Melihat Bagaimana Warga Membantu Warga bersama Bagirata
Kami berbincang dengan Bagirata tentang dampak perpanjangan PPKM, manfaat gerakan bantuan dana secara kolektif, dan pelajaran yang hendak diwariskan setelah pandemi usai nanti.
Words by Shadia Kansha
Sudah setahun lebih kita harus menjalani hari-hari dengan pertanyaan-pertanyaan yang kerap membayangi. Apakah kita bisa makan tiga kali sehari besok? Apakah cicilan bulan ini bisa terpenuhi dengan tabungan yang semakin tipis? Apakah tagihan obat yang harus kita tanggung mampu dilunasi? Bagi kita yang sehat, mampukah kita bertahan sehat agar dapat terus mengadu nasib di luar rumah? Bahkan terkadang, kita harus luntang-luntung mencari dana untuk mengurus pemakaman yang layak bagi kerabat dan keluarga tercinta. Hal tersebut wajar membuat kita putus asa.
Namun, pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak perlu kita jawab sendiri. Dengan kehadiran Bagirata, kita wujudkan semangat gotong royong untuk menyelesaikan permasalahan secara kolektif. Bukankah itu inti menjadi bagian dari masyarakat? Semangat tersebut menyerbak dalam setiap kiriman transfer uang yang tersalurkan pada mereka yang membutuhkan. Tidak berbeda dengan banyak masyarakat saat ini yang gencar saling membantu, Whiteboardjournal berkolaborasi dengan Bagirata untuk menyalurkan hasil penjualan buku “Open Column 3” demi mendukung para pekerja yang terdampak secara finansial atas keadaan yang melanda.
Sudah setahun lebih Bagirata hadir membantu para pejuang tabungan. Bisa diceritakan perjalanan Bagirata sejauh ini?
Per 28 Juli hari ini bantuan yang sudah tersalurkan secara peer-to-peer sejumlah Rp 1.084.056. 580, terdistribusi ke 2.864 orang. Kota asal penerima dana juga lebih beragam, selain kota-kota di pulau Jawa-Bali, sekarang mulai banyak dari Medan, Makassar, Pekanbaru, Banjarmasin dan Kupang. Secara jumlah memang masih lebih banyak kota-kota di Jawa-Bali, mungkin dikarenakan PPKM Darurat atau Level 4 sekarang masih terfokus di area itu. Sejak PPKM Darurat di awal bulan Juli, lonjakan jumlah pengajuan penerima dana jadi meningkat drastis. Dalam satu hari kami bisa menerima 1.000 lebih pendaftar yang masuk. Ini sangat jauh dengan tahun lalu yang hanya berjumlah ratusan per harinya. Jadi total per hari ini ada 4.464 pekerja yang sudah terverifikasi sebagai penerima dana Bagirata (belum termasuk yang tidak lolos verifikasi). Ini tentunya jadi tantangan sekaligus tanggung jawab baru bagi kami.
Pencapaian terbesar apa yang sudah diraih Bagirata sejak tahun lalu berdiri?
“Perilaku altruistis masyarakat ternyata tidak serendah itu, kita masih memiliki empati dan solidaritas yang tinggi untuk saling bantu.”
Pencapaian terbesar adalah ketika total subsidi silang mencapai angka 1 Milyar Rupiah dari lebih dari 8.000 transaksi subsidi silang. Di Bulan Juli sendiri ada Rp 400 juta lebih arus dana bantuan hanya dalam satu bulan. Ini arus dana per bulan tertinggi sejak tahun lalu kita berdiri. Mungkin ini jumlah yang kecil dibandingkan dengan bantuan pemerintah atau sumbangan korporasi besar. Tapi menurut saya ini pencapaian kolektif kita semua, di mana kita bisa membangun jaring pengaman sosial sendiri (dari rakyat untuk rakyat) dengan metode subsidi silang, tanpa menampilkan “poverty porn” atau “menjual akhirat” — yang di mana menjadi senjata kebanyakan inisiatif penggalangan dana. Perilaku altruistis masyarakat ternyata tidak serendah itu, kita masih memiliki empati dan solidaritas yang tinggi untuk saling bantu. Ini jadi modal yang baik bagi masyarakat kita untuk menghadapi dunia pasca-pandemi. Kami sangat bangga Bagirata bisa menjadi eksperimentasi sekaligus “proof of concept” atas altruisme ini, karena dari skala dampak sudah cukup bisa diperhitungkan.
Ada cerita menarik selama satu tahun berjalannya Bagirata?
