Jepang Antisipasi Kenaikan Harga Bahan Pokok dan Inflasi, Apa Dampaknya Bagi Indonesia?
Terjadi kenaikan bahan pokok disertai dengan melemahnya nilai yen, Jepang antisipasi naiknya angka inflasi nasional.
Teks: Inaya Pananto
Foto: AFP Photo/Louisa Gouliamaki
Jepang sebagai negara dengan angka biaya hidup tertinggi di Asia mengantisipasi kemungkinan gelombang naiknya harga kebutuhan pokok yang mengakselerasi terjadinya inflasi nasional. Harga konsumer rata-rata termasuk dengan biaya listrik, gas, dan lain-lain diperkirakan akan naik sebanyak 0.7%. Melihat tanda-tanda kuat inflasi ini, pemerintah Jepang menerapkan sejumlah kebijakan ekonomi sebagai langkah antisipasi.
Di samping semua kenaikan harga ini, inflasi di Tokyo masih jauh dibawah target inflasi yang ditetapkan oleh Bank of Japan yaitu 2%. Hal ini menyebabkan pengambilan langkah pengetatan aturan ekonomi bagi Gubernur Tokyo Haruhiko Kuroda belum mendesak seperti yang sudah dilakukan negara-negara lain. Namun faktor lain yang memperumit kondisi ekonomi Jepang saat ini adalah melemahnya nilai yen yang lebih cepat dari perkiraan semula.
Dengan kenaikan tajam harga bahan-bahan energi yang tercatat tercepat dalam 41 tahun terakhir ditambah dengan pecahnya perang di Ukraina, Menteri Fumio Kishida nampaknya akan melakukan langkah tanggap untuk mengontrol beban pada harga kebutuhan rumah tangga dan bisnis yang dinilai masih volatil.
Menurut ahli ekonomi, Takeshi Minami dari Institut Riset Norinchukin, “Pemerintah akan mengambil tindakan untuk mengatasi kenaikan harga minyak, saya pikir BOJ tidak akan menaikkan rate dalam masa kepemimpinan Kuroda. Namun jika inflasi bertahan di atas 2% mulai April untuk beberapa saat, orang-orang akan mulai mempertanyakan logika di balik mempertahankan aturan BOJ ini.”
Gubernur Kuroda mengatakan minggu lalu bahwa pola dinamika inflasi Jepang sangatlah berbeda dengan Eropa dan Amerika sehingga untuk saat ini belum perlu mengikuti langkah-langkah prevensi dan penurunan harga yang telah diterapkan oleh rekan-rekan globalnya.
Dengan stimulus moneter yang bertahan, atensi akan jatuh pada Kishida dan apa yang akan ia lakukan untuk meminimalisir keadaan ekonomi yang sakit disebabkan oleh kenaikan harga sebelum pemilihan umum di musim panas ini.
Beriringan dengan terus melemahnya nilai yen, angka inflasi nasional diperkirakan akan melambung menaikkan index living cost Jepang yang semula sudah tinggi. Terlihat dari sejumlah bisnis yang telah menetapkan kebijakan kenaikan harga pada produk-produknya mengawali babak ekonomi baru Jepang tahun ini.
Menurut Menteri Keuangan Shunichi Suzuki, paket kebijakan yang nanti akan ditetapkan oleh Kishida harus memasukkan langkah-langkah untuk mengurangi akibat dari kenaikan harga minyak dan bahan pokok untuk perusahaan dan konsumen.
Menilik kembali fenomena-fenomena berdampak global yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini mulai dari pandemi hingga perang Ukraina-Rusia, tak bisa dipungkiri bahwa semua kejadian ini memberikan dampak terhadap kekuatan ekonomi global. Kenaikan harga bahan pokok yang dialami Jepang ini juga dialami oleh banyak negara lain termasuk Indonesia.
Kondisi ekonomi Jepang ini memiliki pengaruh terhadap Indonesia yang banyak menjalin hubungan ekonomi dan bisnis bilateral dengan Jepang. Di tahun 2020 sendiri, tercatat total investasi Jepang di Indonesia mencapai $31 milliar USD dan terus mengalami hubungan yang baik bahkan dalam pandemi Covid-19. Karena hubungan baik antara kedua negara ini memiliki peranan yang vital dari segi bisnis dan ekonomi, keadaan ekonomi Jepang dan yen yang melemah juga dapat memiliki dampak pada sejumlah investasi Jepang yang ada di Indonesia. Jika terjadi pengetatan aturan dari pihak Jepang untuk mempertahankan harga bahan pokok yang terancam naik, maka sejumlah alokasi dana untuk urusan ekspor dan luar negeri akan mengalami pengurangan.
Posisi ekonomi Indonesia di Asia saat menempati posisi kelima terbesar dengan besaran angka PDB (Produk Domestik Bruto) mencapai $1,51 triliun USD sementara Jepang menduduki peringkat kedua dengan angka $5,1 triliun USD tersalip oleh Tiongkok yang kini menempati posisi pertama. Di Indonesia sendiri permintaan yen dinilai cukup tinggi karena Jepang merupakan salah satu kreditur utama yang menempati posisi kedua setelah Amerika Serikat. Jika nilai yen melemah terhadap USD maka hal ini dapat mempengaruhi nominal hutang yang harus Indonesia bayarkan kepada Jepang.