidup menyenangkan tersebut sudah relevan dengan apa yang dijalani sehari-hari, ya termasuk barang/tontonan/pengalaman yang ia pilih.
Hal apa yang bisa mendorong Anda untuk belanja berlebihan?
Kalau bagi saya, salah satu hal yang sering mendorong saya untuk konsumsi berlebihan adalah unsur sentimental/emosional. Saya bukan tipe orang yang belanja kalau stres. Tapi jujur saya suka memberikan budget ekstra untuk sesuatu yang memicu bagian sentimental/emosi saya, misalnya untuk hobi/kegemaran seperti musik. Buat orang lain, nonton konser 1-2 kali setahun mungkin terlihat pemborosan, tapi buat saya ini pengalaman yang menyenangkan. Jadi, ya tergantung ya dilihat dari sisi mana.
Menurut Anda, manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari memiliki jumlah hal yang terbatas?
Menurut saya kalau kita bisa mengontrol prioritas kita dalam mengkonsumsi apa yang kita gunakan, kita bisa menjalankan keseharian kita dengan lebih mudah, lebih praktis, lebih sederhana.
Bagaimana opini Anda terhadap pernyataan bahwa gaya hidup minimalis bisa membuat hidup lebih berarti dengan mengalihkan perhatian kita dari hal-hal materialis?
Menurut saya, gaya hidup minimalis bisa jadi salah satu jalan bagi mereka yang selama ini sudah merasa kewalahan dengan pola konsumsi sehari-hari. Memang, gaya hidup minimalis bukan salah satu solusi, dan tidak ada yang salah atau benar dengan gaya hidup minimalis, maksimalis atau yang lainnya. Kembali lagi kepada orangnya, situasi apa yang dihadapi dan apa solusi yang paling cocok untuknya.
Menurut Anda, apa tantangan dalam menjalani gaya hidup minimalis di tengah konsumerisme di media sosial dan kemudahan e-commerce?
Tentunya paparan akan segala hal yang membuat kita ingin sesuatu, entah itu produk, jasa atau pengalaman seperti jalan-jalan. Informasi dan iklan mengepung kita dengan berbagai format. Jadi, dari kita yang harus pintar menyiasati dalam mengontrol informasi yang sampai kepada kita. Cara paling sederhana ya, kalau biasanya langganan newsletter brand atau toko, ya unsubscribe. Saat mengonsumsi media sosial, coba deh dipikirkan dulu konten apa yang sebenarnya kita inginkan. Dari sana pelan-pelan pasti bisa memilih dan mengeliminasi apa yang kita butuhkan atau tidak.
Astri Puji Lestari
Co-Owner of Daur Bunga
Apa opini Anda terhadap gaya hidup minimalis?
Baik ketika dijalankan bukan semata-mata karena tren. Gaya hidup minimalis mungkin tepat jika dilihat dari sudut pandang lingkungan. Tapi pada dasarnya menurut saya setiap orang berhak menentukan gaya hidupnya, mau minimalis ataupun maksimalis selama bisa bertanggung jawab dengan kepemilikannya (jika dalam konteks gaya hidup yang dimaksud adalah mengenai barang kepemilikan).
Menurut Anda, dapatkah gaya hidup konsumtif menghasilkan hidup yang menyenangkan?
Buat saya pribadi jujurnya antara iya dan tidak. Iya, ketika tidak terlalu berlebihan dan dalam kurun waktu yang pendek. Semisal sehabis beli barang uang kita memang inginkan tentu bisa memancing rasa senang. Tapi jika pola itu selalu di repetisi dan reduplikasi dalam kurun waktu yang lama, bisa jadi hal yang merepotkan buat saya. Saya bisa jadi bingung membedakan needs and wants karena how much is enough?
Hal apa yang bisa mendorong Anda untuk belanja berlebihan?
Ketika belum berkenalan dengan prioritas, desire, needs and wants etc. Atau sesederhana berpikir bahwa belanja itu membuat happy (padahal belum tentu) atau memang belum menentukan gol jangka panjang.
Ketika gaya hidup minimalis mulai marak jadi praktik, apakah hal ini bisa jadi solusi praktis di tengah harga tanah mahal, dsb?
Belum tentu tapi juga bisa jadi, karena semua akan kembali ke pemahaman individu tentang gaya hidup ini serta strong why yang dimiliki. Menurut saya gaya hidup minimalis tidak selalu berbanding lurus dengan mempunyai uang lebih banyak, walaupun setahu saya beberapa orang yang telah mengaplikasikan gaya hidup ini berhasil mencapai gol yang lebih jauh karena tidak banyak terdistraksi dengan hal-hal sekunder atau tersier.
Menurut Anda, manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari memiliki jumlah hal yang terbatas?
Yang paling utama buat saya pribadi sih bisa berkenalan dengan rasa cukup. Bukan berarti tidak punya nafsu dan selalu menang lawan nafsu ya.