Oh ada beberapa kejadian para pengirim dana (donatur) lupa mencantumkan note “bagirata” pada saat mengirim, jadinya si penerima bantuan bingung dan mengirim balik dananya. Walaupun akhirnya mereka chat dan menjelaskan bahwa ini program bagirata, tapi dari sudut pandang kami ini interaksi sosial yang menarik. Karena ketika subsidi silang terjadi di luar konteks, yang mereka tahu hanyalah mereka mendapatkan duit dari orang asing — interaksi yang tidak umum dan tidak pernah dialami oleh mereka sebelumnya, malahan hampir utopis. Makanya ketika penerima bantuan yang baru bergabung di Bagirata itu selalu kaget, tiba-tiba dapet 1 juta, besok dapat 20 ribu, besoknya 100 ribu, dan seterusnya. Dan sangat berkesan bagi kami ketika penerima dana melaporkan bahwa ia mendapat dana bantuan di waktu yang tepat ketika situasi genting; untuk berobat, untuk membeli susu anak, untuk melunasi tunggakan kos ketika harus dipaksa angkat kaki. Dan mereka mampu memenuhi kebutuhan genting itu atas bantuan orang asing yang tidak pernah ia kenal sebelumnya.
View this post on Instagram
Bagirata senantiasa membantu mereka yang terdampak PSBB dan PPKM. Apakah ada perbedaan yang dialami para terdampak dari kedua kebijakan pembatasan tersebut?
Perbedaan yang sangat signifikan adalah ketika PPKM, banyak para pekerja yang juga terdampak dari aspek kesehatan. Tidak sedikit dari penerima bantuan sekarang yang situasinya terjangkit Covid-19 dan sedang isolasi mandiri, ditambah lagi harus kehilangan pendapatan. Tahun lalu saat PSBB dampak kesehatan tidak terlalu menjadi persoalan mereka, cenderung hilang arah karena harus mengarungi ketidakpastian. Sedangkan kali ini konteks kerentanannya berbeda. Seperti dipecat dari kantor karena harus isolasi mandiri yang berkepanjangan, kebutuhan finansial meningkat karena sedang dalam keadaan sakit dan dirumahkan tanpa gaji, atau kehilangan anggota keluarga yang merupakan pencari nafkah utama dan harus membiayai tiga anak. Aspek kerentanan dari segi finansial pun bertambah karena aset mereka yang sudah habis terjual dan tabungan yang terlampau kosong untuk menyambung hidup sejak 17 bulan lalu tanpa pendapatan pasti.
Selama PPKM ini, banyak gerakan warga bantu warga yang ikut meringankan kesulitan, baik secara finansial maupun secara fisik karena keharusan untuk isolasi mandiri. Bagaimana pendapat Bagirata mengenai inisiatif untuk mensubstitusi pemerintah yang tidak kunjung beraksi maksimal?
Melihat perilaku pemerintah Indonesia dari awal pandemi sampai sekarang, sepertinya kita sebagai masyarakat harus beraksi di bawah asumsi kalau kita tidak punya pemerintah. Karena faktanya, pemerintah pusat maupun daerah gagal mengantisipasi dan gagal memitigasi krisis ini. Jadi apapun inisiatif yang dijalankan rakyat saat ini menjadi tindakan yang rasional dan instrumental.
Melihat perilaku pemerintah Indonesia dari awal pandemi sampai sekarang, sepertinya kita sebagai masyarakat harus beraksi di bawah asumsi kalau kita tidak punya pemerintah.
Dengan banyaknya penerima yang mendaftarkan diri, bagaimana proses tim Bagirata dalam melakukan shortlist penerima bantuan? Apa saja kriteria yang digunakan untuk menentukan kelayakan seorang penerima bantuan?
Banyaknya penerima tidak melonggarkan proses kami dalam menyaring penerima bantuan. Yang kami lakukan adalah menambah tenaga dan menyiapkan lebih banyak waktu untuk proses verifikasi. Jadi sekarang pendaftaran penerima dana kami buat siklus: per siklusnya kami menerima 1.500 pendaftar baru, setelah mencapai jumlah tersebut akan kami tutup selama satu minggu, baru kami buka lagi untuk batch berikutnya. Upaya ini juga merupakan strategi kami dalam menjaga perputaran arus dana yang terjadi di dalam platform. Seperti prinsip dasar ekonomi, kami juga ingin menjaga keseimbangan antara supply (pemberi dana) dengan demand (penerima dana). Dengan sistem siklus seperti itu harapannya, penerima dana yang sudah masuk pada batch minggu ini sudah mendapatkan dana bantuan secara incremental, sehingga batch minggu depan tidak perlu “mengantri” lama untuk mendapatkan bantuan. Karena tanggung jawab kami sebagai platform, selain memfasilitasi bantuan adalah managing expectation para penerima bantuan.
