Luncurkan “Visible Spectrum: Portraits from the World of Autism,” Mary Berridge Berikan Dua Sudut Keseharian Anak dengan Autisme
Mary Berridge meluncurkan sebuah buku berisikan foto-foto yang mengabadikan kehidupan anak dengan autisme, lengkap dengan surat dari sang anak dan keluarga.
Teks: Hafiza Dina
Foto: CNN
Suatu permasalahan kesehatan seringkali tidak hanya sekadar perkara biologis dan medis saja. Saat masalah kesehatan tersebut disandang oleh seseorang, yang hidup dalam sebuah masyarakat, persoalan pun meluas menjadi isu sosial dan budaya. Melalui stereotip dan stigmatisasi, masyarakat pun perlahan cenderung memandang suatu masalah kesehatan sebagai isu yang tabu. Pada gilirannya, fenomena ini bak sebuah siklus yang tidak ada ujungnya: masyarakat menjadi takut dipandang buruk oleh masyarakat, memilih untuk tidak memeriksakan gejala yang dirasakan ke dokter, dan justru akhirnya mendapatkan dampak serius secara kesehatan.
Permasalahan ini dirasakan langsung oleh Mary Berridge, seorang fotografer asal Carolina Utara. Anaknya, Graham, didiagnosis mengidap Asperger’s syndrome, salah satu jenis sindrom autisme. Meski anak laki-laki Berridge ini sudah menunjukkan beberapa ciri autisme sejak lahir, seperti keterlambatan bicara dan keterampilan motorik, serta terkendala dalam sensitivitas sensorik, Graham baru didiagnosis secara spesifik setelah lebih dari tujuh tahun konsultasi. Selama itu pula, Berridge perlu berkeliling, meminta pendapat dari dokter yang berbeda. Perjalanan dalam mencari diagnosis dan pengobatan yang tepat bagi anaknya justru menyadarkan Berridge akan satu hal: autisme masih sering dianggap tabu oleh masyarakat, yang mengakibatkan sindrom ini kerap kali luput dari perbincangan. Padahal, sindrom autisme merupakan diagnosis yang kompleks dan bervariasi, sehingga tidak bisa disimplifikasi.
Berridge melihat bahwa autisme masih sering dianggap menakutkan oleh masyarakat. Dengan anggapan ini, diagnosis autisme baru diputuskan setelah seluruh gejala dikenali dengan jelas. Saat belum pasti, gejala-gejala ini cenderung disepelekan dengan, “Ah, mungkin hanya kikuk belaka.”
Pengalaman personal ini pulalah yang mendorong Berridge untuk berusaha mematahkan stigma dan miskonsepsi yang ada di masyarakat, khususnya di antara para neurotipikal━sebutan bagi kelompok yang tidak mengidap ADHD, autisme, disleksia, dyspraxia, atau gangguan perkembangan lainnya. Selama lima tahun, Berridge memanfaatkan keahlian yang ia miliki untuk mengabadikan kehidupan para anak dengan autisme melalui medium foto. Dengan pengalaman kehidupan para neurodivergent yang sangat beragam, unik, dan kaya, Berridge menghasilkan buku, “Visible Spectrum: Portraits from the World of Autism,” berisikan foto-foto yang menghangatkan hati. Dalam karyanya ini, Berridge turut melibatkan putranya, Graham, sebagai subjek foto.
Berridge berusaha mematahkan segala stigma dan stereotip yang ada dengan menampilkan dua sudut kehidupan para anak dengan autisme: saat sedang unjuk bakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Bagi Berridge, ada banyak sekali stereotip mengenai autisme di masyarakat, dan tidak sepenuhnya seluruh stereotip tersebut salah. Melalui foto-foto yang diambil, Berridge ingin menunjukkan bahwa pengidap autisme memang seringkali terhanyut dalam pikirannya sendiri. Namun, pengidap autisme juga tetap senang bersosialisasi dengan orang lain.
Proses pengambilan foto yang Berridge jalani pun tidak luput dari tantangan. Apalagi, Berridge sadar bahwa tingkat kekhawatiran anak dengan autisme bisa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lain. Oleh sebab itu, Berridge menginginkan sesi pemotretan dilakukan dengan senyaman mungkin bagi sang anak; anak bisa menjadi dirinya sendiri. Berridge hanya memberikan sedikit arahan, dengan membiarkan sang anak berada di tempat yang mereka sukai. Biasanya, para anak lebih suka berada di luar ruangan, dengan Berridge memanfaatkan cahaya alami.
Buku terbitan Berridge ini juga dilengkapi dengan tulisan kontribusi dari para subjek foto dan keluarganya. Melalui buku ini, Berridge berharap agar masyarakat dapat mengubah pandangan terhadap para penyandang autisme, dari sekadar awareness menjadi awareness, acceptance, dan empowerment.
Bagi Berridge, para penyandang autisme memiliki banyak hal yang bisa ditawarkan pada masyarakat. Jika masyarakat bisa memahami para penyandang autisme dengan lebih baik, pada akhirnya, masyarakat pun akan diuntungkan. Sebab, semakin masyarakat menerima, menghargai, dan membiarkan para penyandang autisme menjadi dirinya sendiri, mereka tidak lagi perlu berpura-pura autis.