Bagaimana opini Anda terhadap pernyataan bahwa gaya hidup minimalis bisa membuat hidup lebih berarti dengan mengalihkan perhatian kita dari hal-hal materialis?
Tidak 100% tepat sih menurut saya. Jika materi yang disebut di sini adalah uang, uang bukan segalanya tapi memang hampir segalanya butuh uang. Di mata saya hidup minimalis bukan tentang mengalihkan perhatian dari hal-hal materialistis, tapi lebih mampu mengendalikan ego dan nafsu dan tidak mudah terdistraksi ketika memakainya. Salah satu tujuannya agar tidak (selalu) terjebak menjadi konsumtif, obsesif dan impulsif.
Menurut Anda, apa tantangan dalam menjalani gaya hidup minimalis di tengah konsumerisme di media sosial dan kemudahan e-commerce?
Mungkin diskon, promo, iklan dan kemudahan adalah tantangan yang dirasakan dari luar ya. Tapi minimalis ini bukan suffering project di mata saya. Jika hal itu memang kita butuhkan, bisa membuat kita bahagia dan bisa kita pertanggung jawabkan ya tentu sah sah saja untuk dibeli.
Dimas Indro
Co-Founder of Maris
Apa opini Anda terhadap gaya hidup minimalis?
Gaya hidup minimalis buat saya ya something effortless dan tidak perlu ribet saja.
Menurut Anda, dapatkah gaya hidup konsumtif menghasilkan hidup yang menyenangkan?
It depends on your economic situation right. Kalau memang ada power ya boleh saja, hanya saja kalau tidak ada, buat apa dipaksakan yang akhirnya menyusahkan hidup sendiri gara-gara mengikuti tren.
Hal apa yang bisa mendorong Anda untuk belanja berlebihan?
Sometimes its my passion for sneakers. But ones you know your priorities then you know your limitation.
Ketika gaya hidup minimalis mulai marak jadi praktik, apakah hal ini bisa jadi solusi praktis di tengah harga tanah mahal, dsb?
Yes of course. Karena dengan hidup minimalis berarti things go easy and you will enjoy spending the rest of your life.
Menurut Anda, manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari memiliki jumlah hal yang terbatas?
Manfaatnya buat saya lebih kepada saya bisa pushing forward in other sector. Terutama creative idea yg menurut saya no limitation and it will become something if you focus on it.
Bagaimana opini Anda terhadap pernyataan bahwa gaya hidup minimalis bisa membuat hidup lebih berarti dengan mengalihkan perhatian kita dari hal-hal materialis?
Yes. Karena dengan hidup minimalis berarti kita tidak perlu memikirkan banyak hal selain hidup nyaman tanpa distraction.
Menurut Anda, apa tantangan dalam menjalani gaya hidup minimalis di tengah konsumerisme di media sosial dan kemudahan e-commerce?
Mengalahkan ego yang ada dalam diri sendiri. Karena apabila itu sudah berhasil you will enjoy your life.
Alvin Tjitrowirjo
Product Designer
Apa opini Anda terhadap gaya hidup minimalis?
I discovered minimalism few years ago. Menurut saya minimalism sangat berguna di dalam kehidupan kita zaman sekarang dimana makna dari hidup rasanya seperti dinilai berdasarkan dari barang (possessions) yang kita miliki. Manusia di Indonesia khususnya terjerat di dalam mindset konsumtif (baik itu dari advertising brand-brand, atau peer pressure) hal tersebut membuat kita sebagai manusia jadi kurang paham mengenai apa arti dari “quality over quantity” Mindset ini juga diiringi dengan “insecurity, FOMO, dll” dan mindset (yang saya juga tidak mengerti datangnya dari mana) “the reason to buy cheap”. Saya mendapatkan banyak “value” dari mengenal minimalism yang mengubah saya; semoga, menjadi orang yang lebih baik, belajar lebih dalam mengenai persepsi saya terhadap my personal possessions, buying behavior (buy less but buy better quality) and to understand better on what values is more important/relevant to ourselves that we need to keep.
Menurut Anda, dapatkah gaya hidup konsumtif menghasilkan hidup yang menyenangkan?
Kalau “bahagia” menurut saya tidak. Happiness is a state of mind, not a destination. Banyak miss-conception yang terjadi seperti; banyak yang bilang bahwa kita perlu ini, itu, punya rumah di sini, jabatan ini, istri atau suami seperti ini, dapat project itu, posisi ini itu, dll untuk bisa jadi bahagia. Built by the commercial industry, todays society is geared towards a never ending pursuit of happiness. Dan itu yang sekarang terjadi dan sayangnya banyak orang tidak sadar terhadap itu. Dan kalau kita sebagai manusia terjerumus ke dalam mindset seperti itu (konsumsi barang/makanan tertentu untuk memberikan kesenangan sesaat) tentunya tidak menyenangkan jangka panjangnya.