View this post on Instagram
Biasanya dana yang disalurkan utamanya digunakan untuk keperluan apa saja?
Kebutuhan yang paling sering kami ketahui adalah untuk keperluan konsumsi sehari-hari seperti belanja bahan-bahan atau stok makanan selama seminggu dan susu. Karena banyak dari penerima bantuan adalah seorang tulang punggung keluarga, baik sebagai orang tua yang harus membiayai anak atau anak yang harus membiayai keluarganya. Yang kedua adalah untuk beragam keperluan rumah tangga; seperti bayar listrik, sewa kos atau kontrakan, bayar sekolah adik, sampai membeli popok.
Bagaimana caranya untuk memastikan bahwa bantuan akan digunakan secara tepat sasaran?
“Yang ingin kami tularkan sedikit demi sedikit dari gerakan ini adalah budaya saling tolong menolong secara mutual.”
Dari kami tidak ada mekanisme konkrit untuk mengecek secara fisik penggunaan dana bantuan. Tapi yang kami dapatkan adalah laporan penerimaan dana dan mereka secara voluntarily menyatakan kegunaan dana tersebut. Sebagai platform, kami menyerahkan penuh dan tidak membatasi peruntukan dari dana bantuan, karena kami pun paham bahwa kebutuhan setiap individu berbeda dan memiliki prioritas kebutuhan yang berbeda pula. Dengan jumlah maksimum dana bantuan yang bisa didapatkan per-orang yaitu Rp 1.500.000 (kurang dari setengah nominal upah minimum) kami percaya penerima bantuan memaksimalkannya untuk kebutuhan primer. Dan karena Bagirata secara khusus dirancang sebagai stimulus bantuan pada saat krisis, jadi prinsip dasar kami cenderung untuk percaya daripada curiga, sehingga kami bisa menghabiskan tenaga tim untuk fokus memberi dampak yang lebih luas sembari meminimalisir resiko secara bertahap.
Bagaimana caranya agar penerima bantuan tidak ketergantungan pada bantuan yang diberikan?
Di Bagirata, penerima bantuan hanya bisa menerima bantuan satu kali setelah ia mencapai kebutuhan dana (maks. Rp 1.500.000 sesuai ketetapan standar hidup layak berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.13/2012) yang didapatkan melalui Bagirata. Setelah mencapai dana tersebut mereka otomatis dikeluarkan dari sistem, untuk membagi slot ke orang lain agar arus dana bantuan terbagi secara rata.
Setelah pandemi selesai, apa pembelajaran terpenting yang ingin diwariskan oleh Bagirata selama masa baktinya?
Seperti yang sempat kami singgung sedikit di atas, pembelajaran terpenting bagi kami adalah konsep interdependensi dalam bermasyarakat. Bahwa selama ini sikap altruisme publik lebih sering dibombardir atau terkontaminasi oleh konsepsi “superior vs inferior”, “si kaya membantu si miskin”, atau perilaku altruisme yang dipantik oleh agama supaya dirinya selamat dari api neraka. Walaupun itu semua tidak sepenuhnya salah, tapi bagi kami budaya altruisme seperti itu tidak akan menjadikan masyarakat yang tahan banting untuk menghadapi tantangan-tantangan masa depan yang semakin tidak pasti. Jadi yang ingin kami tularkan sedikit demi sedikit dari gerakan ini adalah budaya saling tolong menolong secara mutual; si pemberi dana bantuan ingin berbagi resource karena menyadari kelompok lain sedang mengalami kelangkaan, begitu pula si penerima dana bantuan tersadarkan bahwa mereka tidak sendirian dan akan membalas bantuan di kemudian hari dalam konteks permasalahan yang berbeda. Bukan hanya membantu semerta-merta kita bisa, tapi kita saling membantu karena kita saling membutuhkan. Dari segi platform, rencana kami setelah pandemi ini selesai ingin mewariskan platform subsidi silang Bagirata ke publik, menjadi milik umum (open source) agar bisa dimanfaatkan di tingkat komunitasnya masing-masing. Tujuannya untuk menjadikan metode subsidi silang sebagai mekanisme “arisan” baru untuk membangun support system atau jaring pengaman sosial sendiri di krisis-krisis mendatang.
–
Pada seri ketiga buku Open Column, kami bekerja sama dengan Bagirata untuk menyalurkan kontribusi Anda berupa tulisan untuk buku yang akan kami jual sebagai donasi.
Mari ikut berkontribusi dengan menyumbangkan gagasan kalian untuk buku ini.
Kirim ke info@whiteboardjournal.com dengan subject: OPEN COLUMN BOOK. Submisi berakhir di tanggal 31 Juli 2021.