Gelombang Panas di Asia Menjadi Bukti Perubahan Iklim yang Semakin Nyata
Perubahan iklim memperparah cuaca ekstrem sehingga berdampak pada lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Teks: Nadine Saadha
Foto: Natasha Sandriana
Gelombang panas (heatwave) mengintervensi keseharian masyarakat Asia, khususnya Asia Tenggara, memaksa jutaan murid di Filipina dan Myanmar untuk belajar dari rumah.
Di India, jumlah pemilih dalam Pemilu Umum diproyeksikan menurun signifikan seiring dengan kenaikan suhu, seperti yang dilaporkan oleh The Straits Times (30/04), sementara resiko kekeringan, gagal panen, dan kekurangan daya juga meningkat.
Menurut BMKG, suhu di sebagian besar wilayah Indonesia secara konsisten turut meningkat hingga lima derajat di atas rata-rata maksimum harian, terhitung 28 April hingga 2 Mei. Namun, Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa meskipun fenomena ini ekstrem, kondisi ini tidak dapat dikategorikan sebagai heatwave karena tidak memenuhi persyaratan.
Masyarakat diminta untuk membatasi waktu di bawah sinar matahari, memastikan hidrasi yang cukup, dan menggunakan tabir surya. Deputy Secretary-General of World Meteorology Organization (WMO), Ko Barrett, menyoroti bahwa perubahan iklim memperparah cuaca ekstrem sehingga berdampak pada lingkungan, sosial, dan ekonomi. Oleh karena itu, solusi jangka panjang harus menjadi prioritas utama.