Janji-janji Presiden Baru Korea Selatan Selama Kampanye Mengkhawatirkan untuk Perempuan
“Some say feminism has been politicized to make it harder for men and women to date,” ujar Presiden Yoon Suk-Yeol Agustus lalu.
Teks: Nancy Rumagit
Foto: The Korea Post
Yoon Suk-Yeol baru saja dilantik sebagai Presiden Korea Selatan beberapa hari lalu, namun tampaknya kritikan atas sejumlah pandangan politiknya sudah mengalir masuk baik dalam skala nasional maupun internasional. The Korea Herald bahkan telah menuliskan, “Is Yoon Suk-Yeol the Korean Donald Trump?”
The Korea Herald melanjutkan pernyataan itu dengan memberikan sejumlah perbandingan antara kedua pemimpin tersebut, dengan poin pertama bertuliskan, “In August, Yoon said, ‘Some say feminism has been politicized to make it emotionally hard for men and women to date,’ while talking about how to tackle the issue of low birth rates during a lecture last year. In 2018, Trump said he is not a feminist because he is for ‘everyone.’”
Dikabarkan bahwa 70% dari laki-laki berusia sekitar 20 tahun memilih partai People Power untuk menang pada pemilu mayor by-election tahun lalu. Menurut The Washington Post, mereka juga memperdebatkan bahwa mereka tengah menghadapi ‘reverse discrimination’ di Korea Selatan. Artikel tersebut menyebut perilaku ini sebagai ‘jumping on the misogyny bandwagon,’ akibat perbandingan-perbandingan yang telah dibuat oleh pendukung-pendukung tersebut antara feminisme dan ekstremisme dan fasisme. Yoon Suk-Yeol pun telah membantah bahwa ketidaksetaraan gender struktural itu nyata.
Sebagian besar dari kampanye Yoon Suk-Yeol pun berpusat di sekitar janjinya untuk meniadakan Ministry of Gender, Equality and Family di Korea selatan dan tuturan, “Workers should be able to work 120 hours a week and then take a good rest,” – meskipun Yoon Suk-Yeol telah mengatakan bahwa pernyataan ini telah disalahpahami. “Still,” Dazed menuliskan, “the fact that he won off the back of such a pledge, and would seek to abolish a ministry that promotes gender equality, as well as helping victims of sexual violence and single mothers, is bad news.”