Fenomena Munculnya Gejala Penyakit Sosiogenik Pada Gen-Z
Bisa jadi dipicu oleh stres dari kondisi dunia setahun ke belakang — maraknya lockdown, hingga jarangnya berinteraksi dengan orang lain.
Teks: Deandra Aurellia
Foto: TikTok
Sebuah penelitian baru telah mengidentifikasi munculnya gejala tic misterius pada anak muda sejak awal pandemi. Rujukan untuk kondisi onset cepat yang ditemukan hampir secara eksklusif pada anak perempuan dan wanita muda ini telah meningkat dari 1-5 persen dari total kasus pra-pandemi menjadi 20-35 persen pada hari ini, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada 13 Agustus.
Para peneliti menjabarkan fenomena ini sebagai “pandemi paralel dari anak-anak muda berusia 12 hingga 25 tahun yang menunjukkan onset cepat dari perilaku motorik dan vokal yang kompleks”.
“Ada kesamaan yang mencolok dalam fenomenologi dari perilaku tic yang diamati di seluruh tim kami di Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Australia,” kata laporan itu.
Menariknya, observasi para peneliti tersebut mengamati bahwa semua pasien, serta mengakui stres terkait pandemi, “mendukung paparan influencer di media sosial (terutama TikTok) dengan tics atau Sindrom Tourette”. Tagar #ticdisorder saat ini memiliki lebih dari 400 juta posting di TikTok.
Menurut para peneliti, “Dalam beberapa kasus, pasien secara khusus mengidentifikasi hubungan antara paparan media ini dan timbulnya gejala tics…. Paparan terhadap tics atau perilaku seperti tic ini merupakan pemicu yang masuk akal untuk perilaku yang diamati setidaknya pada beberapa pasien ini, berdasarkan mekanisme pemodelan penyakit.”
Sebuah artikel terpisah yang diterbitkan pada bulan Juli, yang mempelajari influencer TikTok populer dengan tics, menemukan bahwa tics TikTok “berbeda” dari gejala Tourette. “Kami percaya ini sebagai contoh penyakit sosiogenik massal, yang melibatkan perilaku, emosi, atau kondisi yang menyebar secara spontan melalui suatu kelompok,” para penulis menyimpulkan.
Tidak seperti Tourette, yang bersifat genetik, para peneliti percaya bahwa stres dari setahun ke belakang – lockdown, isolasi sosial, gangguan rutin – dipasangkan dengan kondisi kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya, menyebabkan pasien mengembangkan gejala-gejala ini.
Menurut teori para peneliti, melihat content creators dengan gangguan tic di situs media sosial adalah penyebab utama gejala ini – suatu bentuk penyakit sosiogenik massal, yang sebelumnya disebut sebagai histeria massal. Mereka membandingkan pengamatan mereka saat ini dengan wabah tics tahun 2013 yang terkenal di Le Roy, New York, yang juga dianggap sebagai penyakit sosiogenik massal.
Namun tidak semua peneliti setuju dengan teori ini. Sebuah laporan yang diterbitkan pada bulan April di jurnal Archives of Disease in Childhood menunjukkan bahwa peran media sosial telah dibesar-besarkan dan bahwa nantinya penelitian di masa depan dapat menguji hipotesis yang berkaitan dengan penyakit sosiogenik massal.