Teks: Jesslyn Sukamto
Foto: Hector Retamal/AFP

Wabah terbaru yang dipicu oleh Omicron di Cina telah memaksa pemerintah setempat untuk menerapkan lockdown di seluruh bagian kota Shanghai, kota pusat keuangan dan manufaktur paling penting di negara itu, selama dua minggu berturut-turut.

Sejak Senin (25/4), outlet media pemerintah utama China, termasuk Xinhua dan People’s Daily, telah merilis rentetan komentar yang menyatakan bahwa nol-Covid adalah pendekatan terbaik untuk memerangi virus dan melindungi yang rentan, daripada memilih untuk “hidup dengan Covid”, dimana hampir semua negara telah melakukannya.

Namun kini, telah timbul rasa frustasi dan ketakutan di masyarakat yang meningkat karena kenaikan biaya yang semakin tinggi. Selain itu, juga ada keluhan terkait kekurangan pangan; video balita yang dipindahkan secara paksa dari orang tuanya setelah dinyatakan positif; rekaman ibu yang putus asa menggedor pintu tetangganya di pagi hari memohon obat untuk bayinya yang demam; dan rekaman hewan peliharaan yang dites positif dilenyapkan secara brutal.

Penduduk Puxi bergegas untuk menyimpan makanan saat Shanghai bersiap untuk lockdown seluruh kota. (Foto: Tracy Qu/SCMP)

Sekarang, Shanghai telah mengumumkan bahwa mereka akan secara bertahap mencabut kontrol yang ketat di lingkungan dimana tidak ada kasus baru lagi selama dua minggunya. Namun pergerakan warga masih sangat dibatasi.

Mengingat fakta bahwa tingkat infeksi Shanghai belum mencapai puncaknya, dengan kasus symptomatic dan tanpa gejala harian berjumlah 46,254 banyaknya pada hari Rabu (27/4)—rekor baru—mungkin akan memakan waktu berminggu-minggu sebelum kota kembali normal.

Bagaimana Shanghai muncul dari serangan Covid-19 ini kemungkinan akan memengaruhi apa yang dilakukan negara lain. Sudah saatnya para pemilik wewenang berpikir lebih strategis sehingga dapat membuat kebijakan melawan virus ini secara lebih responsif terhadap kebutuhan dan kekhawatiran publik.