Hal apa yang bisa mendorong Anda untuk belanja berlebihan?
Lack of awareness in: ‘what you need’ instead of ‘what you want’. Keseringan kita tidak bisa membedakan antara apa yang kita perlukan dan yang kita “mau”. Di kalangan tertentu, “acquiring goods” is done often in order to gain public/surrounding friends’ acknowledgement, or to achieve security in social status.
Ketika gaya hidup minimalis mulai marak jadi praktik, apakah hal ini bisa jadi solusi praktis di tengah harga tanah mahal, dsb?
Seharusnya begitu, tapi hal ini harus dibarengi dengan kedewasaan dan mindset yang sejalan seperti: mindful and aware towards our actions, purchasing behavior, and perception towards value. Seharusnya kalau semakin banyak keterbatasan (limitation) kita akan otomatis lebih kritis terhadap apa sebenarnya yang essential (kualitas yang penting) bagi kita. Tapi sayangnya di Indonesia ada penyakit yang selalu mau cari barang murah dan gratisan, (the need to buy cheap) ini yang menghambat filosofi “minimalism” untuk tertanam secara baik dan benar.
Menurut Anda, manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari memiliki jumlah hal yang terbatas?
Kita akan belajar untuk fokus kepada value apa yang essestial bagi kita. Kita akan belajar untuk lebih kritis terhadap kualitas. Kita akan belajar untuk mengerti barang mana yang benar-benar memberikan value kepada kita. Belajar apa makna dari “cukup”. You can free a lot of space within your house/ personal space. You can travel light. You can learn how to extract more value than price from the things you buy. You can focus better because you’ll have less things to distract. You will learn that you don’t need anything to become happy.
Menurut Anda, apa tantangan dalam menjalani gaya hidup minimalis di tengah konsumerisme di media sosial dan kemudahan e-commerce?
Tantangan utama adalah to stay mindful, critical and aware terhadap information consumption kita. Di zaman yang kita semua dibombardir dengan segala informasi, setiap orang dan brand saling mau mempengaruhi, dan definisi antara “influence vs endorsed” juga tidak dimengerti secara mendalam, kita sebagai individu menjadi korban konstan dari industry commercial (a constant victim of the commercial industry). Jadi kita harus sangat kritis terhadap personal behavior dan juga impact dari tingkah laku kita (environmental impact, social impact, and also towards personal wellbeing). Remember, “ buy it if it’s cheap and don’t take it if it’s free.”
Caroline Robianto
Lifestyle Blogger
Apa opini Anda terhadap gaya hidup minimalis?
Hidup minimalis, menurut saya adalah gaya hidup yang seperlunya saja yang sebenarnya bisa menjadi mempunyai efek yang baik terhadap kehidupan/kerapihan rumah ya. Tapi terkadang masih susah untuk diterapkan untuk saya pribadi, karena masih “BM” mau ini itu.
Menurut Anda, dapatkah gaya hidup konsumtif menghasilkan hidup yang menyenangkan?
Iya dan tidak. Ada orang yang kalau belanja itu jadi happy – termasuk saya salah satunya. Tidak salah kalau kita konsumtif selama kita punya perhitungan, dan lifestyle kita tidak membawa dampak buruk bagi orang lain. Menurut saya, yang penting tidak berlebihan dilakukan saja.
Hal apa yang bisa mendorong Anda untuk belanja berlebihan?
Mungkin kalau lagi stress ya, atau mungkin tiba-tiba lagi dapat bonus dari pekerjaan. (tertawa)
Ketika gaya hidup minimalis mulai marak jadi praktik, apakah hal ini bisa jadi solusi praktis di tengah harga tanah mahal, dsb?
Lifestyle minimalis akan membuat kita jadi lebih mudah untuk save up ya. Tapi kalau solusi praktis untuk harga tanah mahal rasanya tidak sih.
Menurut Anda, manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari memiliki jumlah hal yang terbatas?
Menjadi lebih bersyukur atas apa yang kita punya, juga lebih bisa “take care”. Melihat segala sesuatu lebih simple dan sederhana saja.
Bagaimana opini Anda terhadap pernyataan bahwa gaya hidup minimalis bisa membuat hidup lebih berarti dengan mengalihkan perhatian kita dari hal-hal materialis?
Sebenarnya menurut saya semuanya balik lagi ke masing-masing pribadi orang. Kalau menurut saya, segala yang “terlalu”itu tidak baik. Jadi baiknya menurut saya yang biasa-biasa saja. Tidak meterialistis, tidak minimalis juga.
Menurut Anda, apa tantangan dalam menjalani gaya hidup minimalis di tengah konsumerisme di media sosial dan kemudahan e-commerce?
Ingin ini itu saja kali ya? Tapi semuanya seperti yang saya bilang, kembali ke masing-masing orang. Tergantung pribadinya bisa menahan diri atau tidak.